'Kalau bukan karena kau mengandung anakku, aku tidak akan menikahimu. Aku tidak peduli pada penampilanmu.'
Tiba-tiba saja ucapan Zeeshan waktu itu, kembali mengiang dalam kepala Nindi. Jika Nindi pikir lagi, Zeeshan sebenarnya tak peduli pada penampilannya dulu. Namun, karena mereka menikah, Zeeshan ingin Nindi merubah penampilan. Pria itu menyuruhnya berpenampilan lebih rapi, bukan karena Zeeshan suka padanya. Namun, karena pria itu ingin menjaga nama baik dan reputasi. Harusnya Nindi memahami itu dan tak berharap apapun. Nindi menghela napas lalu segera masuk ke dalam rumah. Melihat Zeeshan ada di ruang tengah, sedang duduk di sofa sambil berbincang dengan tangan kanan serta perempuan tadi, Nindi memilih beranjak dari sana. Untuk apa Nindi ke sana dan bergabung?! Toh, Zeeshan melewatinya begitu saja, tak mengatakan apapun dan langsung masuk ke dalam rumah ini bersama perempuan tadi. Namun meski begitu, Nindi menyuruh maid untuk membuatkan minuman pada Zeeshan dan tangan kanannya. Juga menyuruh maid menghidangkan makanan di meja makan supaya mereka makan setelah ini. Pria itu baru pulang dari luar negeri, Zeeshan pasti lelah. Nindi kembali ke kamar, melempar diri ke atas ranjang lalu menutupi wajah dengan bantal. Capek-capek mengubah penampilan dan bahkan sampai ganti style rambut, namun ternyata suaminya pulang dengan membawa perempuan yang jauh lebih cantik, tinggi, dan body goal. "Wkwkwk …." Nindi tiba-tiba tertawa cukup kencang, miris serta merasa jika dia sangat bodoh. "Bisa-bisanya aku pengen dipuji sama orang yang jelas-jelas kubenci. Salahku sih," gumam Nindi, kembali tertawa miris. Sejujurnya Nindi ingin sekali menangis, bahkan air matanya sudah berkumpul di pelupuk mata. Namun, air matanya tertahan karena tiba-tiba handphone-nya berbunyi. Nindi meraih handphone, menaikkan alis saat melihat nama kontak yang menghubunginya. 'Kaze My honey.' *** Tuk' Maid meletakkan secangkir kopi di depan tuannya. Meski dia sudah melakukannya dengan sangat hati-hati dan sangat pelan, akan tetapi karena perasaan gugup dan takut, cairan hitam dalam cangkir tumpah sedikit dan bahkan suara dentingan terdengar jelas ketika dia meletakkan cangkir tersebut. Zeeshan mengamati cangkir yang diletakkan di depannya. Hal tersebut semakin membuat maid gugup dan ketakutan. "Siapa yang menyuruhmu membuatkan kopi untukku?" tanya Zeeshan pada maid, setelah diam dan hanya mengamati cangkir kopi. Maid tersebut berpindah tempat dengan cepat, berdiri tak jauh dari sebelah Zeeshan. Kepala maid itu menunduk karena takut bersitatap dengan tuannya. "Nyonya Nindi, Tuan," jawab maid tersebut. "Di mana Nyonya?" tanya Zeeshan datar. "Ke atas, Tuan." "Humm." Zeeshan hanya berdehem akan tetapi segera beranjak dari sana. Zeeshan melangkah panjang menuju lift, ingin menemui Nindi di dalam kamar mereka. Wajah Zeeshan terlihat sangat dingin, alis menekuk tajam dan sorot mata yang terasa gelap. Tiba di lantai 3, Zeeshan berjalan cepat ke kamarnya. Dia membuka pintu, menemukan Nindi sedang berbicara dengan seseorang. Sepertinya perempuan itu sedang bertelponan. Namun, ketika dia mendekat ke tempat istrinya duduk santai, ternyata Nindi sedang video call dengan seorang pria. Zeeshan memilih diam dan mengamati, menunggu Nindi menyadari keberadaannya di sana. Namun, Nindi terlihat asyik mengobrol dengan seseorang tersebut, dan saking asyiknya dia tak sadar-sadar kalau Zeeshan berdiri tak jauh dari tempatnya. 