"Bayi lagi! Apa cuma itu yang kamu pikirkan?!" tanya Nindi dengan suara lemah, menatap sendu ke arah Zeeshan.
Dia tahu Zeeshan menikahinya karena bayi di perutnya. Tapi tidakkah Zeeshan memikirkannya sedikit saja? "Hmm." Zeeshan berdehem singkat, "kau berharap apa?" lanjutnya dengan berkata datar. Dia menarik Nindi kemudian mendudukkan perempuan itu di atas ranjang. "Beristirahat," lanjutnya, setelah itu keluar dari kamar. Nindi duduk lesu di pinggir ranjang, memikirkan kembali ucapan Zeeshan sebelumnya. Ya, Zeeshan benar! Apa yang dia harapkan dari pria itu? Sejak dulu Zeeshan tidak menyukainya, pria itu menolaknya dengan cara yang jahat. Seharunya Nindi tak berharap apapun dari pernikahan ini, karena bukankah dia juga membenci Zeeshan?! Pria itu jahat, dingin, dan bermulut pedas. Pria itu juga tak akan pernah peduli padanya karena sejak awal Zeeshan hanya peduli pada nama baiknya. Nindi mengerjap beberapa kali, mengusahakan supaya air matanya tak jatuh. Setelah itu, dia memilih membaringkan tubuhnya di ranjang besar dan luas milik Zeeshan. Nindi menengadah, menatap langit-langit kamar dengan sendu. Dulu–saat hight school, dengan lantang Nindi mengatakan pada teman-temannya kalau dia akan menjadi istri Zeeshan. Dia bangga pada hal itu. Namun, sekarang setelah ucapan naifnya terkabul, Nindi menyesalinya. Jika Nindi tahu Zeeshan sejahat ini, demi Tuhan, Nindi tak akan pernah jatuh cinta padanya. Nindi tertidur. Beberapa kali dia terjaga akan tetapi karena Nindi merasa tubuhnya lemas, dia memilih lanjut untuk tidur. Walaupun pernikahannya dengan Zeeshan tergolong sederhana, akan tetapi Nindi tetap kelelahan. Ditambah Zeeshan memaksanya untuk melayani pria itu, membuat Nindi semakin lelah. Ketika Nindi bangun, dia mendapati dua maid yang berdiri di sisi ranjang. Maid tersebut langsung membungkuk hormat pada Nindi, ketika Nindi menatap mereka. "Ada apa?" tanya Nindi setelah mengambil posisi duduk. "Tuan Zeeshan meminta kami untuk membangunkan Nyonya. Tuan sudah di ruang makan, menunggu anda untuk makan malam bersama." Mata Nindi seketika melebar, reflek menoleh ke arah gorden yang telah tertutup, menandakan jika hari sudah malam. Nindi kembali menoleh pada maid. "Ini sudah malam, Bu?" Maid tersebut menganggukkan kepala. Nindi meringis, memijat kening sambil menunduk. Dia tidur selama itu? Dari jam sebelah siang hingga jam setengah delapan malam. Wow! Nindi kemudian mendongak pada maid. "Baiklah, aku akan segera ke bawah," ucapnya sembari turun dari ranjang, "katakan padanya-- maksudku pada Tuan Zeeshan, aku mandi dulu," lanjutnya. "Baik, Nyonya." Maid tersebut membungkuk pada Nindi lalu setelahnya segera beranjak dari kamar majikannya. Nindi segera mandi, terkesan buru-buru karena tak ingin membuat Zeeshan menunggu. Bukan apa-apa, pria itu bermulut pedas dan Nindi tak mau terkena ucapan jahat Zeeshan. Setelah mandi, Nindi masuk ke walk in closet dan betapa terkejutnya dia karena tak menemukan pakaiannya di dalam. Ada pakaian perempuan, tetapi itu bukan milik Nindi. "Tadi aku ketiduran dan belum sempat membawa koper ku ke sini. Apa koperku masih di bawah?" monolog Nindi sambil menatap baju di dalam lemari khusus pakaian perempuan tersebut. Ada banyak pakaian untuk perempuan yang tersusun rapi di sini. Namun, semua pakaian ini bukan selera Nindi. Mereka semua terkesan feminim. "Untuk siapa pakaian ini?" gumamnya lagi, bingung karena menemukan pakaian perempuan di lemari Zeeshan. Zeeshan memiliki kakak perempuan. Namun, tidak mungkin pakaian kakak perempuan Zeeshan ada di kamar Zeeshan. "Ini masih baru," ucap Nindi lagi, memeriksa pakain di sana dan ternyata semuanya masih baru. Pada akhirnya