Share

Anak Durhaka

Penulis: Krisdian13
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-14 06:21:16

WARISAN 2

"Mas Haidar lepaskan tanganmu dari istriku!"

Mas Rusdi datang dari belakang, lalu menyentak tangan Mas Haidar yang sedang mencengkram kerah kemeja yang aku pakai.

"Didik istrimu baik-baik, Rusdi! Seharusnya kamu gak usah nikah kalau bakalan gak becus didik istri!"

"Eh! Kenapa malah jadi nyalahin suamiku? Suamiku itu gak bersalah, dia sudah menegur aku untuk membiarkan kalian tapi kalian gak bisa dibiarkan! Kalian salah! Ibu dan bapak masih hidup Mas! Mereka masih hidup! Kenapa tega-teganya kalian bahas warisan sekarang? Kalian anak-anak nya!"

"Cukup! Heh, Nina gendut!!"

Aku menoleh ke arah Ayu.

"Tadi Mas Haidar sudah bilang, kan? Lebih baik kamu gak usah ikut campur! Kamu itu gak tahu apa-apa!"

"Nina, sudah cukup. Ayo kita ke belakang!"

Mas Rusdi berusaha menarik tanganku.

"Engga, Mas!" Aku menatapnya tajam. "Kamu mungkin gak mau bela orangtua mu, tapi aku mau! Karena mereka sudah aku anggap sebagai orangtuaku sendiri!"

Suasana mendadak tegang, Mas Haidar dan Ayu menatapku penuh kebencian tapi biarkan saja. Mungkin di mata mereka aku ipar yang kurang ajar masa bodo!

"Mas Haidar! Aku mungkin gak tahu apa yang kalian maksud, tapi aku jelas tahu kalau ibu dan bapak masih hidup dan kalian seharusnya gak membahas warisan sekarang. Warisan itu dibagi kalau orang tua sudah tidak ada. Itu juga kita harus menyelesaikan semua urusan mereka dulu, soal utang dan lain sebagainya!"

"Kalaupun harta itu mau dibagikan saat mereka masih hidup, jelas pembagian nya harus sesuai keinginan mereka, bukan seenak jidat seperti yang barusan Mas lakukan!"

"Halah!!! Kamu ini ngomong apa! Mereka itu sudah sakit-sakitan! Bapak sudah setahun hanya terbaring di ranjang dan gak ada perubahan! Ibu baru kemarin sakit tapi keadaan nya sudah sama parahnya seperti bapak! Tidak lama lagi mereka juga pasti akan ma-ti!"

"Astaghfirullah!!!"

Aku menoleh ketika tiba-tiba suamiku lari ke belakang, ke arah kamar ibu sambil berteriak.

"Ada apa, Mas?" Gegas aku ikut berlari, ingin tahu apa yang terjadi.

"Ya Allah, Ibu!"

Ternyata, Ibu jatuh dari ranjang saat dia berusaha bangkit untuk melerai kami. Kamar ibu ada di belakang sedangkan suara mas Haidar dan aku tadi cukup keras pasti ibu dengar pertengkaran kami meski tidak jelas.

Mas Rusdi marah padaku karena aku tidak menuruti keinginannya untuk membiarkan Mas Haidar dan Ayu.

"Aku gak mau membuat ibu dan bapak kepikiran kalau mendengar kita ribut-ribut, Dek aku juga gak mau kamu dibentak-bentak mas Haidar," ucap Mas Haidar saat kami duduk di ruang tunggu rumah sakit.

"Tapi mereka akan jauh lebih kepikiran kalau Mas Haidar benar-benar membagi warisan itu sesuai dengan apa yang dia mau, kan? Ibu dan bapak masih hidup, Mas. Mereka masih butuh makan dan kebutuhan lainnya. Sekarang mereka juga sedang sakit, mereka butuh biaya untuk berobat." Aku menjeda kalimatku.