'Aku tidak mau tahu, kau harus datang dan bawakan aku buket bunga.' Terdengar suara laki-laki yang bass. Zeeshan mengepalkan tangan saat mendengar suara pria tersebut. Istrinya mengabaikannya dan di sini malah mengobrol mesra dengan pria lain. Damn it! "Boleh saja, my Honey. Tapi-- kamu harus bilang kalau aku cantik." 'Kau cantik.' "Yang ikhlas dong. Ih!" 'Kau cantik, My Queen.' "Hihihi." Nindi tertawa kecil, salah tingkah setelah dipuji oleh pria yang melakukan video call dengannya, "oh iya. Aku pakai poni lagi loh. Coba lihat? Bagus nggak, bagus nggak?" Nindi menunjukkan poni tipisnya pada seseorang yang melakukan panggilan video dengannya. Demi Tuhan! Tadi Nindi sangat deg degkan saat Zeeshan menyinggung masalah poninya. Dalam hati dia takut Zeeshan tak suka karena poni ini mungkin akan membuat Zeeshan teringat pada Nindi remaja saat high school dulu. Namun, Nindi tetap berharap jika suaminya tersebut melontarkan kalimat pujian untuk gaya rambut barunya. Nindi sangat menunggu Zeeshan mengatakan 'ponimu bagus. Namun, sayang dia hanya mendapatkan sikap dingin Zeeshan. Untungnya seseorang ini tiba-tiba menghubungi Nindi. Meskipun pria ini memujinya karena terpaksa, setidaknya ada yang memuji penampilan baru Nindi. 'Biasa saja.' "Is. Bukannya kamu sering bilang yah kalau aku cantik pakai poni?" Nindi memanyunkan bibir, tak senang dan tak puas mendapat jawaban dari seseorang tersebut. Nindi haus pujian dan dia ingin pria yang melakukan video call dengannya memujinya. 'Jika sudah tahu, kenapa masih bertanya?! Ya, kau cantik, sangat cantik.' jawab pria itu. "Wah, terimakasih, Kesayanganku. Hihihi … jadi makin gemas deh sama kamu." Nindi tertawa kecil, merasa senang karena akhirnya ada yang memuji poni tipisnya. 'Kau datang bukan?' "Baik deh. Karena kamu sudah memuji kecantikanku yang luar biasa ini, aku bakalan datang dan membawakan buket bunga yang besar buat kamu. Nanti, aku juga bakalan dandan secantik mungkin. Aku mau mencoba make up latina supaya menjadi perempuan anggun dengan aura dark feminim. Ugh! Cewek-cewek genit yang menempelimu akan kuhempaskan dengan kecantikan ku yang telah comeback ini. Mereka pasti ketar-ketir saat bidadari ini menghampirimu, Baby. Ahahaha …." 'Whatever. Terpenting kau dat …-' Tiba-tiba saja handphone Nindi dirampas oleh seseorang, panggilan video diakhiri begitu saja oleh seseorang yang merampas handphonenya tersebut. "Ck." Nindi berdecak, reflek duduk tegap sambil menatap protes dan kesal pada Zeeshan, "kembalikan handphoneku!" "Beraninya kau selingkuh dariku, Nindi Xaviera Azam!" geram Zeeshan, langsung melempar kasar handphone Nindi ke sembarang arah, "dan ini alasanmu mengubah penampilan, Heh?! Demi pria lain. Selingkuhanmu?!"A-apa? Nindi kita berselingkuh? Gimana menurut MyRe? Apakah Nindi sungguh berselingkuh, MyRe? Ini contoh batu bata dengan varian bentuk, MyRe … ◍ ✿ ╹╹ ꈍ ꈍ ♡ ♡ □. Ada yang bulat, bunga, persegi panjang melayang, batu bata no name, batu bata lope-lope dan ada yang kubus juga, MyRe. Mumpung batu batanya masih gratis, MyRe ambil saja buat nimpuk pala Cacan. Hehehe siapa tahu habis itu Cacan kembali ke jalan yang benar. Papai, lanjut besok lagi. IG:@deasta18