karena tak punya pilihan, Nindi memakai salah satu pakaian di sana. Setelah mengenakan salah satu dress dengan panjang di bawah lutut, Nindi sejenak mengamati penampilannya di depan kaca. Dia terdiam karena merasa de javu, seakan-akan melihat dirinya saat hight school dulu. Penampilannya terlihat anggun, manis, dan rapi–mirip seperti Nindi dahulu. Tok tok tok. Mendengar pintu kamar diketuk, Nindi segera beranjak dari depan kaca. Dia buru-buru keluar dari kamar, mendapati maid yang ternyata kembali datang untuk memanggilnya. Nindi buru-buru menemui Zeeshan ke ruang makan, di mana saat dia memasuki ruang makan seseorang yang berada di dalam langsung menatapnya. Tatapan Zeeshan terasa sangat aneh, membuat Nindi kurang nyaman dan canggung. "Silahkan duduk," dingin Zeeshan, masih menatap Nindi dengan intens. Nindi menghela napas, menganggukan kepala lalu menarik kursi untuk duduk. "Duduk di sebelahku," peringat Zeeshan, suaranya sedikit menyentak–terkesan marah. Perempuan itu duduk di ujung, berjarak sangat jauh darinya. Nindi berdecak pelan, berdiri lalu pindah tempat ke sebelah Zeeshan. "Kamu ini kenapa sih? Tidak ada siapa-siapa di sini, jadi seharusnya kita tidak perlu dekat," kesal Nindi. "Berbicara yang sopan, panggil aku 'mas dan jangan pernah menyebutku dengan nama ataupun kata ganti 'kamu," datar Zeeshan, mengabaikan ucapan Nindi sebelumnya."Zeeshan apa?" dingin Zeeshan kembali. Nindi tak berani menjawab, menggaruk tengkuk sambil menampilkan wajah muram dan murung. 'Kenapa galaknya balik lagi? Mentang-mentang udah nggak bulan madu, skin Bon Cabenya dipake lagi.' batin Nindi. Zeeshan tiba-tiba menarik lengan Nindi, memaksa perempuan itu supaya ikut dengannya ke kamar mandi. "Ikut aku!" marah Zeeshan. "A-ampun, Mas," gugup Nindi, sedikit memberontak karena mendadak takut saat Zeeshan menariknya ke arah kamar mandi. Apa yang akan pria ini lakukan padanya? Apakah dia akan ditenggelamkan dalam buth up, seperti ibu tiri kejam yang marah pada anak tirinya? Atau dia akan disuruh menyikat lantai kamar mandi? Namun, semua tebakan Nindi tersebut salah. Pria itu malah …. adegan 21 plus-plus. Untung Nindi menikmati-- ah, maksud Nindi, untung sudah halal jadi adegan tersebut tak masuk dalam kategori adegan berbahaya. Setelah selesai dengan ritual manja dan manis tersebut, juga selesai mandi, Nindi buru-buru keluar dari kam
"Nindi, aku datang untuk meminta maaf," ucap Maura, di mana Andrea menganggukkan kepala karena dia juga ingin meminta maaf pada Nindi. "Oh, yaudah," ucap Nindi santai, akan tetapi menatap ke dua orang tersebut dengan tampang muka tak suka. Katakan Nindi jahat, akan tetapi dia tidak akan semudah itu berdamai dengan kedua orang ini. Maura mempermalukannya di hadapan teman-temannya dan Adrea mempermalukannya di hadapan orang tuanya. Nindi mengatakan iya karena dia tak ingin memperpanjang masalah. "Nindi, kita bisa jadi teman kan?" ucap Andrea, senyum manis pada Nindi. "Masalah kemarin, maaf yah … aku hanya salah paham. Aku benar-benar tidak bermaksud untuk menjelek-jelekkan kamu. Maafin aku yah," tambah Adrea. "Iya," jawab Nindi, menganggukkan kepala. "Nindi, kita juga teman kan?" ucap Maura, menatap gugup pada Nindi sambil senyum kaku. Nindi ingin menjawab, akan tetapi tiba-tiba saja Danish datang. Pria itu menarik Nindi lalu mendorong Nindi supaya masuk ke dalam. "Jangan
