Home / Young Adult / Memantai [Tamat] / 3. Perkenalan dalam Kelompok

Share

3. Perkenalan dalam Kelompok

last update Last Updated: 2021-09-02 13:39:59

Beberapa waktu pun berlalu. Pengarahan dari dosen koordinator sudah selesai. Beberapa pemuda kemudian berdiri dan saling mengeluarkan suara lantang.

“Kelompok Pahawang bisa berkumpul di sini!”

ucap Ridwan.

“Kelompok Mesuji.. mana yang kelompok Mesuji?”

“Liwa sini Liwa!”

“Maringgai? Ada yang Maringgai?”

suara para pemuda yang diperkirakan sebagai ketua kelompok itu terdengar meriuh memecah suasana hening semasa pengarahan dari dosen tadi.

Suasana ruangan itu kemudian riuh dengan suara-suara pertanyaan para mahasiswa dan seretan kursi lipat di lantai.

Ridwan, Ronco, Lili, Riris, Rianti, Wandi, dan Emmy pun berkumpul duduk membentuk lingkaran. Mereka saling memandang satu sama lain, mencoba mengenali wajah teman-teman sekelompoknya.

Emmy dan Rianti saling melempar senyum. Ronco dan Riris memperhatikan Ridwan bicara memberi informasi. Sedangkan, Wandi hanya sibuk pada ponsel yang ia pegang sedari tadi. Lili memandangi Wandi dengan sedikit kesal.

Setelah itu mereka saling berkoordinasi dalam satu grup W******p. Ada yang saling bertukar nomor WA antar pribadi, dan ada pula yang mengobrol akrab perihal pendapat mereka mengikuti program mahasiswa yang langsung terjun ke masyarakat pelosok itu.

Lili hanya bicara secukupnya. Yang terpenting adalah ia sudah dimasukkan ke dalam grup WA untuk mendapatkan informasi lebih lanjut.

Lili adalah mahasiswi yang paling detil memperhatikan dokumen. Ia sudah hafal isi buku panduan yang dibagikan karena sebelum acara pembekalan tadi dimulai, ia menyempatkan diri untuk membacanya sambil menunggu acara dimulai.

“Aduh, gimana ya kalau saat di lokasi sewaktu-waktu ada di antara kita yang punya keperluan pribadi urgent banget jadi harus pulang?”

tanya Rianti.

“Kalau seperti itu, maka semua anggota kelompok harus mengetahui salah seorang yang akan ijin pulang itu. Nanti di sana kan akan ada semacam induk semang. Nah, orang yang akan ijin pulang bersama ketua kelompok wajib berdiskusi dulu dengan induk semang,”

jelas Lili dengan nada yang mantap.

“By the way, Mbak. Kok elu tahu banget sih? emang Mbak sudah pernah ikut KKN sebelumnya ya?”

tanya Emmy kepada Lili.

“Enggak. Ini KKN pertama saya juga. Saya tadi sempat baca buku ini. Di sini dijelaskan kok,”

ucap Lili sambil mengangkat buku panduan KKN.

“Hemh.. Rajin,”

ucap Wandi sambil tersenyum miring seolah sedang mengolok Lili.

“Ya memang benar sih. Buku ini kan memang untuk dibaca. Kayaknya kita semua memang seharusnya baca buku ini sampai khatam sebelum berangkat,”

ucap Ronco.

“Yup, bener banget. Tapi teman-teman yang lain juga jangan ragu untuk membantu anggota yang kebingungan atau butuh bantuan. Ingat, kita ada dalam satu tim,”

ucap Ridwan.

“Dan bagi yang butuh bantuan.... juga jangan gengsi bilang ke teman-teman lain kalau sedang butuh bantuan! Jangan gengsi apalagi sok jago!”

ucap Riris sambil melirik tajam ke arah Wandi.

“Hah?”

Wandi tertawa kecil sambil menunjuk ke wajahnya sendiri. Ia lalu memalingkan wajah dengan mimik sombong dari arah Riris.