"Demi pria lain. Selingkuhanmu?"Nindi menatap handphonenya yang dilempar oleh Zeeshan. Rasa kesal dan marah seketika memenuhi dirinya. Nindi bangkit dari sofa lalu berdiri, menatap menantang ke arah Zeeshan. "Mau demi selingkuhanku atau bukan, itu bukan urusanmu!" ketus Nindi, segera beranjak dari sana dengan menyenggol lengan Zeeshan. Dia menghampiri handphone miliknya yang Zeeshan lempar lalu mengambilnya. Saat Nindi berdiri–sebelumnya berjongkok untuk mengambil handphonenya, tiba-tiba saja Zeeshan sudah berada di belakangnya. "Jadi benar jika kau berselingkuh?" ucap Zeeshan dengan nada marah yang tertahan. "Bukan urusanmu," jawab Nindi ketus, menatap Zeeshan dengan alis menekuk. Rahang Zeeshan seketika mengatup, menatap Nindi dengan marah. Dia mencengkeram Nindi kemudian menarik perempuan itu secara kasar ke atas ranjang. Bug'Dengan amarah yang menyelimuti diri, Zeeshan mendorong kasar Nindi ke atas ranjang–membuat Nindi terhempas kuat, berakhir berbaring di tengah. Dress y
'Kalau bukan karena kau mengandung anakku, aku tidak akan menikahimu. Aku tidak peduli pada penampilanmu.' Tiba-tiba saja ucapan Zeeshan waktu itu, kembali mengiang dalam kepala Nindi. Jika Nindi pikir lagi, Zeeshan sebenarnya tak peduli pada penampilannya dulu. Namun, karena mereka menikah, Zeeshan ingin Nindi merubah penampilan. Pria itu menyuruhnya berpenampilan lebih rapi, bukan karena Zeeshan suka padanya. Namun, karena pria itu ingin menjaga nama baik dan reputasi. Harusnya Nindi memahami itu dan tak berharap apapun. Nindi menghela napas lalu segera masuk ke dalam rumah. Melihat Zeeshan ada di ruang tengah, sedang duduk di sofa sambil berbincang dengan tangan kanan serta perempuan tadi, Nindi memilih beranjak dari sana. Untuk apa Nindi ke sana dan bergabung?! Toh, Zeeshan melewatinya begitu saja, tak mengatakan apapun dan langsung masuk ke dalam rumah ini bersama perempuan tadi. Namun meski begitu, Nindi menyuruh maid untuk membuatkan minuman pada Zeeshan dan tangan ka
"Sangat asin, Nyonya. Se-seperti makan garam." Raut muka Nindi makin tegang, menatap maid dengan manik berkaca-kaca dan khawatir. Bagaimana tidak? Jika benar rasa makanannya asin, itu berarti Zeeshan …- 'Ya ampun. Mas Ze menghabiskan semua makanan yang kumasak dan dia sama sekali tidak komplain atau bahkan mengatakan hal buruk tentang makanan yang kumasak. Dia hanya menyuruhku untuk tidak-- ouh, jangan-jangan dia menyuruhku makan setelah dia berangkat, itu supaya aku nggak tahu kalau makanan yang kumasak itu asin sangat. Dia ingin menjaga perasaanku?' batin Nindi, mendadak diam dengan ekspresi tak enak dan sedih, 'Kak Zeeshan menghabiskan masakanku bukan karena enak, tapi karena keasinan. Huaaa ….' "Nyonya tidak apa-apa?" tanya maid, menatap khawatir pada Nindi yang tiba-tiba saja membatu dan merenung. Nindi mendongak pada maid lalu menggelengkan kepala. "Aku tidak apa-apa, Ibu," jawab Nindi lesu, merasa tidak enak dan lemas secara bersamaan. Dia ingin kege'eran–menganggap tind
