Share

“CCTV Di Kamar”

Author: Nadifrnsa
last update Last Updated: 2024-05-27 13:42:04

Jantungku lagi-lagi rasanya berhenti. Wanita yang di depanku saat ini adalah Mika, sahabat karibnya Naura. Bisa-bisanya kami bertemu di saat seperti ini.

"Apa kabar, Mik?" aku berusaha sebisa mungkin untuk tidak terlihat gugup dan mencurigakan.

"Baik kok! Ini siapa?" tanya Mika bingung, menunjuk ke arah Intan.

"Ini saudara sepupuku, datang dari luar kota." jawabku cepat.

Mika terlihat percaya. Sambil mengangguk-anggukkan kepalanya, "Kamu sudah jarang sekali main ke rumah, sibuk banget ya?" tanyaku kemudian.

Mika menggeleng, perubahan ekspresi terlihat jelas dari wajahnya, "Aku kan bertengkar dengan Naura, kamu tidak tahu?"

Aku cukup terkejut mendengar itu, kenapa Naura tidak pernah mengatakan apa pun kepadaku?

"Panjang lah ceritanya, yang jelas sudah satu tahun kebelakang ini kami sudah tidak pernah lagi berhubungan," jelas Mika.

"Yasudah ya, Zain, aku sedang buru-buru, kapan-kapan kita mengobrol lagi."

Aku mengangguk, lalu Mika berlalu, meninggalkan kami berdua. Aku menghela napas lega. Setidaknya dengan pertikaian yang ada di antara Mika dan Naura, membuat ceritaku menenteng tas belanja bersama seorang wanita tidak akan sampai ke telinga Naura.

"Yuk kita cari makan," aku menggandeng tangan Intan lagi.

"Kita masak di rumah saja deh, Mas. Kamu mau cobain masakan aku gak? Tidak seenak masakan istri Mas sih," ucap Intan.

Aku terkekeh, belum mulai masak dia sudah pesimis seperti itu.

"Apapun yang kamu masak, Mas pasti makan kok. Yaudah kita pulang saja ya? Makan di rumah saja."

Intan mengangguk, lalu kami berjalan keluar menuju parkiran. Melajukan mobil dengan kecepatan sedang. Tidak menunggu waktu lama kami tiba di rumah. Setelah menurunkan belanjaan, Intan segera menuju dapur.

Melihat ada apa saja di dalam kulkas yang bisa dimasak. Aku membiarkannya berkreasi sesukanya. Sedangkan aku melihat saja dari meja makan.

Untuk memasak saja Intan memilih menggunakan gaun pendek yang membuat tubuh seksinya terlihat. Demi menyenangkan mata suami. Tidak heran jika aku tergila-gila dengannya.

Entah perasaanku saja atau memang seperti itu. Aku melihat gerakan Intan seolah menggodaku. Dia menghidupkan kompor dengan sensual, sedikit mencondongkan pantatnya. Tapi tidak masalah bagiku, aku menyukainya.

"Masak apa sayang?" aku bertanya kepada Intan yang sedang asik memotong sayuran.

"Tebak," goda Intan.

Aku terkekeh. Lalu seolah berpikir, "Sup ayam?"

Intan menengok ke belakang dengan pandangan bingung, "Kok kamu tahu?"

Aku tertawa sebentar melihat ekspresinya yang menggemaskan.

"Tentu saja Mas tahu!" jawabku sombong.

"Ih, kebetulan saja." Intan terlihat tidak terima. Aku berdiri mendekati Intan.

Mendekap tubuh wanitaku itu dari belakang. Mencium dan merekam wangi yang menjadi ciri khasnya.

"Seru ya Mas, masak ada yang gangguin," celetuk Intan, membuatku terkekeh.

Aku menciumi tengkuk istriku itu. Aku benar-benar bingung karena sampai di fase benar-benar mencintainya. Padahal pertemuan kami terbilang sangatlah singkat, tapi dengan mudah Intan membuatku jatuh hati kepadanya.

"Terima kasih ya Mas sudah belanjain aku hari ini," ucap Intan tulus.

"Aku tidak pernah belanja seperti itu sebelumnya. Itu terlalu mahal untuk aku, tidak pernah aku bayangkan aku bisa membeli semua itu," Intan menjelaskan kepadaku. Dia memutar tubuhnya menghadapku, lalu memelukku dengan erat.

"Sama-sama, sayang." Aku mencium pucuk kepalanya dengan sayang.

"Apapun yang kamu mau, pasti Mas usahakan."

"Mas menyesal tidak menikah denganku?" Intan menatapku dalam. Ada ketakutan dari sorot matanya.

"Enggak, Mas beruntung sekali menikah dengan kamu."

Intan tersenyum, senyum yang sangat manis. Aku mengacak-acak kepalanya dengan gemas lalu membiarkannya kembali memasak.

