Share

Kesempatan Kedua

Author: Risca Amelia
last update Last Updated: 2025-04-02 22:34:34

“Akhhhh!” Anaby merasa ditarik ke dalam kehampaan, membuat jiwanya serasa melayang bebas di antara dimensi yang tak kasatmata. 

Rasa sakit yang menyayat paru-parunya perlahan memudar, digantikan oleh ketenangan yang aneh.

Tiba-tiba saja, ada cahaya yang melingkupinya. 

Anaby tersentak.

Udara yang ia hirup bukan lagi aroma darah, melainkan wangi lembut lavender yang menenangkan–seperti aroma kamarnya waktu sebelum menikah?

Perlahan, Anaby membuka mata. 

Diedarkan pandangannya ke sekeliling. 

Dia berada di kamar tidurnya! Lalu, ada sebuah koper besar yang terbuka di lantai. 

Ingatan Anaby berputar liar. Bukankah ini adalah situasi di mana ia bersiap untuk meninggalkan rumah diam-diam? Kawin lari dengan Aslan?

Dalam sekejap, Anaby berusaha keras mencerna apa yang terjadi. 

Ia melangkah dengan hati-hati menuju cermin besar di meja rias dan menemukan kulitnya masih kencang dan bersinar sehat. 

Tubuhnya masih langsing dan bugar, tidak ada jejak kelelahan yang biasanya menghiasi wajahnya selama bertahun-tahun terakhir. 

Ia mengenakan blouse merah muda dengan celana kulot putih yang serasi. Jepit rambut kecil berbentuk bunga mawar menghiasi sisi kepalanya, membuatnya tampak manis dan polos—persis seperti dirinya sepuluh tahun yang lalu.

Anaby tersentak mundur. Tangannya terangkat, meraba wajahnya sendiri. Ini sungguh nyata. Bukan ilusi.

Dengan langkah terburu, ia berlari menuju dinding kamarnya. Jari-jarinya gemetar saat ia mencari kalender yang biasanya tergantung di sana. Begitu melihat angka demi angka yang tertera, mata Anaby terbelalak lebar.

Tanggal 12 April 2015.

Hari ini ia akan kabur dari rumah.

Anaby menutup mulutnya dengan tangan, tubuhnya menggigil. Ia tidak percaya, tetapi semua bukti ada di depan matanya.

Ia benar-benar kembali ke masa sepuluh tahun lalu, sebelum ia menikahi Aslan?

Apakah Tuhan benar-benar mengembalikannya ke masa lalu dan memberinya kesempatan kedua untuk memperbaiki kesalahannya? 

Jantungnya semakin berdebar ketika ia mendengar bunyi ketukan di pintu. 

"Ana, cepatlah keluar! Aslan sudah menunggumu di taksi." 

Suara yang begitu dikenalnya, suara yang tidak pernah ingin ia dengar lagi—Sandra. 

Di masa lalu, Sandra adalah sahabat yang paling ia percayai. Perempuan yang selalu ada untuknya, yang ia anggap saudara sendiri. Namun, di kemudian hari, Sandra adalah salah satu pengkhianat terbesar. 

Perempuan yang dengan wajah penuh kepura-puraan merayakan pernikahannya, tetapi diam-diam menjadi wanita simpanan suaminya. 

Toktoktok!

Di balik pintu, Sandra mengetuk sekali lagi. "Jangan terlalu lama, Ana. Kita harus segera pergi sebelum ayah dan ibu tirimu kembali. Aku akan membantumu membawa koper."

Tangan Anaby mengarah ke gagang pintu. Ia bisa merasakan detak jantungnya yang berpacu cepat di telinganya sendiri. Haruskah ia membukakan pintu itu? Haruskah ia mengulangi kesalahan yang sama?

