Share

Menghasut

Penulis: Krisdian13
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-14 06:22:47

WARISAN 5

POV Haidar .

"Makanya, kan sudah aku bilang lebih baik kamu diam saja! Gak usah ikut campur! Tahu kan akibatnya sekarang?" Aku tersenyum menyeringai. Mengingat saat ibu memarahi Nina tadi aku merasa sangat puas, apalagi sekarang ketika aku melihat perempuan menyebalkan itu menangis.

Nina menoleh ke arahku, dia menghapus air mata menggunakan tangan kanannya lalu berjalan mendekat. Sejak tadi, aku sengaja mengadang nya di sini karena tahu Nina pasti akan lewat sini.

"Mas Haidar! Kamu benar-benar keterlaluan. Aku heran kenapa ada orang licik seperti kamu! Jelas-jelas kamu yang duluan membahas soal warisan. Ingin membagi nya hanya berdua dengan Ayu. Kenapa kamu fitnah aku?! Kamu sengaja bicara pada ibu seolah-olah aku yang menginginkan warisan itu, kan?! Supaya ibu marah sama aku?"

"Haha, iya! Memang aku sengaja. Kenapa? Kamu gak terima? Sudahlah orang miskin kaya kalian itu harusnya diam saja, nurut saja apa kata aku. Kamu tahu kan? Tanah itu akan lebih bermanfaat kalau aku yang dapat. Rusdi gak akan bisa mengelola atau membangun sesuatu di atas tanah itu!"

"Tapi tanah itu bisa dijual!"

"Haha benar kan? Ternyata kamu memang mengharapkan tanah itu juga? Kenapa tidak mengaku saja?" Aku tersenyum mengejek, bisa kulihat wajah adik iparku itu merah padam.

"Aku sama sekali tidak mengharapkan tanah itu! Aku hanya sedang memberitahu kamu kalau meski mas Rusdi tidak bisa mengelola atau membangun sesuatu di atas tanah itu sekarang, bisa saja suatu saat nanti bisa. Dan soal pembagian warisan itu ada aturannya, memang mas Rusdi wajib dapat!"

"Hahahaha," Aku hampir saja terpingkal, seumur hidup baru kali ini rasanya aku tertawa sepuas ini. Ternyata Nina ini sangat lucu.

"Suatu saat Rusdi bisa mengelola atau membangun tanah itu katamu? Tidak mungkin! Duit dari mana? Makan aja setiap hari cuman sama tahu tempe! Berkhayal mau bangun rumah! Gila kali!"

"Denger ya! Sampai lebaran gajah pun, kalian akan tetap miskin gak akan mungkin bisa kaya seperti aku! Sudahlah gak usah mimpi, orang miskin tetap akan miskin, dan orang miskin dilarang protes! Jadi lebih baik mulai sekarang kamu diam saja!"

Nina menggelengkan kepalanya, wajahnya! aku sangat benci wajah itu. Wajah meremehkan. Aku sangat tidak suka saat ada orang lain meremehkan aku!

"Kamu laki-laki, tapi mulutmu seperti mulut perempuan! Kita lihat saja, apakah kamu seyakin itu? Ingat, roda kehidupan itu berputar. Akan aku tunjukkan kalau keadaan pasti akan berbalik!"

"Roda kehidupan ku sudah aku ganjal supaya tidak berputar lagi, supaya aku tetap berada di atas!"

"Sombong sekali!"

"Kenapa memangnya kalau sombong? Orang kaya mah bebas mau sombong juga memang ada yang disombongkan, yang aneh itu kalau udah miskin tapi songong kayak kamu!"

"Denger ya! Kamu kalau masih mau tinggal di sini dengan damai, jangan berani macam-macam lagi sama aku, paham?!!"

"Kamu pikir aku takut? Nggak!!"

Nina pergi begitu saja, hatiku panas. Apa maksudnya dia berkata begitu? Ah, aku tahu dia pasti hanya jengkel, karena aku berhasil memprovokasi ibu.

Setelah Nina pergi, aku memutuskan untuk menemui ibu di kamarnya.

"Kamu benar, Haidar. Nina tadi menemui ibu dan membicarakan soal tanah itu lagi,"

"Apa?! Nina membahas soal tanah itu lagi? Beraninya dia! Apa yang dia katakan Bu?" Aku pura-pura terkejut dan tidak tahu menahu soal ini.

