Bagian 16 Entah sudah berapa lama aku berada di bawah kolong ranjang ini. Kulihat suasana sekitar sudah gelap. Sepertinya mereka sudah pergi, pasalnya aku sudah tidak mendengar suara mereka. Selama mereka berada di atas ranjang, aku sengaja memejamkan mata dan menutup telinga agar tak melihat dan mendengar apa-apa. Pelan-pelan, aku keluar dari bawah ranjang. Aku harus memastikan bahwa mereka sudah benar-benar pergi dari sini. Setelah berhasil keluar dari bawah kolong ranjang yang lumayan sempit, aku mengintip ke atas ranjang terlebih dahulu. Ternyata benar, mereka sudah meninggalkan kamar ini. Di atas ranjang hanya ada selimut dan bantal yang sangat berantakan. Aku berjalan mendekati jendela kaca, menyingkap tirai untuk melihat keadaan di luar rumah. Mobil mereka sudah tidak ada, berarti mereka sudah pergi. Aku langsung mengambil ponsel untuk melihat jam, ternyata sudah jam 7 malam. Di bawah kolong ranjang terlalu sempit dan juga pengap. jangankan untuk mengambil ponsel, mau berg
Bagian 17Selesai melaksanakan sholat isya, aku pun turun ke bawah, menuju ruang makan. Aroma ayam bakar menguar saat aku membuka bungkus nasi Padang tersebut. Lauknya sederhana, hanya ada ayam bakar, sambal ijo dan juga lalapan. Ditambah kuah rendang yang menandakan ciri khas masakan Padang.Dulu setiap menemani Ibu mencari barang bekas, aku selalu menelan air liur saat melewati rumah makan Padang. Aku ingin sekali makan di rumah makan tersebut, tapi aku tidak berani mengatakannya kepada Ibu karena aku tahu ibu tidak akan sanggup untuk membelinya. Bisa makan nasi sama garam juga sudah syukur Alhamdulillah. Kembali aku teringat masa-masa itu. Masa-masa sulit yang kulewati bersama Ibu.Sekarang kehidupanku sudah berubah seratus delapan puluh derajat. Aku memiliki semuanya, harta, uang, perhiasan semuanya aku miliki. Kukira kehidupanku sudah sempurna, ternyata aku salah. Aku sama sekali tidak dicintai oleh suamiku. Tidak ada cinta di dalam hatinya untukku. Seluruh cinta yang dimiliki
Bagian 18Mentari pagi telah menampakkan dirinya. Cahayanya menembus kaca jendela, membuat mata terasa silau saat terkena sinarnya.Mas Ilyas menarik selimut untuk menutupi wajahnya. Ia menyembunyikan wajahnya dari sinar mentari yang menembus kaca jendela saat aku menyingkap gorden.Aku hanya geleng-geleng kepala menyaksikannya. Mas Ilyas susah sekali untuk bangun subuh padahal sudah beberapa kali kubangunkan. Mas Ilyas jarang sekali menunaikan sholat subuh. Ia mengabaikan panggilan azan dari mesjid dan lebih memilih melanjutkan tidurnya."Sandra, tutup lagi dong tirainya. Silau," protes Mas Ilyas."Udah pagi. Ayo bangun. Memangnya Mas enggak ngsntor?"Mas Ilyas pun segera beranjak dari tempat tidur dan langsung menuju kamar mandi.Seperti biasa, setelah menyiapkan pakaian kerja Mas Ilyas, aku pun membantu Mbok Yuli untuk menyiapkan sarapan.Saat sedang asyik menumis bumbu, tiba-tiba Nia muncul di dapur. "Mbok, bikinin aku bubur ayam, dong! Aku lagi pengen makan bubur ayam, nih!" pin
Bagian 19"Sandra, kita langsung saja ke kantornya, Mas sudah membuat janji dengannya," ucap Mas Rian saat aku menurunkan kaca jendela mobil, ternyata Mas Rian sudah sampai lebih dulu di tempat kami janjian."Baik," ucapku sambil menganggukkan kepala."Ikuti mobil Mas dari belakang, ya. Mas akan jalan lebih dulu."Aku mengacungkan jempol, pertanda menyetujuinya.Kami pun mengendarai mobil masing-masing, menuju kantor notaris. Perlahan tapi pasti, akan kubuat Mas Ilyas jatuh miskin. Kita lihat, apakah Nia akan bertahan setelah lelaki yang direbutnya dariku itu jatuh miskin? Sesampainya di kantor notaris, aku dan Mas Rian langsung menuju lantai tiga karena sudah membuat janji dengan orang yang akan kami temui terlebih dahulu.Sebenarnya, Mas Rian yang mengatur pertemuan ini, bukan aku. Aku hanya menuruti kemana Mas Rian membawaku. Dan aku sangat yakin kalau Mas Rian bisa membantuku.Tok tok tok!Mas Rian mengetuk pintu sebuah ruangan yang berada tepat di hadapan kami."Masuk!" Terdeng
