Share

Mereka Tidak Tahu Siapa Aku Sebenarnya

Author: Krisdian13
last update Last Updated: 2025-05-14 06:23:20

WARISAN 6

"Nina? Kok kamu di sini? Sama siapa? Di mana Rusdi?" tanya Hendro~ayah Nina ketika melihat putrinya membuka pintu.

Karena sakit hati, Nina memutuskan untuk pulang ke rumah orangtuanya tanpa berpamitan pada Rusdi.

"Nina? Kamu nangis? Ya ampun? Kamu di apain di sana, Nak? Ayo duduk dulu!" Yeyen yang melihat sang putri datang dalam keadaan menangis langsung berlari merangsek dan memeluk putrinya.

"Ceritakan, ada apa, Nak? Kamu kenapa pulang ke sini sendirian?" tanya Yeyen pelan.

"Bu, kamu lebih baik ambil minum dulu untuk Nina!" titah Hendro.

Nina menghela nafas, kemudian punggung tangan kanannya bergerak untuk menghapus air mata.

"Mereka itu gila, Pak!" ucap Nina.

"Siapa yang gila?"

"Haidar dan ibunya,"

"Hus! Nina, kamu gak boleh bicara sembarangan soal ibu mertua kamu sendiri," tegur Hendro.

Nina melengos.

"Kamu diapain sama mereka, Nin? Dipukul? Ditampar? Cerita sama ibu!" Yeyen datang sambil membawa minum untuk Nina.

"Enggak Mah. Nina gak diapa-apain. Cuman, sikap mereka ke Nina itu, sangat buruk."

"Buruk bagaimana? Kalau cerita itu jangan setengah-setengah, jangan bikin penasaran. Cerita yang jelas!" pinta Hendro.

Minta menatap sang ayah.

"Jadi gin, awalnya, Haidar sedang membahas tanah warisan, dia ingin mengambil bagian lebih besar dan tidak ingin memberikan hak pada Mas Rusdi dan Reihan. Aku yang mendengar itu jelas protes tapi Haidar malah mengatakan kalau aku cuman menantu dan tidak berhak ikut campur!"

"Kemudian, aku melihat kondisi Bapak mertua ku yang semakin parah. Aku ingin mengajaknya berobat, karena itu aku usulkan pada ibu mertua untuk menjual sedikit tanah mereka untuk biaya berobat bapak,

Tapi ibu malah marah-marah dan mencaci maki aku, mengatai aku menantu gila, tidak tahu diri dan hanya ingin mendapatkan keuntungan dari tanah itu, katanya aku ingin merebut tanah itu!" ucap Nina air matanya kembali menetes kala mengingat ucapan ibu mertuanya.

"Kan sudah mama bilang dari awal, kamu jangan menikah dengan Rusdi. Masih banyak lelaki lain di dunia ini yang lebih baik. Ada Arya yang lebih ganteng, lebih keren dan lebih segalanya tapi kamu malah memilih menikah dengan lelaki yang kamu bilang cinta pertama kamu itu!"

"Pernikahan kan bukan cuman soal dua orang, tapi dua keluarga. Jadi kamu jangan hanya melihat bagaimana sikap calon suami kamu saja, tapi juga keluarga nya! Sekarang, apa yang ibu takutkan akhirnya kejadian kan!"

Hendro bangkit, mengusap punggung Yeyen dengan pelan. "Sudah sayang, tenang ... Duduk dulu." "Selama Rusdi masih membela Nina, semua akan baik-baik saja."

"Mas Rusdi juga sama saja kok, Pah!"

"Nah kan, Rusdi juga sama aja!" protes Yeyen

"Iya, dia sama saja..Aku ke sini justru karena dia. Papah tahu, apa yang dilakukan Mas Rusdi saat tahu aku baru saja bertengkar dengan ibunya? Dia malah memarahi aku dan menyuruh aku berhenti untuk mengurusi keluarga nya. Dia tidak membelaku!" Dada Nina naik turun.