"Iya, katanya dia mau jual tanah itu untuk berobat bapak, itu pasti hanya alasan dia saja. Dia juga bilang kalau kamu sudah fitnah dia. Katanya kamu yang mau mengambil tanah itu untuk kepentingan kamu sendiri."

"Itu pasti cuman akal-akalan dia saja, Bu! Ibu harusnya menolak. Dan soal warisan itu, jelas dia gak akan mau ngaku. Sudah aku bilang kan, Nina itu pandai bersilat lidah!"

"Jelas ibu menolak. Sampai kapanpun Ibu tidak akan menjual tanah itu."

Aku mengangguk, dalam hati merasa senang karena ternyata ibu tidak termakan omongan Nina.

"Iya, Bu. Jangan jual tanah itu, sayang. Lagipula nantinya suatu saat, entah kapan kalau ibu dan bapak sudah tidak ada, Rusdi juga pasti butuh tanah itu kalau mau bikin rumah kan? Kenapa mau dijual sekarang, dasar perempuan gak bener!" Aku lagi-lagi memprovokasi ibu.

"Iya, niatnya ibu juga akan membagi tanah itu dengan adil, tentunya kalau ibu dan bapak sudah tidak ada. Si Nina itu, memang sangat keterlaluan."

"Tapi untuk saat ini sepertinya susah Bu,"

"Susah? Susah bagaimana?"

"Iya, susah. Nina pasti tidak akan berhenti berusaha. Dia pasti akan melakukan cara lain untuk mendapatkan tanah itu."

Ibu terlihat bingung, sepertinya dia sudah mulai terpancing.

"Lalu sekarang harus bagaimana?"

"Bagaimana dengan rencanaku? Lebih baik kalau tanah itu aku bangun toserba saja kan Bi? Nanti pasti laris Bu, di sini belum ada toko besar yang lengkap. Tanah itu juga tempatnya strategis, bagus untuk bisnis Bu! Nanti keuntungan nya, aku akan kasih ke ibu juga, gimana?"

Ibu seperti sedang berpikir, aku tahu ibu tidak akan langsung setuju karena tanah itu merupakan harta ibu dan bapak satu-satunya yang masih tersisa. Ibu akan sangat hati-hati soal itu.

"Hanya sebagian saja, Bu tidak semuanya. Dan aku yakin ini pasti akan menguntungkan." Aku berusaha meyakinkan ibu.

"Nanti, teman-teman ibu juga pasti akan kagum dan bangga sama ibu, kalau ibu punya toko yang besar dan lengkap. Ibu akan jadi wanita terpandang di desa ini! Jadi Bos! Orang-orang tidak akan meremehkan ibu lagi. Daripada tanah itu cuman ditanami pohon yang untungnya gak seberapa!"

Ibu terdiam, Sepertinya beliau sudah mulai terpengaruh, aku yakin ibu pasti akan setuju.

"Nanti, kalau penjualan bagus Haidar bisa beli tanah lagi Bu. Ini bukan pembagian warisan, tanah itu cuman Haidar manfaatkan saja, status tanah itu tetap milik ibu dan bapak, ibu tenang saja. Bagaimana? Ibu setuju kan?"

Setelah terdiam cukup lama, aku lihat ibu mengangguk samar. Yes! Rencana ku akhir nya berhasil.

"Yaudah deh, tapi kamu janji ya? Tanah itu status nya tetep punya ibu dan nanti ibu juga dapat persenan dari keuntungan toko nya?"

Aku mengangguk cepat. "Tentu saja. Kan, sertifikat nya ada di tangan ibu, aku tidak akan memintanya. Dan soal keuntungan tenang saja, ibu pasti dapat bagian!"

"Yasudah kalau begitu, gak papa kalau sebagian tanah itu mau kamu bangun toko. Ibu setuju."