"Sayang, Mas mandi dulu ya?" Intan mengangguk, dia fokus sekali dengan masakannya itu.

Aku bergegas pergi ke kamar mandi. Rasanya hari ini gerah sekali. Aku mandi cukup lama, sekitar lima belas menit berkutat dengan air, aku keluar kamar menggunakan handuk saja. Aku mendapati Intan tengah di kasurku, dia menatapku dengan buas.

"Kamu sudah selesai masak?"

Intan mengangguk, dia bangun dari posisi tidurnya. Dia mengelus dada bidangku yang masih setengah basah. Istriku ini memang sangat nakal. Bisa dengan mudah membuat aku mabuk kepayang.

"Badan kamu bagus, Mas," celetuk Intan. Tangannya meraba-raba tubuhku.

Intan berdiri, memelukku dengan erat, sengaja menempelkan tubuhnya kepadaku, membuatku dapat merasakan semua bagian tubuhnya.

Aku menciumi tengkuk nya. Jari-jemari lentik Intan meremas punggungku. Apakah kami akan melakukan adegan panas lagi?

Bagaimana tidak? Jika setiap kali aku selalu di suguhkan kenyamanan seperti ini, suami mana yang tidak akan tergoda.

“Mas, itu CCTV ya?” pertanyaan Intan membuat kening ku berkerut.

Lalu aku melihat ke arah telunjuk Intan, mataku menyipit sempurna, memperhatikan benda itu, CCTV? Sejak kapan ada CCTV? Karna kami benar-benar tidak pernah memasang CCTV di kamar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Membuang Berlian Karena Terlena Pijatan   “Ulang Tahun Ayah”

    Aku berkutat di atas meja kerja pagi ini, menyelesaikan pekerjaan demi pekerjaan yang kian menumpuk karna beberapa hari terbengkalai. Aku mengerutkan dahi bingung sesekali, menghela nafas gusar. Aku tidak memiliki banyak waktu hari ini, bahkan untuk menengok Intan saja tidak sempat. Aku hari ini ulang tahun, sebenarnya itu bukan hal penting untukku, tapi Naura tadi berpesan dengan wajah datarnya tadi memintaku pulang lebih awal karna mereka akan merayakan nya bertiga, dengan Layla. Setengah jam lagi aku akan pulang. Aku menghela nafas gusar, mengabari Intan perihal perayaan ulang tahun ini, jika tidak dia akan marah jika aku tidak memberitahunya.[mas hari ini rayakan ulang tahun dengan Naura dan Layla]Setelah mengirimkan pesan itu, aku mengambil kopi yang sudah dingin, menyeruputnya dengan perlahan. Tidak lama kemudian balasan dari Intan masuk, cepat sekali.[romantis nya, keluarga bahagia]Terbaca sarkas dan cemburu, tapi yasudahlah. Tidak terasa jam pulang, aku segera pulang. Meni

  • Membuang Berlian Karena Terlena Pijatan   “Apakah Naura mengetahuinya?”

    Setelah menenangkan Layla aku segera menghampiri Naura yang ada di dapur.“Kamu tidur dimana semalam mas?” tanya Naura tiba-tiba. Matanya sembab, kenapa dia menangis?“Maafkan aku, Naura. Aku tertidur di kantor,” jawabku, mencoba terdengar setenang mungkin.Naura menatapku tajam, matanya menunjukkan keraguan. “Di kantor? Tapi Pak Junaidi bilang kamu gak ada di rombongan kemarin.”Aku terdiam sejenak, otakku berusaha mencari jawaban yang masuk akal. “Aku… ada keperluan mendadak di luar kantor. Makanya aku gak ikut rombongan.”Naura menghela napas panjang, tampak semakin curiga. “Keperluan mendadak apa, mas? Kenapa kamu gak bilang sama aku?”“Aku gak mau kamu khawatir. Lagipula, aku pikir aku bisa menyelesaikannya dengan cepat dan pulang tepat waktu, tapi ternyata terlambat.”Naura menggeleng pelan, air mata mulai menggenang di matanya. “Aku sudah capek dengan semua alasanmu, mas. Layla juga capek. Kami butuh kamu di sini, tapi kamu selalu ada alasan untuk tidak hadir.”Aku merasa bersa

  • Membuang Berlian Karena Terlena Pijatan   “Semua diluar rencana”