"Nina, apa yang dikatakan Rusdi ada benarnya,"

Mata Nina memicing. "Apa?! Apa maksud papah? Papah juga mau membela mereka? Dan mengatakan kalau Nina salah? Nina cuman berusaha meluruskan apa yang salah, Pah!"

"Bukan, bukan begitu maksud papah. Tapi, soal tanah warisan itu, sebaiknya kamu memang tidak ikut campur. Harusnya Rusdi yang bicara soal itu."

"Nah, masalahnya Mas Rusdi diam saja, Pah. Dia gak mau bicara dan malah membiarkan adik dan kakak iparnya."

"Pasti Rusdi punya alasan. Papah tahu, maksud kamu baik tapi tanggapan orang tidak semua baik. Jadi saran papah, mulai sekarang gak usah lagi membahas soal tanah milik Sudar dan gak usah ikut nimbrung kalau Haidar sedang membicarakan soal itu."

"Memang! Aku tidak akan ikut campur lagi. Apapun yang terjadi, mau diapakan tanah itu aku gak peduli. Gak akan pernah!!" Dada Nina naik turun dengan wajah yang merah padam.

"Sudah-sudah, kamu tenang dulu. Ayo diminum dulu itu minuman yang sudah disiapkan mamah."

Nina mengambil gelas bening berisi air berwarna orange lalu meminumnya, jus jeruk dingin itu sedikit membantu meredakan amarahnya yang tadi membara.

"Aku cuman kasihan sama kondisi bapak mertua ku, Pah. Kayaknya Bu Sumi sama anak-anaknya gak bener ngurus beliau,"

"Gak bener? Gak bener gimana?"

"Iya gak bener, gak diajak berobat ke tempat yang lebih oke fasilitas nya, gak diperhatikan keadaannya pas di rumah, gak telaten ngurusnya. Apalagi Haidar itu, dia kayaknya malah emang pengen bapak nya cepet-cepet ma-ti!"

"Astaghfirullah, Nina! Jaga ucapan kamu!" sentak Hendro.

"Lah emang iya kok, Pah. Aku denger sendiri Haidar bilang begitu."

Hendro terlihat murung. "Kasihan sekali Sudar kalau memang begitu keadaannya, dulu sebelum kamu menikah sama Rusdi, papah sudah pernah menawarkan diri membawa Sudar ke rumah sakit. Rusdi mau dan keadaan nya sedikit membaik sampai akhirnya kamu menikah itu. Dan sejak itu Sumi bilang papah tidak perlu lagi membantu nya"

"Nah, kan. Emang aneh keluarga itu! Mas Rusdi juga, dia sama saja malah belain ibu dan kakaknya! Menyebalkan!" Nina bicara bersungut-sungut sampai mulutnya maju mencucu.

"Nina, kamu harus sabar. Jangan berprasangka begitu, siapa tahu Rusdi punya alasan kamu harusnya tanya dulu sama dia, selesaikan masalahnya jangan malah kabur ke sini," tegur Hendro.

"Papah ini gimana, wong anak main ke rumah sendiri kok dilarang." Yeyen ikut berkomentar membela putrinya.

"Bukan melarang, papah jelas senang kalo Nina mau main, kapanpun pintu rumah selalu terbuka, masalahnya sekarang dia sedang ada masalah dan masalah harus diselesaikan, sekarang kamu pulang ya, Nin. Rusdi pasti khawatir nyariin kamu."

"Gak mau!! Nina mau di sini dulu,"

"Nina, jangan begitu nanti suami kamu—"

"Assalamualaikum!"

Nina dan Yeyen kompak menatap Hendro.

"Tuh kan, suami kamu nyariin kamu ke sini," ucap Hendro sambil berdiri bersiap membuka pintu.

"Pah! Bilang aku gak ada di sini!" ucap Nina tapi Hendro mengabaikan nya.

Nina bete, karena papahnya tidak bisa diajak kerjasama. Rusdi masuk dengan wajah khawatir dia bingung karena sudah mencari Nina ke mana-mana tidak ada.

