"Sangat asin, Nyonya. Se-seperti makan garam."
Raut muka Nindi makin tegang, menatap maid dengan manik berkaca-kaca dan khawatir. Bagaimana tidak? Jika benar rasa makanannya asin, itu berarti Zeeshan …- 'Ya ampun. Mas Ze menghabiskan semua makanan yang kumasak dan dia sama sekali tidak komplain atau bahkan mengatakan hal buruk tentang makanan yang kumasak. Dia hanya menyuruhku untuk tidak-- ouh, jangan-jangan dia menyuruhku makan setelah dia berangkat, itu supaya aku nggak tahu kalau makanan yang kumasak itu asin sangat. Dia ingin menjaga perasaanku?' batin Nindi, mendadak diam dengan ekspresi tak enak dan sedih, 'Kak Zeeshan menghabiskan masakanku bukan karena enak, tapi karena keasinan. Huaaa ….' "Nyonya tidak apa-apa?" tanya maid, menatap khawatir pada Nindi yang tiba-tiba saja membatu dan merenung. Nindi mendongak pada maid lalu menggelengkan kepala. "Aku tidak apa-apa, Ibu," jawab Nindi lesu, merasa tidak enak dan lemas secara bersamaan. Dia ingin kege'eran–menganggap tindakan Zeeshan yang memakan habis masakan asinnya adalah bentuk perhatian, akan tetapi Nindi ragu. *** "Yah, aku mutuskan memantapkan diri untuk mengubah penampilan," ucap Nindi, di mana saat ini dia sedang bersantai di balkon kamar. Setengah berbaring di sebuah sofa malas sambil membaca buku dan maskeran wajah. Nindi sudah memutuskan untuk kembali peduli pada penampilan, peduli pada kesehatan kulit, bentuk tubuh dan kebersihan wajah. Dia ingin kembali pada Nindi yang suka merawat diri dan penampilan. Zeeshan seorang yang populer di dunia penguasa dan pebisnis, dan sebagai istri pria itu Nindi memang harus selalu menjaga image dan sikap. Ah, terus terang saja. Sebenarnya Nindi ingin berubah penampilan karena terharu pada Zeeshan yang menghabiskan masakan asin miliknya. Nindi tersentuh sehingga ingin menyenangkan pria itu dengan cara berubah penampilan. Ini sudah dua minggu setelah Zeeshan pergi ke luar negri. Pria itu bilang dia hanya sebulan di luar negeri. Awalnya Nindi merasa itu waktu yang singkat, dia berharap Zeeshan lebih dari satu bulan di luar negeri. Namun, sekarang entah kenapa Nindi ingin sekali Zeeshan cepat pulang. Dia tak sabar memperlihatkan perubahan penampilannya pada pria itu. Meskipun dia baru dua minggu merawat diri, tapi sudah ada hasil tipis-tipis yang bisa Nindi pamerkan pada Zeeshan. Satu lagi, Nindi merapikan potongan rambutnya–dia menghilangkan rambut jagung pada ujung dan juga mengganti style rambut. Nindi menambah poni tipis supaya penampilannya lebih manis dan segar. Sejujurnya Nindi takut dan ragu mengenakan poni tipis karena itu membuat penampilannya mirip seperti saat high school dulu. Dia takut seseorang tak suka dengan penampilan barunya ini. Namun, Nindi ingin memunculkan image manis dan lembut dalam dirinya, seperti dulu. Jadi dia memberanikan diri untuk memakai poni tipis ini. "Ck, aku kenapa sih? Kebelet merubah diri begini, seakan-akan dia peduli saja pada penampilanku. Bodoh, lagian aku membencinya. Kenapa aku harus berubah penampilan demi orang yang kubenci?" gerutu Nindi, mendadak tak enak dan gugup. Dia membayangkan Zeeshan pulang kemudian mengomentari penampilannya. "Hais, aku berubah penampilan kan demi menjaga image nya. Supaya dia tidak malu punya istri sepertiku," gumam Nindi lagi, menyangkal ucapannya yang sebelumnya. Nindi menghela napas dan berusaha memilih fokus membaca buku. Baru Nindi hanyut dalam bacaannya–kembali fokus pada novel, tiba-tiba saja pintu kamar diketuk. Nindi bangkit, masuk ke dalam kamar kemudian membukakan pintu. Ternyata seorang maid lah yang mengetuk pintu. "Astaga, Nyonya!" Maid