Proses saling mengenal pada pertemuan pertama antara mahasiswa itu berlangsung tidak begitu mulus. Masing-masing masih saling mempertahankan ego mereka.

“Aduh.. Tipe-tipe mahasiswa yang begini ni yang akan jadi beban kelompok! Kenapa aku harus satu kelompok dengan orang ini sih?”

keluh Lili membatin sambil memandangi Wandi.

“Gayanya sombong sekali. Ih, caranya memegang ponsel pun seperti itu. Biar apa sih? Biar semua orang tahu kalau ponsel itu ada logo apelnya? Memangnya dia siapa sih? Anak sultan?”

ucap Lili membatin.

“Lihat saja nanti. Menurut pengalamanku, orang yang sombong seperti ini akan susah menyesuaikan diri di pelosok. Ya, ampun.. Sepertinya benar, dia adalah beban dalam kelompok ini,”

ucap Lili membatin lalu memejam dan menepuk keningnya dengan telapak tangannya.

“Lu kenapa, Mbak Li?”

tanya Riris yang memperhatikan Lili.

“Enggak.. Enggak apa-apa. Kurang minum aja kayaknya. Jadi agak pusing sedikit gitu,”

jawab Lili kepada Riris lalu melirik Wandi.

******

Di halaman gedung usai keluar dari ruangan pada acara pembekalan KKN tadi.

“Syiiiiiiiiiiiiit...” (suara rem sepeda mountain-bike Lili)

“Ya ampun! Matanya kemana sih Mas?”

ucap Lili kesal kepada Wandi yang berjalan sambil memandangi ponsel yang ia pegang.

Wandi terus saja berjalan tanpa memberikan respon apapun kepada Lili. Lili masih berhenti dan memandangi Wandi.

Wandi berjalan menuju tempat parkir mobil. Ia merogoh sakunya kemudian menekan remot yang membuat lampu mobil double gardan-nya berkedip dan berdecit.

“Oh, jadi benar. Ternyata dia anak sultan! Awas saja nanti kalau sampai merepotkanku di lapangan!”

ucap Lili kesal.

“Wey.. Asik benar gaya Lo, Li. Pakai MTB ke kampus. Lo cewek loh padahal,”

ucap Ridwan yang tiba-tiba hadir mengejutkan Lili yang sedang memandangi Wandi dari kejauhan.

“Eh, Pak Ketua. Biasa aja sih, saya memang suka pakai ini di kampus,”

ucap Lili.

“Eh, tunggu! Tadi kamu bilang ‘aku cewek’. Memangnya kenapa kalau cewek? Apakah aneh kalau cewek pakai MTB?”

tanya Lili.

“Hehe.. Sekarang elo ada di mana, coba elo perhatikan! Lihat tuh, cewek-cewek sini tunggangannya roda empat. Takut kulitnya terbakar matahari,”

ucap Ridwan yang melemparkan pandangan mereka ke sekeliling.

“Hehe.. Iya.. Kalau begitu saya akan kembali ke habitat dulu. Saya duluan ya Pak Ketua..”

ucap Lili pamit. Ia kemudian langsung mengayuh sepedanya pergi.

“Lain kali jangan panggil gua ‘Pak Ketua’ lagi ya!”

teriak Ridwan kepada Lili yang sudah beranjak pergi.

Lili lalu merentangkan tangan kanannya dan menunjukkan jempolnya sambil memunggungi Ridwan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Memantai [Tamat]   52. Tertangkapnya Tersangka

    Malam pun tiba. Peserta KKN sudah tertidur pulas. “Uhuk.. Uhuk... Hah!” “Keebaakaaraan!” “Tolooong! Toloong!” “Emmy bangun Mik!” “Ayo kita keluar!” Rianty, Lili, Riris dan Emmy pun berhasil keluar dari penginapan mereka yang terbakar setelah melewati kobaran api yang sempat mengurung mereka. Tangan Emmy terlukan karena mencoba menahan kayu yang tiba-tiba jatuh karena terbakar. Sedangkan Riris lemas dan hampir kesulitan bernapas. Demikian pula dengan penginapan Ronco, Wandi dan Ridwan. Penginapan mereka juga terbakar. Untungnya tidak ada korban jiwa di sana. Ronco dan remaja yang menginap untuk bermain playstation di sana ikut terluka. Kejadian malam itu begitu menghebohkan warga setempat. ** Hari pun berlalu. Peserta KKN dipulangkan karena panitia KKN tidak ingin mengambil resiko lebih jauh atas keselamatan para mahasiswa itu. Pihak universitas pun bertanggungjawab pada perawatan kesehatan para peserta KKN yang menjadi korban kebakaran. * Sekembali para peserta KKN