Dulu, tanpa berpikir panjang, Anaby langsung membuka pintu dan mengikuti Sandra menuju taksi. Di setiap waktu, ia begitu percaya bahwa Aslan adalah cinta sejatinya, dan Sandra adalah sahabat terbaik yang ia miliki. Namun sekarang, ia sudah tahu bagaimana akhir dari kisah ini. Ia tahu betapa pahit pengkhianatan yang menantinya.

Anaby menatap ke arah koper yang terbuka, kemudian ke cermin yang memantulkan bayangan dirinya. Ia tersenyum miris. Dulu, ia terlalu naif untuk melihat kenyataan, sehingga terbuai oleh cinta palsu Aslan selama bertahun-tahun.

Dan, kini, Tuhan telah memberinya kesempatan kedua. Ia tidak akan menyia-nyiakannya dengan jatuh ke dalam jebakan yang sama lagi.

Tidak ada lagi Aslan, tidak ada lagi Sandra, tidak ada lagi cinta buta yang menghancurkan hidupnya. Kali ini, ia akan memilih jalan yang berbeda. Ia akan membalikkan takdirnya. Bahkan, ia akan membalas kejahatan Aslan dan Sandra, dengan cara yang tidak pernah mereka bayangkan.

"Ana? Kau masih di dalam?" Sandra kembali bertanya, suaranya sedikit cemas.

Ketukan di pintu terdengar semakin keras, menandakan Sandra mulai kehilangan kesabaran. Napas Anaby tersengal dalam kegelisahan. Di kehidupan barunya ini, ia harus pandai bermain cantik dalam menghadapi orang-orang yang munafik.

Dengan tangan gemetar, Anaby meraih gagang pintu dan memutarnya. Begitu pintu terbuka, Sandra langsung menghambur masuk dengan wajah penuh semangat. 

“Kenapa lama sekali? Waktu kita semakin sedikit,” kata Sandra buru-buru masuk.

Namun, langkah gadis itu terhenti begitu melihat koper besar yang masih terbuka di lantai. Sebagian pakaian sudah tersusun di dalamnya, tetapi lemari masih berantakan, seolah-olah keputusan untuk pergi belum benar-benar bulat. 

Sandra mengernyitkan dahi, lalu melangkah cepat ke arah koper itu. “Aku akan membantu mengemasi barang-barangmu, Ana.”

Tangan Anaby secepat kilat mencengkeram pergelangan tangan Sandra. Gadis itu tersentak kaget, menatapnya dengan bingung. 

“Aku tidak jadi pergi,” tukas Anaby terdengar tegas, tanpa keraguan sedikit pun.

“Kau serius, Ana?” tanya Sandra terkejut. “Ini satu-satunya kesempatanmu. Ayah dan ibu tirimu sedang pergi ke luar kota! Jika kau tidak pergi sekarang, kau tidak akan pernah bisa menikah dengan Aslan!”

Anaby menggeleng dengan mantap. “Setelah kupertimbangkan, kawin lari bukanlah keputusan yang baik. Aku seharusnya meminta restu dari Papa,” ucapnya dengan nada mantap.

Mata Sandra membelalak, jelas tidak menyangka jawaban itu keluar dari bibir sahabatnya. 

“Ana, kenapa mendadak kau berubah pikiran? Aslan sudah menunggumu di luar dengan taksi! Apa yang akan kau katakan padanya nanti?”

Tanpa menjawab pertanyaan itu, Anaby berbalik dan melangkah keluar dari kamarnya. Perasaannya campur aduk, tetapi ia tidak boleh goyah. Ia harus melaksanakan rencananya dengan tenang!