tersebut terkejut karena Nindi masih mengenakan masker, "eh- hehehe … maaf, Nyonya. Saya kaget dengan warna pink di wajah anda." "Ini masker wajah, Ibu," jawab Nindi dengan senyum tipis, efek karena dia sedang mengenakan masker, "Oh iya, ada apa, Ibu?" "Nyonya, Tuan Zeeshan sudah pulang dari luar negeri. Tuan sudah sampai di kota ini dan mobil Tuan Zeeshan hampir tiba di rumah. Tuan menghubungi, mengatakan kalau Nyonya harus ada di lantai bawah saat Tuan telah tiba di rumah," jelas maid tersebut cukup tergesa-gesa dan panik, takut tuannya keburu sampai sedangkan sang nyonya masih di lantai 3. "Bukankah seharusnya dia pulang dua minggu lagi yah?" bingung Nindi, akan tetapi dia mengabaikan kebingungan tersebut, "oke, Bu. Aku cuci muka dulu baru ke bawah," lanjut Nindi, segera masuk ke kamar. Namun, maid tersebut tiba-tiba menghentikan langkah Nindi. "Tunggu, Nyonya." Nindi mengurungkan niat untuk masuk, kembali menghadap maid yang berdiri di ambang pintu kamar. "Tuan juga berpesan agar Nyonya mengenakan dress berwarna biru muda," tambah Maid tersebut. "Hais." Nindi memutar bola mata jengah akan tetapi tetap menganggukan kepala. Setelah itu, dia segera bersiap-siap untuk menyambut kedatangan suaminya. Seperti yang maid tadi katakan, Nindi mengenakan dress berwarna biru muda. Nindi menata sedikit rambut barunya. Ah, maksudnya, style rambut barunya. Merasa penampilannya sudah rapi, Nindi segera ke bawah. Seperti biasa, Nindi menunggu di depan pintu. Awalnya Nindi berencana menyambut Zeeshan dengan sebuah senyuman hangat. Bagaimanapun pria itu suaminya dan pria itu ke luar negeri untuk bekerja. Namun, dia mengurungkan niat. Sialnya, ketika mobil Zeeshan telah tiba, jantung Nindi tak hentinya berdebar kencang. Ekspresinya panik dan gugup secara bersamaan. 'Sok-sokan senyum ke dia. Orang mobilnya saja yang datang, kamu reflek jadi patung.' batin Nindi, semakin gugup parah ketika mobil tersebut berhenti dan sosok Zeeshan keluar dari sana. 'Ya ampun! Padahal dia hanya 2 minggu di luar negeri. Tapi kenapa dia terlihat semakin tampan, mempesona, dan … oh my God!' batin Nindi, benar-benar seperti patung ketika Zeeshan berjalan ke arahnya. Pria itu berhenti tepat di depan Nindi, seperti biasa Zeeshan menunduk sedikit lalu menatapnya dengan tatapan yang intens–tatapan yang sering kali membuat Nindi tak nyaman. Meski dilanda rasa gugup yang mengerikan, akan tetapi Nindi mencoba untuk terlihat santai. Dia mencoba membingkai sebuah senyuman di bibir lalu berniat menyapa suaminya. Namun, tiba-tiba saja …- "Tuan Zeeshan," panggil seorang perempuan, turun dari mobil lalu berjalan anggun menuju Zeeshan. Nindi langsung menarik garis bibir yang hampir melengkung membentuk sebuah senyuman. Bibirnya seketika menampilkan garis horizontal, datar. Zeeshan terlihat menoleh pada perempuan itu sedangkan Nindi-- ekspresi wajahnya mendadak muram. "Apa tidak masalah jika saya tinggal dengan anda, Tuan?" tanya perempuan itu dengan nada tegas akan tetapi terkesan masih ramah–enak di pendengaran. "Bukankah kau terbiasa tinggal di rumah ini jika kau sedang di negara ini?" jawab Zeeshan datar. Nindi mengamati keduanya dengan saksama. Nindi bertanya-tanya siapa perempuan tersebut. Akan tetapi, dia mengabaikannya dan lebih fokus pada ucapan Zeeshan tadi. Perempuan ini terbiasa tinggal di rumah ini? Itu berarti bukan Nindi perempuan pertama yang Zeeshan bawa ke rumah ini. Dan-- jangan-jangan baju perempuan di lemari Zeeshan, itu Zeeshan siapkan untuk perempuan ini. Penampilan perempuan ini terlihat anggun dan elegan, sama dengan Nindi yang