    Aku memijat pelipisku yang sedikit sakit. Setelah kejadian semalam aku langsung tertidur pulas, harusnya aku pulang tadi malam. Aku melihat disampingku Intan yang juga tengah tertidur, kelelahan.Tanganku bergerak mengambil ponsel di atas nakas. Ada sepuluh panggilan tidak terjawab dari Naura dan beberapa pesan.[mas, pulang jam berapa?][mas, kamu dimana? Jangan lupa besok ada acara loh disekolah Layla, pentas seni, kamu sudah janji bakal datang][mas, kamu gak jadi pulang malam ini?][mas, kata pak junaidi kamu gak ada di rombongan]Aku terduduk kaget, aku melupakan tentang pentas seni itu. Layla pasti akan marah. Aku melihat jam di dinding, menunjukan pukul tujuh pagi, masih ada waktu sekitar satu jam setengah. Aku bergegas mandi, membersihkan diriku. Sambil memikirkan alasan apa yang akan aku pakai. Setelah mandi aku melihat Intan sudah bangun dari tidur nya. Dia tersenyum kepadaku."Mas mau kemana?" tanya nya. Dia mengucek matanya, menetralisirkan pandangan."Mas pulang dulu ya?

  • Membuang Berlian Karena Terlena Pijatan   “Bercinta Dengan Bu Dokter”

    Setiba di apartemen, kami segera beristirahat. Namun, ponselku berdering, menunda aktivitasku. Aku melihat sebuah panggilan video masuk dari Layla. Dengan panik, aku berdiri dan keluar dari kamar, memberikan kode terlebih dahulu kepada Intan."Ayah!" panggil Layla ketika aku mengangkat panggilan itu."Ayah, itu di mana?" tanya Layla polos.Aku tersenyum, berusaha menyembunyikan kegugupan yang tiba-tiba menyerang. "Ayah lagi di tempat kerja, sayang. Ada yang ingin Layla ceritakan?""Ayah kapan pulang?Bunda bilang ayah lagi sibuk," kata Layla dengan nada sedikit kecewa.Hatiku mencelos mendengar pertanyaan itu. "Ayah akan pulang secepatnya, Layla. Ayah janji."Setelah beberapa menit berbicara dengan Layla dan memastikan dia baik-baik saja, aku menutup panggilan. Kepalaku penuh dengan perasaan bersalah dan kebingungan. Intan mendekat, menatapku dengan tatapan yang sulit diartikan."Kamu tidak perlu pulang secepat itu," katanya dengan nada cemburu yang terselubung. "Mereka bisa menunggu.

  • Membuang Berlian Karena Terlena Pijatan   “Ayah, itu dimana?” tanya Layla polos.

    Intan terbangun pada pagi yang cerah dengan perasaan mual yang mengganggu. Dia berusaha duduk tegak di atas tempat tidur, mencoba meredakan rasa mualnya.Aku yang sedang tertidur di sampingnya terbangun oleh gerakannya. "Ada apa, sayang?" tanyaku, khawatir melihat ekspresi wajahnya yang tidak enak.Intan menatapku dengan ekspresi campuran antara bahagia dan khawatir. "Aku rasa... Aku rasa mual pagi ini," ucapnya perlahan."Pakaiannya aku beli kemarin, coba lihat apakah ukurannya pas," ujarku sambil memberikan paket kecil yang berisi pakaian yang kupilih untuknya kemarin.Intan membuka paket itu dan melihat dengan penuh harap. "Oh, terima kasih, Mas. Aku akan mencobanya."Dia bangkit perlahan dan pergi ke kamar mandi untuk berganti pakaian. Aku bisa melihat kebahagiaan yang terpancar dari wajahnya saat dia kembali ke kamar dengan pakaian baru yang pas dan nyaman."Mungkin kita harus pergi ke dokter hari ini, untuk memastikan semuanya baik-baik saja," kataku, mencoba menenangkan hatinya

  • Membuang Berlian Karena Terlena Pijatan   “Malam panas bersama bu polisi”

    Setelah tiba di apartemen, aku segera menuju kamar Intan, berkali-kali memencet bel namun tidak juga ada yang membukakan pintu.Hingga terdengar suara serak laki-laki dari dalam sana. Tidak lama kemudian, laki-laki itu keluar dan membukakan pintu."Cari siapa, Mas?" dia bertanya. Aku sudah emosi, siapa dia?"Lo siapa?" aku berteriak marah, karena tidak mengenal laki-laki di depanku ini.Laki-laki itu terlihat bingung, tetapi tetap tenang. "Maaf, Mas. Saya tukang servis AC. Mbak Intan yang memanggil saya untuk memperbaiki AC-nya yang rusak."Aku tertegun sejenak, merasa malu dengan kemarahanku yang tidak pada tempatnya. "Oh, maaf. Saya tidak tahu," kataku, merasa bersalah."Tak apa, Mas. Silakan masuk. Mbak Intan ada di dalam," katanya sambil memberi jalan.Aku masuk ke dalam dan melihat Intan yang sedang berdiri di ruang tamu, tersenyum melihat kebingunganku."Sudah bertemu dengan Pak Anton, tukang servis AC?" tanya Intan dengan senyum menggoda.Aku menggaruk kepala yang tidak gatal.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status