"Kamu kenapa malah ke sini sih, Dek?" tanya Rusdi lembut.

"Iya emang kenapa? Ini rumah orangtua ku, aku bebas ke sini."

"Iya, tapi kenapa gak bilang sama aku? Kan aku jadi khawatir."

Nina melengos, tidak menjawab.

"Nin, kamu marah ya?"

"Pikir aja sendiri! Istri mana yang gak marah kalau habis berantem sama mertua, mertua yang salah tapi suami malah belain ibunya sendiri. Istrinya malah dimarahin!"

Rusdi menghela nafas, lalu berusaha memegang tangan Nina.

"Nin, Mas minta maaf. Maksud Mas bukan begitu,"

"Terus apa? Mas bentak aku, nyalahin aku karena aku ikut campur. Aku bicara karena aku kasihan sama kamu dan kasihan sama bapak kamu, Mas! Kamu ngerti gak, sih?!" Nina kesal sekali, Rusdi ini benar-benar keterlaluan.

"Mas tahu, Dek. Tapi maksud Mas nyuruh kamu gak ikut campur itu, supaya kamu gak sakit hati. Mas tahu seperti apa sifat ibu dan saudara Mas, mereka gak akan dengerin kamu. Mereka justru akan memfitnah kamu, Mas gak mau kamu dimarahi mereka, dan dituduh begitu jadi lebih baik kamu diam. Kamu ngerti kan?"

Nina mendongak, menatap suaminya.

"Mulai sekarang, urus urusan kita saja ya, Dek? Kita saja, aku dan kamu. Untuk ibu dan bapak, kita rawat mereka semampu kita tapi soal harta gak usah pake harta mereka, pakai yang kita punya saja supaya apa? Supaya gak ada yang bisa nyakitin hati kamu lagi, kamu paham kan? Mas gak mau kamu kenapa-kenapa, Mas Haidar itu, kadang dia kasar loh."

"Biarkan saja! Biarkan Mas gak dapat warisan, biarkan. Toh ibu dan bapak juga masih hidup, jujur Mas gak pernah berharap soal tanah itu. Lebih baik kita berdiri di kaki kita sendiri, paham kan maksud Mas?"

Nina mengangguk. Oke Nina mengerti sekarang. Dan dia akan tunjukkan pada Haidar yang sombong itu, kalau dia juga bisa sukses melebihi kakak ipar nya itu. Haidar tidak tahu saja, kalau sebenarnya Nina adalah anak orang kaya.

Dulu, Hendro dan Yeyen memang tinggal di kampung sini, tetanggaan dengan Sudar tapi mereka memutuskan untuk pergi ke pusat kota dan Hendro sukses membangun bisnis di sana. Beberapa tahun kemudian, Hendro kembali ke sini karena rindu suasana rumah lama.

Tapi entah dapat informasi dari mana seantero kampung gempar mengabarkan kalau Hendro dan Yeyen kembali karena sudah bangkrut.

Hendro yang merasa itu tidak penting, dan malas berdebat membiarkan kabar itu meluas sehingga orang-orang termasuk Sumi dan anak-anak nya mengira Hendro sekarang miskin padahal tidak!

Karena sudah terlanjur, dan juga permintaan Nina akhirnya sampai sekarang pun Hendro menutupi kebenarannya bahwa sebenarnya dia kaya raya!!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Melawan Ipar Sombong Dan Julid (Mereka Tak Tahu Aku Kaya)   Awal Pembalasan