  • Memantai [Tamat]   51. Ditenangkan Sahabat

    Waktu istirahat siang pun tiba. Setelah membersihkan diri, para peserta KKN pun makan siang bersama di halaman penginapan Ronco, Ridwan dan Wandi.Lili duduk di dekat Wandi. Wandi tampak tidak mengacuhkannya, namun ketika Ronco mengajak ngobrol Wandi, dengan riangnya Wandi berbalas ucapan dengan Ronco, juga teman-teman lainnya.Lili nampak murung. Ia tidak mengerti dengan sosok yang disukainya itu.“Apakah Wandi sudah memperdayaiku? Dia memang memperdayaiku, sepertinya. Karena dia dengan mudah bisa mencium perempuan, lalu tiba-tiba menyukainya,” batin Lili.TIIING...“Apa kabar?” Lili mengirim chat ke ponsel Wandi. Wandi membukanya, namun menaruhnya kembali tanpa membalas pesan Lili itu. Lalu, ia melirik Lili sebentar dan mengalihkan pandangannya kembali.TIIING...“Ada apa?” Lili kembali mengirim pesan ke ponsel Wandi, namun kali ini ia tidak merespon notifikasi di ponselnya itu.Mata Lili berkaca, ia sudah tak sanggup lagi menahan kekecewaannya. Ia pun pergi, kemudian Rianty

  • Memantai [Tamat]   50. Mulai Terkuak

    Wandi lalu bergantian memandangi tiga orang yang berpenampilan sebagai nelayang yang baru saja menolongnya itu. Ia sedikit banyaknya mampu mengenali masyarakat nelayan asli pulau ini, dan ia tidak mengenali mereka.

  • Memantai [Tamat]   49. Tersangka

    Beberapa waktu kemudian di balai desa. Para peserta KKN berkumpul untuk membicarakan program KKN mereka.“Jadi ide apa Wan yang katanya tadi mau lu sampein ke kita-kita di sini?” ta

  • Memantai [Tamat]   48. Jadian

    Hari ini benar-benar di luar dugaan. Wandi telah berhasil mengungkapkan perasaannya dan Lili mampu mengorek sedikit informasi yang dibutuhkan Wandi untuk penyelidikan kasus perusakan lingkungan di lokasi KKN. Informasi yang cukup penting.Wandi dan Lili masih duduk bersama di atas akar banir kering itu, tiba-tiba.KRAAK.. SRUUK SRUUK...Terdengar ranting patah dan belukar di sekitar sumber suara itu bergerak.“Hei! Siapaaa ituu...?” teriak Wandi.“Sepertinya ada orang di sana!” ucap Wandi pelan kepada Lili. Lili ikut memperhatikan dengan seksama, namun mereka tidak menemukan siapapun di balik belukar itu.Itu sebenarnya adalah Arif yang diam-diam memperhatikan mereka. Bersamaan dengan suara-suara tadi Arif telah dengan cepat meninggalkan tempat itu. Arif meninggalkan mereka