Bab 20"Baiklah, jelaskan maksud kedatangan kalian kemari," ucap Mas Romi, kali ini ia terlihat serius."Seperti yang sudah kusampaikan sebelumnya, Sandra butuh bantuanmu untuk memindahkan seluruh aset yang dimilikinya bersama suaminya. Sandra mau semuanya menjadi atas namanya." Mas Rian menyampaikan apa yang barusan ingin kuucapkan."Itu gampang. Langkah pertama yang harus Sandra lakukan adalah, Sandra harus bisa mendapatkan tanda tangan suaminya," ucap Mas Romi."Sudah, aku sudah mendapatkan tanda tangannya," ucapku sambil mengeluarkan kertas bermaterai yang sudah ditandatangani oleh Mas Ilyas tersebut, lalu menyerahkannya kepada Mas Romi."Bagus! Bahkan aku belum memberitahumu, tapi kamu sudah mendapatkannya terlebih dahulu. Btw, kalau boleh tau, kenapa kamu ingin melakukan ini?" tanya Mas Romi, sepertinya Mas Rian belum bercerita padanya."Aku melakukan ini untuk mempertahankan hakku. Aku tidak mau jika seluruh harta dan aset yang kami miliki dikuasai oleh pelakor. Itu saja," tega
Bagian 21 Aku harus segera mengamankan surat-surat berharga ini, sebelum Mas Ilyas mengetahuinya. Apakah aku jahat? Kurasa tidak, mereka bahkan lebih jahat dari aku. Selama menikah dengan Mas Ilyas, aku memang tidak pernah bekerja. Aku tidak ikut membantunya mencari nafkah. Semua harta dan aset yang kami miliki saat ini adalah murni hasil kerja kerasnya. Rumah ini, apakah aku pantas mengambilnya? Rumah ini sudah dibeli oleh Mas Ilyas sebelum kami menikah. Ah, aku tidak peduli. Bagiku pengkhianat harus mendapatkan balasan yang setimpal. Akan kuambil semuanya dan akan kubuat Mas Ilyas menyesal karena telah mengkhianatiku. Tekadku sudah bulat, setelah semua aset telah berpindah menjadi atas namaku, aku akan melepaskan Mas ilyas untuk Nia, si pengkhianat itu. "Assalamu'alaikum, Mas, ada di kantor nggak? Aku mau kesana." Sebuah pesan kukirimkan kepada Mas Romi. "Waalaikumsalam, iya, datang saja. Syukurlah, Mas Romi langsung membalas pesanku. Segera kugulung dokumen dan surat pent
Bagian 22"Sandra, kok' jadi ngelamun?" Pertanyaan Mas Romi membuyarkan lamunanku yang masih memikirkan tentang Mas Ilyas. Tak bisa kupungkiri bahwa aku tidak bisa tanpa memikirkannya, walau sedetik saja. Aku masih tidak habis pikir, kenapa Mas Ilyas begitu tega mengkhianatiku."Nggak kok. Yasudah, aku pamit ya, Mas. Tolong secepatnya kabari aku," ucapku kemudian beranjak dari tempat dudukku."Siap, Bu Sandra." Mas Romi mengacungkan jempolnya sambil menyunggingkan senyum manis.Aku pun segera berlalu dari ruangan Mas Romi, takut terjadi fitnah jika terlalu lama berada satu ruangan dengannya.Langkah selanjutnya yang akan kulakukan adalah memasang Cctv di rumah yang baru kami beli tersebut. Tempo hari, aku tidak bisa merekam perbuatan mereka karena kondisinya tidak memungkinkan. Inilah saatnya, aku harus melakukannya dengan cepat. Pasti mereka akan mengulangi perbuatan itu lagi.Dua orang yang kuminta untuk memasang Cctv tersebut ternyata sudah tiba lebih dulu.Setelah turun dari mobil
Bagian 23 "Sudah, Bu, tapi …." Mbok Yuli masih saja ketakutan. "Yang mempekerjakan Mbok itu aku, bukan Nia. Jadi, nggak usah takut." Aku meyakinkan Mbok Yuli bahwa semuanya akan baik-baik saja. Tidak akan ada yang berani memecatnya. "Baiklah, Bu!" Mbok Yuli pun mengerjakan apa yang aku perintahkan. Beliau merendam baju-baju tersebut di dalam ember besar, lalu menambahkan deterjen sesuai dengan yang telah kuanjurkan. Rasain kamu Nia. Kamu ingin menjadi ratu di rumah ini, tidak bisa! Justru tidak lama lagi, aku akan menendangmu dari rumah ini. Aku sudah tidak sabar ingin melihat eksresi wajah Nia saat ia melihatnya nanti. Pasti Nia akan marah besar ketika melihat baju-baju mahalnya belum dicuci, malah masih direndam di dalam ember. Sukurin, emang enak! Rusak, rusak dah itu baju! *** Jarum jam sudah menunjukkan pukul 5 sore, tetapi Mas Ilyas belum pulang juga. Mas Ilyas sama sekali tidak memberi kabar dan aku juga tak berniat menanyakannya. Jika aku penting baginya, maka Mas I