    WARISAN 10 Aku tertegun, duduk diam sambil menekuk lutut. Udara rasanya pengap sekali, seperti tidak ada oksigen, aku kesulitan bernafas. Kubiarkan laptop yang tadi sangat aku khawatirkan tetap tergeletak di lantai, sekarang semua rasanya sudah tidak penting lagi. "Kalau ibu usir Nina, itu artinya ibu juga ngusir aku," Aku memejamkan kedua mata dengan erat, ketika mendengar apa yang dikatakan mas Rusdi di luar sana. "Gila kamu Rus!! Kamu lebih milih wanita lain daripada ibu kamu sendiri?!" suara Mas Haidar terdengar menggelegar. "Tega kamu, ya!" "Tapi Nina bukan wanita lain, Mas. Dia istriku sekarang. Dia itu tanggungjawab ku! Apapun yang terjadi sama dia, aku akan mendampingi nya!" Tes! Airmataku jatuh, aku memang tidak salah memilih mas Rusdi sebagai suami, terlepas dari semua kekurangan nya tapi dia ternyata benar-benar mencintai aku. "Jadi, kamu lebih memilih wanita itu?" Kini yang aku dengar adalah suara ibu, suaranya sudah lebih tenang tidak terdengar bergetar lagi mes

  • Melawan Ipar Sombong Dan Julid (Mereka Tak Tahu Aku Kaya)   Rencana Haidar Berhasil

    WARISAN 9 Aku menatap lembaran uang yang berhamburan di lantai mengambilnya lalu kembali melempar uang itu ke arah mbak Sinta tepat nya di muka nya yang menor itu! "Cukup ya mbak! Maksud mbak apa bersikap begini, hah??? Kenapa mbak tiba-tiba marah dan ngatain aku korupsi sampai melempar uang segala? Mbak Bersikap seolah-olah aku ini babu, tukang masak nya mbak?? Sorry ya! Aku gak sudi!!" "Asal mbak tahu, aku ke sini karena perintah ibu untuk mengantar makanan ini buat mbak dan mas Haidar. Uang yang dipakai untuk belanja juga uangku pribadi bukan dari ibu apalagi mbak!! Memangnya mbak pernah kasih uang? Kapan? Orang pelit kayak mbak, mana mungkin mau kasih uang!!" "Hehhh kurang ajar kamu ya!" "Yang kurang ajar itu mbak! Ngaca dongg!!! Sudah mending diantarkan makanan tapi malah ngelunjak!" "Kamu?? Berani ya! Makanan gak enak aja bangga!!" "Oh ya? Gak enak ya? Yaudah sini balikin kalau gak enak!!"Aku berusaha merebut kembali makanan yang tadi aku bawa, tapi mbak Sinta menahannya

  • Melawan Ipar Sombong Dan Julid (Mereka Tak Tahu Aku Kaya)   Sombong!

    WARISAN 8 Pagi ini, aku sedang menyapu halaman rumah saat tiba-tiba saja sebuah mobil pengantar barang bangunan berhenti di depan rumah. "Mbak! Maaf numpang tanya," tanya sopir itu tanpa turun dari mobilnya."Tanya apa ya, Mas?" "Rumahnya mbak Santi di mana, ya?" "Mbak Santi? Oh, lurus saja, itu rumah yang warna ungu, dan pagarnya hitam, itu rumahnya!" Bisa kulihat lelaki itu tersenyum setelah mengucapkan terimakasih. Aku hendak kembali menyapu ketika menyadari kalau di dalam mobil itu juga ada mas Haidar. "Loh? Oh ... Manas-manasi ceritanya? Dasar kakak ipar e-dan!" Makiku ... Aneh sekali, kok ada model kakak ipar seperti itu. Untuk apa coba dia pura-pura bertanya alamat istrinya sendiri."Kamu ngomong sama siapa, Dek?" tanya Mas Rusdi yang datang dengan secangkir kopi. "Ngomong sendirian." "Loh? Masih pagi ini loh, Dek ... Udah ngomong sendirian aja. Nanti dilihat tetangga dikiranya kamu ... " Mas Rusdi tidak melanjutkan kalimatnya. "Dikira aku apa? E-dan? Yang E-dan itu