"Selamat datang, Tuan Zeeshan," ucap kepala maid dengan sopan, setelah dia dan maid lainnya membungkuk hormat pada Zeeshan yang memasuki rumah. Nindi yang berada di tengah para maid dan di depan Zeeshan, cukup syok melihat hal ini. 'Apa setiap hari para maid melakukan ini untuk menyambut Si Es Bon Cabe ini? Nggak sekalian ajah ngundang anggota nasyid untuk menyambut kedatangannya? Ya, biar meriah dikit. Biar muka flatnya ada variasi rasa kasidah.' batin Nindi, awalnya jengah pada Zeeshan yang harus disambut bak raja oleh semua orang, lalu mendadak menegang kaku saat sadar jika pria itu sudah tepat di depannya. Zeeshan berhenti melangkah tepat di depan istrinya. Dia diam cukup lama, mengamati penampilan Nindi yang terkesan manis dan anggun. Senyuman yang sangat tipis muncul di bibirnya. Sayangnya, tak ada siapapun yang menyadari senyuman tersebut. Saking tipisnya! "Kau sedang apa di sini?" tanya Zeeshan dengan nada datar, akan tetapi terkesan dingin dan mencekam bagi Nindi. Nind
"Apasih maunya si Es Bon Cabe level 1000 itu?!" gerutu Nindi, sedang memasak makan malam untuk Zeeshan. Nindi kesal dan sebenernya enggan memasak seperti yang Zeeshan perintahkan. Namun, karena takut pria itu memarahinya lalu melontarkan kalimat pedas padanya, Nindi pada akhirnya memasak untuk Zeeshan. Sepanjang memasak, Nindi tak hentinya mengumpati Zeeshan. Dia terus menggerutu untuk meluapkan perasaan kesal karena Zeeshan melarang Nindi keluar dari rumah ini. Pria itu memang gila dan lebih gilanya, Nindi adalah istri dari pria gila yang ia juluki es bon cabe tersebut. "Awas saja kalau makanan yang sudah kumasak ini nggak dimakan sama dia, kupukul kepalanya pakai panci," kesal Nindi, memindahkan masakan dalam wadah yang memiliki tutup lalu meletakkannya di atas meja makan. Ini sudah jam 17:25, sebentar lagi pria itu akan pulang. Nindi masih belum mengemasi pakaian Zeeshan, dan dia baru menyelesaikan tugas memasak. "Tapi-- it's ok! Dia bakalan ke luar negeri dan aku
"Tu-Tuan Zeeshan," ucap Mohan dengan suara gemetar dan takut. Dia reflek membungkuk lalu setelahnya hanya menunduk karena tak berani bersitatap dengan pria itu. Nindi mendongak pada Zeeshan, memperhatikan wajah tampan Zeeshan dengan ekspresi terkesima. Pria ini tiba-tiba datang dan menolongnya. Bahkan, pria ini dengan lantang mengakui Nindi sebagai istrinya di hadapan Mohan. Perlakuan Zeeshan yang seperti ini membuat Nindi tersentuh. Apa Zeeshan peduli padanya? "Undurkan dirimu dari pekerjaanmu atau kau ku jebloskan dalam penjara," ucap Zeeshan dengan nada dingin, setelah mengatakan itu dia beranjak dari sana–membawa Nindi bersamanya. *** "Penampilan busukmu hampir mencoreng nama baikku." Suara dingin Zeeshan mengalun, tatapan tajam menghunus ke arah Nindi. Nindi menyilangkan tangan di depan dada, menatap Zeeshan dengan sorot mata berkaca-kaca karena sakit hati pada ucapan Zeeshan. Pria ini membawanya pulang ke rumah. Zeeshan memandikannya secara paksa lalu sekarang pria i