"Pengabdian 10 tahun penuh kesia-siaan. Aku akan memastikan itu tak terjadi lagi," tekadnya dalam hati.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Membalas Mantan : Cinta Sejatiku Datang Setelah Kematian   Janji Abadi - Selalu Mencintaimu di Setiap Kehidupan (THE END)

    Dentuman musik orkestra yang merdu memenuhi ruang ballroom. Tepat ketika jarum jam menunjuk pukul tujuh malam, acara perayaan ulang tahun Nyonya Safira resmi dimulai.Seorang pembawa acara melangkah ke panggung dengan percaya diri. Senyum ramah tersungging di bibirnya ketika ia mengucapkan salam hangat, menyambut para kerabat, sahabat, dan tamu kehormatan. “Sebagai pembuka acara malam ini,” suara sang pembawa acara bergema jelas, “kami dengan hormat mempersilakan Tuan Michael Rajasa, CEO Matrix Group sekaligus putra tunggal Nyonya Safira, untuk menyampaikan sambutan.”Semua mata seketika beralih pada Michael. Sebelum beranjak dari kursi, pria itu melirik ke arah Anaby.Senyum tipis terbit di bibir Anaby. Anggukan penuh keyakinan ia berikan kepada Michael, seakan menyalurkan kekuatan lewat tatapan matanya.Michael bangkit. Dengan gerakan tenang, ia merapikan jas putih yang membalut tubuh tegapnya, lalu melangkah menuju panggung.Tepuk tangan membahana, mengiringi setiap langkahnya. Aur

  • Membalas Mantan : Cinta Sejatiku Datang Setelah Kematian   Keputusan yang Dinanti

    Anaby duduk di kursi lobi salon, jemarinya memainkan pita emas pada kantong kado yang tergeletak di pangkuannya. Sekali-kali ia melirik jam tangan tipis di pergelangan, lalu menarik napas panjang. Beberapa menit yang lalu, ia sudah menghubungi Michael. Sang suami berjanji akan menjemputnya sebentar lagi. Meski begitu, degup jantungnya tetap tak mau tenang.Dentuman dari mesin mobil yang berhenti di depan salon, membuat Anaby menoleh cepat. Dari balik kaca besar, ia melihat sosok yang membuat wajahnya seketika berseri. Michael turun dari mobil dengan setelan jas putih elegan, kontras dengan kulitnya yang cerah dan mata biru yang menyala. Posturnya yang tinggi dan tegap membuat langkahnya memancarkan pesona yang tak terelakkan.Para pegawai salon, bahkan beberapa pengunjung yang sedang duduk menunggu, spontan menghentikan aktivitas mereka. Pandangan mereka terikat pada satu titik, pria yang baru saja masuk. Bisik-bisik kecil terdengar di udara. Sebagian tersenyum, sebagian lain hanya

  • Membalas Mantan : Cinta Sejatiku Datang Setelah Kematian   Saat Penentuan Terakhir

    Mobil yang ditumpangi Anaby melaju menyusuri jalan menuju rumah sakit jiwa. Langit berwarna biru cerah, seolah merestui perjalanan Anaby hari ini.Di dalam kabin, Anaby hanya terdiam sambil menggenggam map kunjungan yang telah disiapkan. Begitu tiba di halaman RSJ, ia turun dengan langkah mantap.Anaby masuk ke lobi dan menghampiri meja resepsionis untuk menyerahkan kartu identitas.“Ada yang bisa saya bantu?” tanya petugas, dengan sopan.“Saya ingin menjenguk pasien atas nama Sandra. Dia baru saja mengalami keguguran,” jawab Anaby tenang.Petugas itu memeriksa buku catatan dan layar komputer, kemudian meminta Anaby mengisi formulir kunjungan. Setelah prosedur administrasi selesai, seorang perawat menghampiri.“Silakan ikut saya, Nona."Sang perawat memimpin Anaby melewati lorong panjang dengan pintu-pintu besi di sisi kiri dan kanan. Lorong itu sunyi, hanya sesekali terdengar teriakan atau tawa aneh dari balik pintu.“Kami menempatkan Nona Sandra di ruang perawatan khusus,” jelas per