  • Memantai [Tamat]   47. Orang-orang Mencurigakan

    Flash back, kembali pada saat para peserta KKN mengantar dosen koordinator yang mengunjungi mereka hingga ke dermaga pulau. Lili kembali ke penginapan usai pengantaran dosen ke dermaga, ia berboncengan motor dengan Ridwan. Lili mengangkap sekelibatan sosok dua orang yang tampak mencurigakan. Kedua orang yang tak dikenal itu tampak mengendap-endap dan sesekali meihat ke sekeliling. Mereka tampak berjalan di atas akar-akar banir mangove Rhizophora yang panjang-panjang. Akar-akar itu seperti cakar-cakar burung besar yang bercokol mantap di atas daratan belumpur di tepian pulau. Hutan mangrove memang cukup tebal di tepian pulau ini. Untuk itu perlu bekerja keras untuk berjalan di atasnya. “Apa yang dilakukan mereka di sana?” batin Lili melihat mereka saat lewat dengan motor. “Apakah mencari kepiting? Mencari kepiting tapi kok celingukan begitu? Jangan-jangan mereka mau mencuri kayu mangrove?” batin Lili kembali.

  • Memantai [Tamat]   46. Sebuah Petunjuk

    “Duduk dulu aja sini. Ngomong-ngomong kamu haus ga? Panas banget ya,” ucap Wandi.Lili lalu duduk di akar banir yang memanjang terhubung dengan akar banir yang Wandi duduki.Setelah Lili duduk, Wandi justru berdiri.“Tunggu di sini sebentar,” ucap Wandi.Wandi pun pergi kemudian kembali dengan membawa dua buah botol minuman teh kemasan. Ia memberikan sebotol kepada Lili lalu membuka botol miliknya dan meminum bagiannya.“Biasanya untuk menenangkan orang yang diintrogasi, orang itu diberikan teh untuk menenangkan pikirannya. Semoga cara ini berhasil. Semoga Lili bisa memberiku informasi lebih rinci,” batin Wandi.Wandi menatap dalam-dalam mata Lili.Lili lalu menyengir lemas kepada Wandi.“Kamu nungguin aku bicara? Astaga, aku ga inget apapun lagi Wandi. Mungkin bukan ga ingat tapi memang ga tahu, sebatas itu doang yang aku lihat,” ucap Lili.&ldq

  • Memantai [Tamat]   45. Daerah Keramat?

    Beberapa waktu kemudian di Pulau Pahawang.“Elu, Wandi. Kemana aja sih lu? Tuh, lihat tempat kita udah rame tuh. Para konglomerat itu ujug-ujug dateng aja mereka,” ucap Ronco.Masyarakat setempat dan para peserta KKN berdiri-berdiri di pantai yang dijaga para petugas keamanan sehingga menghalangi mereka berlalu lalang. Aktivitas para direktur itu menjadi semacam tontonan bagi masyarakat setempat. Terlebih ketika helikopter mendarat di sebuah lapangan di sana. Suara riuh anak-anak girang menyambutnya, walaupun masih kalah dengan suara baling-baling helikopter.“Iya, saya ada urusan aja tadi. Tadi saya...”belum usai Wandi berbicara, Ridwan pun memotong.“Jangan bilang semua ini ada hubungannya dengan kepergian lu semalem? Kenalan lu yang elu maksud itu mereka kan?” tebak Ridwan.“Nanti saya jelasin ya, yang penting semuanya harus dengerin saya, percayain semuany

  • Memantai [Tamat]   44. Penyelidikan

    Beberapa waktu kemudian di balai desa...“Wandi mana?” tanya Riris.“Entah. Sejak gua bangun tidur dia udah kaga ada. Pas gua ngejapri, dia bilang lagi ada urusan sama kenalannya terkait kebakaran semalam,” jelas Ridwan.**Sementara di saat yang sama, Wandi sedang bersama dengan Asisten Asmi di hotel Novotel Bandarlampung. Wandi sedang membicarakan hal yang cukup serius dengan asistennya itu sambil memperhatikan apa yang ada di layar leptopnya.**Semalam, seusai memadamkan api, Wandi dan Ridwan serta Ronco kembali ke penginapan. Namun, setelah Ridwan dan Ronco tertidur pulas, Wandi diam-diam pergi dijemput oleh Asisten Azmi yang datang dengan speedboat. Wandi bermaksud untuk segera menyidik kasus kebakaran di lokasi wisata mitra perusahaannya itu. Dengan cekatan Wandi pun dapat memperoleh data-data yang dibutuhkan kemudian melaporkan hal ini kepada CEO. Karena it

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status