  • Melawan Ipar Sombong Dan Julid (Mereka Tak Tahu Aku Kaya)   Keputusan Ibu

    WARISAN 7Aku akhirnya memutuskan untuk pulang, meski sebenarnya aku sempat keberatan untuk tinggal di rumah itu lagi, aku ingin tinggal di rumah orangtua ku saja.Di rumah mas Rusdi sempit, sedangkan yang menghuni lima orang, bukan tidak bersyukur tapi memang aku tidak terbiasa. Bahkan, saat pertama ke rumah ini kami harus membangun kamar baru yang sangat sederhana dari kasibot di bagian belakang rumah dekat dengan dapur. Ibu sedang duduk di ruang tamu saat aku dan mas Rusdi masuk, ada mas Haidar juga yang duduk di samping kanannya. Ibu melirik tidak suka ke arahku, sementara mas Haidar, tatapannya itu selalu tajam entah kenapa dia sepertinya sangat membenciku. Entah ada dendam apa sebenarnya dia itu. "Kalau ada masalah itu, jangan apa-apa lari ngadu ke orang tua, kayak anak kecil saja!" Itu celetukan mas Haidar, memang mulutnya lebih julid daripada perempuan aku heran ada model lelaki seperti itu. Aku ingin menimpali, tapi tangan mas Rusdi langsung menggenggam erat tanganku, aku

  • Melawan Ipar Sombong Dan Julid (Mereka Tak Tahu Aku Kaya)   Mereka Tidak Tahu Siapa Aku Sebenarnya

    WARISAN 6 "Nina? Kok kamu di sini? Sama siapa? Di mana Rusdi?" tanya Hendro~ayah Nina ketika melihat putrinya membuka pintu. Karena sakit hati, Nina memutuskan untuk pulang ke rumah orangtuanya tanpa berpamitan pada Rusdi. "Nina? Kamu nangis? Ya ampun? Kamu di apain di sana, Nak? Ayo duduk dulu!" Yeyen yang melihat sang putri datang dalam keadaan menangis langsung berlari merangsek dan memeluk putrinya. "Ceritakan, ada apa, Nak? Kamu kenapa pulang ke sini sendirian?" tanya Yeyen pelan. "Bu, kamu lebih baik ambil minum dulu untuk Nina!" titah Hendro. Nina menghela nafas, kemudian punggung tangan kanannya bergerak untuk menghapus air mata. "Mereka itu gila, Pak!" ucap Nina. "Siapa yang gila?" "Haidar dan ibunya," "Hus! Nina, kamu gak boleh bicara sembarangan soal ibu mertua kamu sendiri," tegur Hendro. Nina melengos. "Kamu diapain sama mereka, Nin? Dipukul? Ditampar? Cerita sama ibu!" Yeyen datang sambil membawa minum untuk Nina. "Enggak Mah. Nina gak diapa-apain. Cuman, si

  • Melawan Ipar Sombong Dan Julid (Mereka Tak Tahu Aku Kaya)   Menghasut

    WARISAN 5POV Haidar . "Makanya, kan sudah aku bilang lebih baik kamu diam saja! Gak usah ikut campur! Tahu kan akibatnya sekarang?" Aku tersenyum menyeringai. Mengingat saat ibu memarahi Nina tadi aku merasa sangat puas, apalagi sekarang ketika aku melihat perempuan menyebalkan itu menangis. Nina menoleh ke arahku, dia menghapus air mata menggunakan tangan kanannya lalu berjalan mendekat. Sejak tadi, aku sengaja mengadang nya di sini karena tahu Nina pasti akan lewat sini. "Mas Haidar! Kamu benar-benar keterlaluan. Aku heran kenapa ada orang licik seperti kamu! Jelas-jelas kamu yang duluan membahas soal warisan. Ingin membagi nya hanya berdua dengan Ayu. Kenapa kamu fitnah aku?! Kamu sengaja bicara pada ibu seolah-olah aku yang menginginkan warisan itu, kan?! Supaya ibu marah sama aku?" "Haha, iya! Memang aku sengaja. Kenapa? Kamu gak terima? Sudahlah orang miskin kaya kalian itu harusnya diam saja, nurut saja apa kata aku. Kamu tahu kan? Tanah itu akan lebih bermanfaat kalau aku

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status