"Kita ini gak punya apa-apa, Mas. Kita masih merintis. Kamu kerja serabutan, aku juga masih usaha sebisa aku. Kalau tanah itu beneran dibagi, dan Mas Haidar berencana membangun toserba di sana, otomatis tanah akan diratakan kan? Tanaman bapak semua akan di buang? Nanti untuk kebutuhan mereka dari mana?"

"Tanah itu juga gak mungkin bisa dijual kalau sudah ada tokonya mas Haidar, dia pasti keberatan. Sedangkan itu kan masih hak bapak dan ibu. Kalau mereka mau menjualnya untuk kebutuhan hidup ya gak masalah."

"Aku cuman gak mau terjadi keributan dan berimbas sama kesehatan ibu dan bapak seperti yang sekarang terjadi. Ibu sampai jatuh dari ranjang karena kalian ribut!"

"Tapi kalau kita gak hentikan mas Haidar, nanti mas Haidar beneran ambil alih tanah itu gimana, Mas? Siapa yang susah? Mending kalau kakak kamu itu mau ngurus ibu dan bapak, kamu sendiri yang cerita gimana sikap mereka selama ini kan?"

"Kalau hanya untuk makan seadanya, aku sih gak masalah. Insyaallah kita bisa. Tapi kamu tahu sendiri gimana sikap ibu. Dan kebutuhan itu bukan cuman makan kan? Kamu mikir gak sih?" Aku kesal karena Mas Rusdi malah terus menyalahkan aku padahal aku sedang berusaha membela orangtua nya.

"Yasudah terserah mas sajalah! Mulai sekarang, aku gak akan ikut campur soal urusan tanah itu. Terserah mas Rusdi saja. Kalau nanti tanah itu beneran diambil mas Haidar dan dibangun toserba, aku gak mau tahu!" ucap ku sambil bangkit dan pergi meninggalkan mas Haidar sendirian.

Hatiku terasa panas, kenapa mas Rusdi tidak mau membelaku? Padahal di sini aku sedang ada di pihaknya. Aku yakin, kalau sampai tanah itu diambil alih oleh mas Haidar maka hidup ibu dan bapak akan sengsara. Bukan aku tidak mau membantu atau tidak mau direpotkan, tapi ...

"Mas, tapi yang dibilang mbak Nina itu ada bener nya gak sih, Mas? Ibu dan bapak kan Masih hidup, apa gak sebaiknya kita bagi warisan itu kalau nanti—"

"Halah! Udah kamu diem aja! Jangan kepancing omongan si Nina. Itu cuman akal-akalan dia aja. Aslinya dia itu marah karena Rusdi gak dapat jatah warisan. Dia bawa nama-nama bapak dan ibu sebagai senjata saja untuk menggagalkan rencana kita.

Bapak itu sudah gak bisa ngapa-ngapain, Yu. Gak mungkin bisa sehat lagi, tinggal nunggu waktu buat ma-ti saja! Aku sumpahin supaya bayak cepat pergi dari dunia ini. Sedangkan ibu, kalaupun ibu sehat lagi, beliau itu sayang sekali sama aku. Apa kata aku pasti ibu nurut. Sudahlah kamu tenang saja dan ikuti saja apa yang aku rencanakan!"

Astaghfirullah! Langkahku terhenti ketika aku mendengar percakapan kakak dan adik iparku di dekat parkiran itu. Kenapa ada anak yang tega seperti mas Haidar itu? Menyumpahi bapaknya sendiri supaya cepat ma-ti.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Melawan Ipar Sombong Dan Julid (Mereka Tak Tahu Aku Kaya)   Awal Pembalasan