  • Membalas Mantan : Cinta Sejatiku Datang Setelah Kematian   Menutup Masa Lalu

    Pagi itu, Anaby berdiri di hadapan Michael, membantu merapikan kerah jas yang jatuh sedikit miring. Jemarinya bergerak telaten, memastikan tidak ada satu pun lipatan yang mengganggu penampilan suaminya. “Sedikit condong ke kiri… ya, begitu,” pungkas Anaby, penuh perhatian. Tanpa membuang waktu, Anaby mengambil dasi yang tergantung di sandaran kursi. Ia melilitkannya dengan gerakan yang telah dihafalkan di luar kepala.Michael menatap sang istri sambil terkekeh kecil. “Kau selalu tahu cara membuatku terlihat seperti direktur di majalah bisnis,” ujarnya, setengah bercanda, setengah tulus.Anaby mengangkat pandangan, menatap wajah lelaki itu sejenak sebelum mengencangkan simpul dasi. “Bukan terlihat, Michael. Kau memang seorang direktur dari Matrix Group,” sahut Anaby. Ada kebanggaan yang nyata dalam nada bicaranya.Michael menunduk sedikit, menyentuh ujung hidung Anaby dengan jemarinya.“Hari ini, aku ingin kau berada di salon saja. Manjakan dirimu. Lakukan semua perawatan yang membu

  • Membalas Mantan : Cinta Sejatiku Datang Setelah Kematian   Memanjakanmu Malam ini

    Anaby dan Michael masih berbaring di ranjang, tubuh mereka saling melekat tanpa jarak. Kehangatan kulit Michael di pelukannya membuat Anaby merasa aman, seakan dunia luar dengan segala ancamannya tak akan pernah mampu menjangkau mereka.Namun, denting nada dering ponsel tiba-tiba memecah keintiman yang mereka nikmati. Anaby membuka mata dan melihat ponsel Michael bergetar di meja samping ranjang. Perlahan, ia melepaskan pelukan, bangkit, lalu meraih ponsel tersebut. “Sayang, telepon masuk,” tuturnya, lembut.Dengan gerakan hati-hati, Anaby membantu Michael setengah duduk. Ia menyelipkan beberapa bantal di belakang punggung pria itu, memastikan sandarannya nyaman.Michael menatap layar sebentar, bibirnya membentuk garis tipis. “Pengacaraku. Pasti tentang proses pengadilan Aslan, Sandra, dan Laura.”Anaby mengangguk, lalu menyerahkan ponsel itu ke tangan Michael.“Angkat saja. Aku ingin tahu,” pungkas Anaby, meski hatinya dipenuhi rasa tak menentu.Michael menekan tombol jawab dan men

  • Membalas Mantan : Cinta Sejatiku Datang Setelah Kematian   Selalu Bersamamu

    Hening menggelayut sesaat, usai Michael menyampaikan harapan tulusnya kepada sang ibu. Sebuah permintaan sederhana yang lahir dari kelemahan tubuhnya, tetapi penuh kekuatan cinta. Matanya yang masih redup menatap sang ibu, memohon tanpa suara agar perempuan yang telah melahirkannya itu sudi menerima Anaby. Akan tetapi, Nyonya Safira masih bungkam. Wajahnya tampak tenang, tetapi sorot matanya menyimpan gejolak batin yang sulit ditebak.Hati Anaby semakin resah. Ia memahami bahwa diamnya seorang ibu kadang lebih menyakitkan dari penolakan terang-terangan.Meski begitu, Anaby bertekad tidak akan menyerah. Ia tahu cinta tidak bisa dipaksakan, dan penerimaan pun memerlukan waktu.Melihat ibunya tak kunjung bicara, bibir Michael kembali bergerak. Walaupun serak dan lirih, suara lelaki itu cukup untuk mengguncang ruangan yang sunyi. “Kenapa Mama diam?” Nyonya Safira menghela napas panjang. Tatapannya berpindah dari Michael ke Anaby, lalu kembali lagi ke wajah putranya. “Kita tidak perlu m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status