Nindi dan Zeeshan akhrinya kembali ke tanah air, di mana kepulangannya di sambut oleh keluarga besar Adam dan keluarga Azam. Kakek dan nenek Nindi datang, begitu juga dengan kakek nenek suaminya. Mereka semua sama-sama menunjukkan rasa khawatir dan perhatian pada Nindi. Tak lupa sahabatnya, Clara, yang juga datang menjenguk dan menangisinya.Perempuan itu sangat khawatir padanya sehingga tak menangisi Nindi. Akan tetapi sekarang Clara sudah tak menangis, mendadak lupa cara menangis sebab adanya keberadaan Kaze yang sudah Clara klaim sebagai brondong love. "Aduh, Adinda yang cantik ini tidak bisa membuka bungkus coklat ini," ucap Clara, sengaja tak bisa membuka bungkus coklat untuk mencari perhatian pada Kaze, "adakah pangeran yang bersedia membuka bungkus coklatku?" tambah Clara dengan nada lemah, bersikap layaknya perempuan yang tak berdaya. Saat ini dia, Nindi, Kaze dan Danish, berada di halaman samping rumah. Di dalam ada banyak orang, baik keluarga Azam maupun keluarga besar Ni
Gisella menganggukkan kepala, selanjutnya mengatakan semua kelakuan Andrian. Termasuk memaksanya mengenakan topeng silikon berbentuk wajah Nindi–saat dia dan pria itu bercinta. Dia juga merencanakan secara detail tentang penculikan Nindi, termasuk bagian Nindi pura-pura senang diculik dan bersedia menikah dengan Andrian, padahal diam-diam perempuan itu merencanakan pelarian. Dia juga menceritakan bagian Andrian berjanji menikahinya lebih dulu barulah menikahi Nindi, akan tetapi Andrian berkhianat. Hanya ada satu gaun dan itu untuk Nindi. Dari sana lah dia menemui Nindi, awalnya dia ingin membunuh Nindi karena merebut Andrian darinya. Tetapi Nindi berhasil menyakinkannya bahwa Nindi tidak sudi menikah dengan Andrian, itu hanya taktik supaya Andrian tidak melakukan hal-hal tidak baik padanya. Akhirnya dia sepakat membantu Nindi, bertukar posisi–dia menjadi pengantin untuk Andrian, lalu Nindi melarikan diri ke hutan. "Saat Andrian tahu akulah perempuan yang dia nikahi, dia sangat marah
"Tuan Da-Danzel." Devson terbata-bata saat menyebut nama itu. Pemilik nama ini pernah dua kali hampir membunuhnya. Pertama, saat dia mencoba merebut istri pria ini. Yang kedua, saat putra angkatnya–Andrian, kedapatan menggunakan kamar putri pria ini sebagai tempat bercinta. Dulu, mereka sempat berbaikan. Namun, karena kejadian yang diperbuat oleh Andrian, pertemanan antara dia dan Danzel kembali rusak. Bahkan karena hal itu, Devson tak berani datang ke negara pria ini–saking takutnya dengan ancaman dari pria ini. Devson mencoba menenangkan diri lalu berbicara pada Danzel. "Tuan Danzel, tolong jangan halangi saya. Meskipun dia menantumu tetapi tidak seharusnya anda melindunginya. Dia telah melenyapkan putraku." "Dan kau tahu kenapa menantuku melenyapkan putra angkatmu yang brengsek itu?" Danzel mendekat ke arah Devson, di mana pak tua bernama Devson tersebut langsung mundur saat Danzel mendekat padanya. "Sa-saya tidak terlalu tahu. Tetapi yang saya tahu putraku telah tiada
"Sterilkan pisau itu," ucap Zeeshan pada anak buahnya. "Baik, Tuan Nimora." Melihat itu Leonard geleng-geleng kepala, tak habis pikir dengan Zeeshan yang … jika begini lebih baik pria telanjang itu dibakar, daripada harus dikebiri lalu dikembalikan pada orang tuanya. Ah, tapi sudahlah. Zeeshan ini putra seorang Zayyan, jadi dia sama mengerikannya dengan daddynya. "Devson harus melihat kondisi anak angkat kesayangannya. Dan aku ingin tahu seperti apa reaksinya?" tambah Zeeshan, mendekati istrinya lalu menggendongnya secara bridal style–membawa Nindi pergi dari sana. Nindi tahu bahwa Zeeshan lah yang menggendongnya, tercium dari aroma parfum sang suami. "Aku boleh membuka mata, Mas Ze?" "Humm." Zeeshan berdehem singkat. Nindi membuka mata, langsung menatap wajah suaminya yang masih terasa dingin. Sebenarnya Nindi ingin bertanya apa yang sebenarnya terjadi, dia penasaran nasib Andrian sekarang. Namun, melihat wajah dingin suaminya, Nindi memilih mengurungkan niat. 'Lebi