Share

Aku Juga Bisa, Mas!

Saat mendengar kondisi kesehatan papa, aku urung untuk mengatakan semuanya. Bagaimanapun ini sangat beresiko, papa harus benar-benar sehat saat mendengar semua ini.

Untunglah mama belum tahu soal mas Dafri. Mama tahu soal kehamilanku karena dokter yang kudatangi ternyata anak teman mama, aku bahkan tidak tahu soal itu.

"Sekarang temui papa. Papa pasti akan senang." Mama tersenyum menatapku, meyakinkanku untuk bicara pada papa.

Niatku datang memang untuk itu.

Setelah menganggukan kepala, langkahku terayun menuju kursi tempat papa duduk.

"Pa …."

Lelaki paruh baya itu mendongak. Dan yang pertama kulihat adalah senyumnya. Sudah lama sekali aku merindukan tatapan hangat papa dan juga senyumnya. Papa menggeser tubuhnya memberikanku ruang untuk duduk.

"Duduk, Nak."

Dengan ragu aku duduk di samping papa.

Bingung harus memulai semuanya dari mana.

Beberapa saat aku terdiam, papa pun tidak bicara seperti menungguku mengawali.

"Maaf …." Hanya satu kata itu yang lolos dari bibir diiringi isak tangis yang tak tertahankan karena memang aku merasa amat menyesal.

Papa menoleh, menaruh buku di pangkuannya dan merentangkan tangan. Tanpa berpikir lagi aku langsung berhambur memeluknya.

"Papa juga minta maaf. Tidak seharusnya papa menentang hubungan kalian, kamu yang lebih tahu lelaki seperti apa yang bisa membuatmu bahagia."

Jantungku seperti ditusuk belati, rasanya sakit tak tergambarkan.

Lelaki yang kupilih hanya memberikan kebahagiaan sesaat sebelum memberikan penderitaan dan luka yang akan mungkin tidak akan sembuh.

Aku masih beruntung karena hubunganku dan papa tidak benar-benar putus karena lelaki bajingan itu. Setelah ini aku tidak menjamin apakah aku bisa kembali jatuh cinta atau tidak. Mas Dafri sudah menghancurkan kepercayaanku, membuatku enggan percaya lagi pada laki-laki.

Datang membawa kabar baik dan buruk. Saat ini hanya kabar baik yang akan kusampaikan.

"Apa mama sudah mengatakan soal aku?" tanyaku setelah papa melepaskan pelukannya.

Papa menggelengkan kepala, "Mamamu tidak ada cerita apa-apa."

Senyumku tersungging, "Nanti papa dan mama tidak akan kesepian lagi di rumah." Kugenggam tangan keriput itu dengan erat.

"Kamu mau mengadakan acara di sini?"

Aku terkekeh geli, "Bukan, Pa. Sebentar lagi papa bisa melihat cucu yang selama ini papa tunggu."

Mata papa langsung berkaca-kaca. Selama ini orang tuaku jelas menunggu kehadiran seorang cucu setelah beberapa tahun aku dan mas Dafri menikah.

Tapi kenapa benih ini harus dari lelaki brengsek sepertinya. Aku harap tidak akan ada keburukan mas Dafri yang turun pada anakku. Begitu pun keburukanku.

Aku sudah mengatakan pada mama dan papa untuk tidak mengatakan ini pada mas Dafri, berdalih ingin memberikannya kejutan.

***

Ekor mataku melirik mas Dafri yang terlihat gelisah berdiri di samping mobil sedangkan aku ada di dalam cafe dan menunggu kedatangan teman lama sekaligus orang yang akan bekerjasama. Sengaja memilih cafe agar lebih santai.

"Elea."

Sontak mendongak menatap sosok yang kutunggu, dia berjalan menghampiri dan berhambur memelukku.

"Jo." Aku balas menyapanya sambil menepuk punggung lelaki itu.

Tak kulihat mas Dafri di luar, saat pandanganku tertuju ke pintu masuk ternyata dia berjalan mendekat ke arahku.

Sudah bisa ditebak apa yang akan dilakukannya.

Mas Dafri menarik pundak Jordi menjauh hingga pelukan kami terlepas.

"Woah. Pak Dafri, anda cemburu? Santai saja, aku dan istrimu ini hanya teman, sekarang teman biasa, entah bisa atau tidak nanti menjadi teman hidup," ujar Jordi lalu duduk lebih dulu, dia terlihat santai dan merasa tidak bersalah karena memang kami tidak melakukan apapun.

Jordi memang suka sekali bergurau. Mungkin orang akan menganggapnya serius jika tidak benar-benar mengenalnya.

"Dia istriku, jangan menyentuhnya!" tegas mas Dafri.

"Mas. Silahkan tunggu di tempat lain, aku di sini akan membicarakan pekerjaan dengan Jordi."

Mas Dafri malah ikut duduk. Dia benar-benar menguji kesabaranku.

"Silahkan, aku akan diam dan tidak mengganggu."

Kita lihat berapa lama dia bisa diam.

Dia cemburu melihatku berpelukan dengan Jordi tapi dengan tidak tahu malunya berani tidur dengan wanita lain. Cih! Menjijikan.

"So, kontrak yang kau berikan sudah kupelajari. Aku sudah menandatangani dan mengirimkan kembali ke emailmu. Tapi tidak bisakah kontraknya diperpanjang?"

Sebelah alisku terangkat, "Diperpanjang?"

"Rasanya aku ingin bekerjasama denganmu seumur hidup, Baby." Jordi berucap dengan gelak tawa. Aku tahu dia hanya bergurau tapi itu sukses membuat wajah Mas Dafri merah padam.

"Why not. Tentu saja aku bersedia asal kau juga mau menjadi bodyguard gratisan untukku."

"24 jam siap melayani anda, Madam!"

"Rasanya hidupku akan sempurna. Ya meski kau tidak setampan mantanku, setidaknya bisalah dipakai untuk cuci mata."

Tangan mas Dafri mengepal, dia pasti menahan amarahnya.

Aku juga bisa membuatmu terbakar, Mas! Kau pikir hanya kau saja yang bisa.

Bersambung ….

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status