    WARISAN 10 Aku tertegun, duduk diam sambil menekuk lutut. Udara rasanya pengap sekali, seperti tidak ada oksigen, aku kesulitan bernafas. Kubiarkan laptop yang tadi sangat aku khawatirkan tetap tergeletak di lantai, sekarang semua rasanya sudah tidak penting lagi. "Kalau ibu usir Nina, itu artinya ibu juga ngusir aku," Aku memejamkan kedua mata dengan erat, ketika mendengar apa yang dikatakan mas Rusdi di luar sana. "Gila kamu Rus!! Kamu lebih milih wanita lain daripada ibu kamu sendiri?!" suara Mas Haidar terdengar menggelegar. "Tega kamu, ya!" "Tapi Nina bukan wanita lain, Mas. Dia istriku sekarang. Dia itu tanggungjawab ku! Apapun yang terjadi sama dia, aku akan mendampingi nya!" Tes! Airmataku jatuh, aku memang tidak salah memilih mas Rusdi sebagai suami, terlepas dari semua kekurangan nya tapi dia ternyata benar-benar mencintai aku. "Jadi, kamu lebih memilih wanita itu?" Kini yang aku dengar adalah suara ibu, suaranya sudah lebih tenang tidak terdengar bergetar lagi mes

  • Melawan Ipar Sombong Dan Julid (Mereka Tak Tahu Aku Kaya)   Rencana Haidar Berhasil

    WARISAN 9 Aku menatap lembaran uang yang berhamburan di lantai mengambilnya lalu kembali melempar uang itu ke arah mbak Sinta tepat nya di muka nya yang menor itu! "Cukup ya mbak! Maksud mbak apa bersikap begini, hah??? Kenapa mbak tiba-tiba marah dan ngatain aku korupsi sampai melempar uang segala? Mbak Bersikap seolah-olah aku ini babu, tukang masak nya mbak?? Sorry ya! Aku gak sudi!!" "Asal mbak tahu, aku ke sini karena perintah ibu untuk mengantar makanan ini buat mbak dan mas Haidar. Uang yang dipakai untuk belanja juga uangku pribadi bukan dari ibu apalagi mbak!! Memangnya mbak pernah kasih uang? Kapan? Orang pelit kayak mbak, mana mungkin mau kasih uang!!" "Hehhh kurang ajar kamu ya!" "Yang kurang ajar itu mbak! Ngaca dongg!!! Sudah mending diantarkan makanan tapi malah ngelunjak!" "Kamu?? Berani ya! Makanan gak enak aja bangga!!" "Oh ya? Gak enak ya? Yaudah sini balikin kalau gak enak!!"Aku berusaha merebut kembali makanan yang tadi aku bawa, tapi mbak Sinta menahannya

  • Melawan Ipar Sombong Dan Julid (Mereka Tak Tahu Aku Kaya)   Sombong!

    WARISAN 8 Pagi ini, aku sedang menyapu halaman rumah saat tiba-tiba saja sebuah mobil pengantar barang bangunan berhenti di depan rumah. "Mbak! Maaf numpang tanya," tanya sopir itu tanpa turun dari mobilnya."Tanya apa ya, Mas?" "Rumahnya mbak Santi di mana, ya?" "Mbak Santi? Oh, lurus saja, itu rumah yang warna ungu, dan pagarnya hitam, itu rumahnya!" Bisa kulihat lelaki itu tersenyum setelah mengucapkan terimakasih. Aku hendak kembali menyapu ketika menyadari kalau di dalam mobil itu juga ada mas Haidar. "Loh? Oh ... Manas-manasi ceritanya? Dasar kakak ipar e-dan!" Makiku ... Aneh sekali, kok ada model kakak ipar seperti itu. Untuk apa coba dia pura-pura bertanya alamat istrinya sendiri."Kamu ngomong sama siapa, Dek?" tanya Mas Rusdi yang datang dengan secangkir kopi. "Ngomong sendirian." "Loh? Masih pagi ini loh, Dek ... Udah ngomong sendirian aja. Nanti dilihat tetangga dikiranya kamu ... " Mas Rusdi tidak melanjutkan kalimatnya. "Dikira aku apa? E-dan? Yang E-dan itu