sekarang. Bedanya, style-nya lebih dewasa dibandingkan Nindi yang condong ke manis. "Terima kasih, Tuan Zeeshan," ucap perempuan itu dengan lembut dan manis. "Humm." Zeeshan berdehem singkat, kembali menatap ke arah Nindi. Tatapan Zeeshan begitu lekat, memperhatikan setiap jengkal penampilan istrinya yang terasa …- "Kau memotong rambut?" tanya Zeeshan, mengulurkan tangan supaya Nindi menyalam-nya. Nindi menganggukkan kepala lalu segera menyalam tangan suaminya. "Humm." Zeeshan hanya berdehem, setelah itu melangkah masuk ke dalam rumah. Perempuan itu buru-buru menyusul Zeeshan. Sedangkan Nindi masih diam di tempatnya, termenung dengan perasaan tak nyaman. Konyol! Nindi merasa sangat konyol. Dia mengubah penampilan demi menyenangkan hati seseorang yang ia benci, lalu berharap orang yang ia benci tersebut menyukai penampilannya saat ini dan memujinya. Namun, apa yang dia harapkan dari Zeeshan? Pria itu sama sekali tak peduli. 'Kalau bukan karena kau mengandung anakku, aku tidak akan menikahimu. Aku tidak peduli pada penampilanmu.'Semoga suka dengan bab ini, MyRe. Besok kita lanjut lagi yah ... Terus dukung novel kita dengan cara vote gems, hadiah, dan ULASAN MENARIK SERTA MANIS. Papai ... IG:@deasta18
"Demi pria lain. Selingkuhanmu?"Nindi menatap handphonenya yang dilempar oleh Zeeshan. Rasa kesal dan marah seketika memenuhi dirinya. Nindi bangkit dari sofa lalu berdiri, menatap menantang ke arah Zeeshan. "Mau demi selingkuhanku atau bukan, itu bukan urusanmu!" ketus Nindi, segera beranjak dari sana dengan menyenggol lengan Zeeshan. Dia menghampiri handphone miliknya yang Zeeshan lempar lalu mengambilnya. Saat Nindi berdiri–sebelumnya berjongkok untuk mengambil handphonenya, tiba-tiba saja Zeeshan sudah berada di belakangnya. "Jadi benar jika kau berselingkuh?" ucap Zeeshan dengan nada marah yang tertahan. "Bukan urusanmu," jawab Nindi ketus, menatap Zeeshan dengan alis menekuk. Rahang Zeeshan seketika mengatup, menatap Nindi dengan marah. Dia mencengkeram Nindi kemudian menarik perempuan itu secara kasar ke atas ranjang. Bug'Dengan amarah yang menyelimuti diri, Zeeshan mendorong kasar Nindi ke atas ranjang–membuat Nindi terhempas kuat, berakhir berbaring di tengah. Dress y
'Kalau bukan karena kau mengandung anakku, aku tidak akan menikahimu. Aku tidak peduli pada penampilanmu.' Tiba-tiba saja ucapan Zeeshan waktu itu, kembali mengiang dalam kepala Nindi. Jika Nindi pikir lagi, Zeeshan sebenarnya tak peduli pada penampilannya dulu. Namun, karena mereka menikah, Zeeshan ingin Nindi merubah penampilan. Pria itu menyuruhnya berpenampilan lebih rapi, bukan karena Zeeshan suka padanya. Namun, karena pria itu ingin menjaga nama baik dan reputasi. Harusnya Nindi memahami itu dan tak berharap apapun. Nindi menghela napas lalu segera masuk ke dalam rumah. Melihat Zeeshan ada di ruang tengah, sedang duduk di sofa sambil berbincang dengan tangan kanan serta perempuan tadi, Nindi memilih beranjak dari sana. Untuk apa Nindi ke sana dan bergabung?! Toh, Zeeshan melewatinya begitu saja, tak mengatakan apapun dan langsung masuk ke dalam rumah ini bersama perempuan tadi. Namun meski begitu, Nindi menyuruh maid untuk membuatkan minuman pada Zeeshan dan tangan ka