Aku sangat senang. Akhirnya rencanaku untuk menguasai tanah orangtuaku sebentar lagi akan berhasil. Ibu ini memang gampang sekali dibohongi. Aku harus cepat-cepat melakukan rencanaku sebelum nantinya ibu akan berubah pikiran.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Melawan Ipar Sombong Dan Julid (Mereka Tak Tahu Aku Kaya)   Awal Pembalasan

    WARISAN 10 Aku tertegun, duduk diam sambil menekuk lutut. Udara rasanya pengap sekali, seperti tidak ada oksigen, aku kesulitan bernafas. Kubiarkan laptop yang tadi sangat aku khawatirkan tetap tergeletak di lantai, sekarang semua rasanya sudah tidak penting lagi. "Kalau ibu usir Nina, itu artinya ibu juga ngusir aku," Aku memejamkan kedua mata dengan erat, ketika mendengar apa yang dikatakan mas Rusdi di luar sana. "Gila kamu Rus!! Kamu lebih milih wanita lain daripada ibu kamu sendiri?!" suara Mas Haidar terdengar menggelegar. "Tega kamu, ya!" "Tapi Nina bukan wanita lain, Mas. Dia istriku sekarang. Dia itu tanggungjawab ku! Apapun yang terjadi sama dia, aku akan mendampingi nya!" Tes! Airmataku jatuh, aku memang tidak salah memilih mas Rusdi sebagai suami, terlepas dari semua kekurangan nya tapi dia ternyata benar-benar mencintai aku. "Jadi, kamu lebih memilih wanita itu?" Kini yang aku dengar adalah suara ibu, suaranya sudah lebih tenang tidak terdengar bergetar lagi mes

  • Melawan Ipar Sombong Dan Julid (Mereka Tak Tahu Aku Kaya)   Rencana Haidar Berhasil

    WARISAN 9 Aku menatap lembaran uang yang berhamburan di lantai mengambilnya lalu kembali melempar uang itu ke arah mbak Sinta tepat nya di muka nya yang menor itu! "Cukup ya mbak! Maksud mbak apa bersikap begini, hah??? Kenapa mbak tiba-tiba marah dan ngatain aku korupsi sampai melempar uang segala? Mbak Bersikap seolah-olah aku ini babu, tukang masak nya mbak?? Sorry ya! Aku gak sudi!!" "Asal mbak tahu, aku ke sini karena perintah ibu untuk mengantar makanan ini buat mbak dan mas Haidar. Uang yang dipakai untuk belanja juga uangku pribadi bukan dari ibu apalagi mbak!! Memangnya mbak pernah kasih uang? Kapan? Orang pelit kayak mbak, mana mungkin mau kasih uang!!" "Hehhh kurang ajar kamu ya!" "Yang kurang ajar itu mbak! Ngaca dongg!!! Sudah mending diantarkan makanan tapi malah ngelunjak!" "Kamu?? Berani ya! Makanan gak enak aja bangga!!" "Oh ya? Gak enak ya? Yaudah sini balikin kalau gak enak!!"Aku berusaha merebut kembali makanan yang tadi aku bawa, tapi mbak Sinta menahannya

  • Melawan Ipar Sombong Dan Julid (Mereka Tak Tahu Aku Kaya)   Sombong!

    WARISAN 8 Pagi ini, aku sedang menyapu halaman rumah saat tiba-tiba saja sebuah mobil pengantar barang bangunan berhenti di depan rumah. "Mbak! Maaf numpang tanya," tanya sopir itu tanpa turun dari mobilnya."Tanya apa ya, Mas?" "Rumahnya mbak Santi di mana, ya?" "Mbak Santi? Oh, lurus saja, itu rumah yang warna ungu, dan pagarnya hitam, itu rumahnya!" Bisa kulihat lelaki itu tersenyum setelah mengucapkan terimakasih. Aku hendak kembali menyapu ketika menyadari kalau di dalam mobil itu juga ada mas Haidar. "Loh? Oh ... Manas-manasi ceritanya? Dasar kakak ipar e-dan!" Makiku ... Aneh sekali, kok ada model kakak ipar seperti itu. Untuk apa coba dia pura-pura bertanya alamat istrinya sendiri."Kamu ngomong sama siapa, Dek?" tanya Mas Rusdi yang datang dengan secangkir kopi. "Ngomong sendirian." "Loh? Masih pagi ini loh, Dek ... Udah ngomong sendirian aja. Nanti dilihat tetangga dikiranya kamu ... " Mas Rusdi tidak melanjutkan kalimatnya. "Dikira aku apa? E-dan? Yang E-dan itu