  • Melawan Ipar Sombong Dan Julid (Mereka Tak Tahu Aku Kaya)   Keputusan Ibu

    WARISAN 7Aku akhirnya memutuskan untuk pulang, meski sebenarnya aku sempat keberatan untuk tinggal di rumah itu lagi, aku ingin tinggal di rumah orangtua ku saja.Di rumah mas Rusdi sempit, sedangkan yang menghuni lima orang, bukan tidak bersyukur tapi memang aku tidak terbiasa. Bahkan, saat pertama ke rumah ini kami harus membangun kamar baru yang sangat sederhana dari kasibot di bagian belakang rumah dekat dengan dapur. Ibu sedang duduk di ruang tamu saat aku dan mas Rusdi masuk, ada mas Haidar juga yang duduk di samping kanannya. Ibu melirik tidak suka ke arahku, sementara mas Haidar, tatapannya itu selalu tajam entah kenapa dia sepertinya sangat membenciku. Entah ada dendam apa sebenarnya dia itu. "Kalau ada masalah itu, jangan apa-apa lari ngadu ke orang tua, kayak anak kecil saja!" Itu celetukan mas Haidar, memang mulutnya lebih julid daripada perempuan aku heran ada model lelaki seperti itu. Aku ingin menimpali, tapi tangan mas Rusdi langsung menggenggam erat tanganku, aku

  • Melawan Ipar Sombong Dan Julid (Mereka Tak Tahu Aku Kaya)   Mereka Tidak Tahu Siapa Aku Sebenarnya

    WARISAN 6 "Nina? Kok kamu di sini? Sama siapa? Di mana Rusdi?" tanya Hendro~ayah Nina ketika melihat putrinya membuka pintu. Karena sakit hati, Nina memutuskan untuk pulang ke rumah orangtuanya tanpa berpamitan pada Rusdi. "Nina? Kamu nangis? Ya ampun? Kamu di apain di sana, Nak? Ayo duduk dulu!" Yeyen yang melihat sang putri datang dalam keadaan menangis langsung berlari merangsek dan memeluk putrinya. "Ceritakan, ada apa, Nak? Kamu kenapa pulang ke sini sendirian?" tanya Yeyen pelan. "Bu, kamu lebih baik ambil minum dulu untuk Nina!" titah Hendro. Nina menghela nafas, kemudian punggung tangan kanannya bergerak untuk menghapus air mata. "Mereka itu gila, Pak!" ucap Nina. "Siapa yang gila?" "Haidar dan ibunya," "Hus! Nina, kamu gak boleh bicara sembarangan soal ibu mertua kamu sendiri," tegur Hendro. Nina melengos. "Kamu diapain sama mereka, Nin? Dipukul? Ditampar? Cerita sama ibu!" Yeyen datang sambil membawa minum untuk Nina. "Enggak Mah. Nina gak diapa-apain. Cuman, si

  • Melawan Ipar Sombong Dan Julid (Mereka Tak Tahu Aku Kaya)   Menghasut

    WARISAN 5POV Haidar . "Makanya, kan sudah aku bilang lebih baik kamu diam saja! Gak usah ikut campur! Tahu kan akibatnya sekarang?" Aku tersenyum menyeringai. Mengingat saat ibu memarahi Nina tadi aku merasa sangat puas, apalagi sekarang ketika aku melihat perempuan menyebalkan itu menangis. Nina menoleh ke arahku, dia menghapus air mata menggunakan tangan kanannya lalu berjalan mendekat. Sejak tadi, aku sengaja mengadang nya di sini karena tahu Nina pasti akan lewat sini. "Mas Haidar! Kamu benar-benar keterlaluan. Aku heran kenapa ada orang licik seperti kamu! Jelas-jelas kamu yang duluan membahas soal warisan. Ingin membagi nya hanya berdua dengan Ayu. Kenapa kamu fitnah aku?! Kamu sengaja bicara pada ibu seolah-olah aku yang menginginkan warisan itu, kan?! Supaya ibu marah sama aku?" "Haha, iya! Memang aku sengaja. Kenapa? Kamu gak terima? Sudahlah orang miskin kaya kalian itu harusnya diam saja, nurut saja apa kata aku. Kamu tahu kan? Tanah itu akan lebih bermanfaat kalau aku

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status