"Sangat asin, Nyonya. Se-seperti makan garam." Raut muka Nindi makin tegang, menatap maid dengan manik berkaca-kaca dan khawatir. Bagaimana tidak? Jika benar rasa makanannya asin, itu berarti Zeeshan …- 'Ya ampun. Mas Ze menghabiskan semua makanan yang kumasak dan dia sama sekali tidak komplain atau bahkan mengatakan hal buruk tentang makanan yang kumasak. Dia hanya menyuruhku untuk tidak-- ouh, jangan-jangan dia menyuruhku makan setelah dia berangkat, itu supaya aku nggak tahu kalau makanan yang kumasak itu asin sangat. Dia ingin menjaga perasaanku?' batin Nindi, mendadak diam dengan ekspresi tak enak dan sedih, 'Kak Zeeshan menghabiskan masakanku bukan karena enak, tapi karena keasinan. Huaaa ….' "Nyonya tidak apa-apa?" tanya maid, menatap khawatir pada Nindi yang tiba-tiba saja membatu dan merenung. Nindi mendongak pada maid lalu menggelengkan kepala. "Aku tidak apa-apa, Ibu," jawab Nindi lesu, merasa tidak enak dan lemas secara bersamaan. Dia ingin kege'eran–menganggap tind
"Selamat datang, Tuan Zeeshan," ucap kepala maid dengan sopan, setelah dia dan maid lainnya membungkuk hormat pada Zeeshan yang memasuki rumah. Nindi yang berada di tengah para maid dan di depan Zeeshan, cukup syok melihat hal ini. 'Apa setiap hari para maid melakukan ini untuk menyambut Si Es Bon Cabe ini? Nggak sekalian ajah ngundang anggota nasyid untuk menyambut kedatangannya? Ya, biar meriah dikit. Biar muka flatnya ada variasi rasa kasidah.' batin Nindi, awalnya jengah pada Zeeshan yang harus disambut bak raja oleh semua orang, lalu mendadak menegang kaku saat sadar jika pria itu sudah tepat di depannya. Zeeshan berhenti melangkah tepat di depan istrinya. Dia diam cukup lama, mengamati penampilan Nindi yang terkesan manis dan anggun. Senyuman yang sangat tipis muncul di bibirnya. Sayangnya, tak ada siapapun yang menyadari senyuman tersebut. Saking tipisnya! "Kau sedang apa di sini?" tanya Zeeshan dengan nada datar, akan tetapi terkesan dingin dan mencekam bagi Nindi. Nind
"Apasih maunya si Es Bon Cabe level 1000 itu?!" gerutu Nindi, sedang memasak makan malam untuk Zeeshan. Nindi kesal dan sebenernya enggan memasak seperti yang Zeeshan perintahkan. Namun, karena takut pria itu memarahinya lalu melontarkan kalimat pedas padanya, Nindi pada akhirnya memasak untuk Zeeshan. Sepanjang memasak, Nindi tak hentinya mengumpati Zeeshan. Dia terus menggerutu untuk meluapkan perasaan kesal karena Zeeshan melarang Nindi keluar dari rumah ini. Pria itu memang gila dan lebih gilanya, Nindi adalah istri dari pria gila yang ia juluki es bon cabe tersebut. "Awas saja kalau makanan yang sudah kumasak ini nggak dimakan sama dia, kupukul kepalanya pakai panci," kesal Nindi, memindahkan masakan dalam wadah yang memiliki tutup lalu meletakkannya di atas meja makan. Ini sudah jam 17:25, sebentar lagi pria itu akan pulang. Nindi masih belum mengemasi pakaian Zeeshan, dan dia baru menyelesaikan tugas memasak. "Tapi-- it's ok! Dia bakalan ke luar negeri dan aku
"Tu-Tuan Zeeshan," ucap Mohan dengan suara gemetar dan takut. Dia reflek membungkuk lalu setelahnya hanya menunduk karena tak berani bersitatap dengan pria itu. Nindi mendongak pada Zeeshan, memperhatikan wajah tampan Zeeshan dengan ekspresi terkesima. Pria ini tiba-tiba datang dan menolongnya. Bahkan, pria ini dengan lantang mengakui Nindi sebagai istrinya di hadapan Mohan. Perlakuan Zeeshan yang seperti ini membuat Nindi tersentuh. Apa Zeeshan peduli padanya? "Undurkan dirimu dari pekerjaanmu atau kau ku jebloskan dalam penjara," ucap Zeeshan dengan nada dingin, setelah mengatakan itu dia beranjak dari sana–membawa Nindi bersamanya. *** "Penampilan busukmu hampir mencoreng nama baikku." Suara dingin Zeeshan mengalun, tatapan tajam menghunus ke arah Nindi. Nindi menyilangkan tangan di depan dada, menatap Zeeshan dengan sorot mata berkaca-kaca karena sakit hati pada ucapan Zeeshan. Pria ini membawanya pulang ke rumah. Zeeshan memandikannya secara paksa lalu sekarang pria i