  • Melawan Ipar Sombong Dan Julid (Mereka Tak Tahu Aku Kaya)   Keputusan Ibu

    WARISAN 7Aku akhirnya memutuskan untuk pulang, meski sebenarnya aku sempat keberatan untuk tinggal di rumah itu lagi, aku ingin tinggal di rumah orangtua ku saja.Di rumah mas Rusdi sempit, sedangkan yang menghuni lima orang, bukan tidak bersyukur tapi memang aku tidak terbiasa. Bahkan, saat pertama ke rumah ini kami harus membangun kamar baru yang sangat sederhana dari kasibot di bagian belakang rumah dekat dengan dapur. Ibu sedang duduk di ruang tamu saat aku dan mas Rusdi masuk, ada mas Haidar juga yang duduk di samping kanannya. Ibu melirik tidak suka ke arahku, sementara mas Haidar, tatapannya itu selalu tajam entah kenapa dia sepertinya sangat membenciku. Entah ada dendam apa sebenarnya dia itu. "Kalau ada masalah itu, jangan apa-apa lari ngadu ke orang tua, kayak anak kecil saja!" Itu celetukan mas Haidar, memang mulutnya lebih julid daripada perempuan aku heran ada model lelaki seperti itu. Aku ingin menimpali, tapi tangan mas Rusdi langsung menggenggam erat tanganku, aku

  • Melawan Ipar Sombong Dan Julid (Mereka Tak Tahu Aku Kaya)   Mereka Tidak Tahu Siapa Aku Sebenarnya

    WARISAN 6 "Nina? Kok kamu di sini? Sama siapa? Di mana Rusdi?" tanya Hendro~ayah Nina ketika melihat putrinya membuka pintu. Karena sakit hati, Nina memutuskan untuk pulang ke rumah orangtuanya tanpa berpamitan pada Rusdi. "Nina? Kamu nangis? Ya ampun? Kamu di apain di sana, Nak? Ayo duduk dulu!" Yeyen yang melihat sang putri datang dalam keadaan menangis langsung berlari merangsek dan memeluk putrinya. "Ceritakan, ada apa, Nak? Kamu kenapa pulang ke sini sendirian?" tanya Yeyen pelan. "Bu, kamu lebih baik ambil minum dulu untuk Nina!" titah Hendro. Nina menghela nafas, kemudian punggung tangan kanannya bergerak untuk menghapus air mata. "Mereka itu gila, Pak!" ucap Nina. "Siapa yang gila?" "Haidar dan ibunya," "Hus! Nina, kamu gak boleh bicara sembarangan soal ibu mertua kamu sendiri," tegur Hendro. Nina melengos. "Kamu diapain sama mereka, Nin? Dipukul? Ditampar? Cerita sama ibu!" Yeyen datang sambil membawa minum untuk Nina. "Enggak Mah. Nina gak diapa-apain. Cuman, si

  • Melawan Ipar Sombong Dan Julid (Mereka Tak Tahu Aku Kaya)   Menghasut

    WARISAN 5POV Haidar . "Makanya, kan sudah aku bilang lebih baik kamu diam saja! Gak usah ikut campur! Tahu kan akibatnya sekarang?" Aku tersenyum menyeringai. Mengingat saat ibu memarahi Nina tadi aku merasa sangat puas, apalagi sekarang ketika aku melihat perempuan menyebalkan itu menangis. Nina menoleh ke arahku, dia menghapus air mata menggunakan tangan kanannya lalu berjalan mendekat. Sejak tadi, aku sengaja mengadang nya di sini karena tahu Nina pasti akan lewat sini. "Mas Haidar! Kamu benar-benar keterlaluan. Aku heran kenapa ada orang licik seperti kamu! Jelas-jelas kamu yang duluan membahas soal warisan. Ingin membagi nya hanya berdua dengan Ayu. Kenapa kamu fitnah aku?! Kamu sengaja bicara pada ibu seolah-olah aku yang menginginkan warisan itu, kan?! Supaya ibu marah sama aku?" "Haha, iya! Memang aku sengaja. Kenapa? Kamu gak terima? Sudahlah orang miskin kaya kalian itu harusnya diam saja, nurut saja apa kata aku. Kamu tahu kan? Tanah itu akan lebih bermanfaat kalau aku

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status