Share

4. Satu Kamar

Author: CacaCici
last update Last Updated: 2025-05-23 07:21:41

"Dan kebetulan malam ini adalah malam pertama kita, Nin."

Nindi menjauh dari Zeeshan, reflek menyilangkan tangan di depan dada. Tubuhnya tiba-tiba menggigil, bulu kuduk di tengkuk berdiri, dan wajah pucat pasi karena melihat tatapan Zeeshan yang terasa aneh. Pria itu menatapnya dalam dan ada maksud tertentu.

"Ja-jangan macam-macam yah!" peringat Nindi, terus menjauh sedangkan Zeeshan terus melangkah mendekat padanya.

"Aku memperingatimu! Argkk …." Nindi berakhir menjerit karena Zeeshan tiba-tiba meraih pinggangnya, menariknya sehingga dia berakhir menabrak dada bidang pria ini. Saat Nindi mencoba lepas, Zeeshan langsung menyentak pinggangnya, pria itu melingkarkan tangan di pinggang Nindi dengan erat–menekannya sehingga tubuh Nindi benar-benar merapat pada badan Zeeshan.

"Memperingati apa, Heh? Aku suamimu dan aku berhak menyentuhmu," ucap Zeeshan santai, menyunggingkan smirk tipis sambil melayangkan tatapan dingin pada Nindi.

"Jangan lupa, kita menikah karena terpaksa," kesal Nindi, mencoba memberontak dan melepaskan diri dari lilitan tangan Zeeshan.

Namun, pria itu tiba-tiba mengangkatnya bak karung beras lalu melemparnya ke atas ranjang.

"Ahg." Nindi meringis. Meskipun ranjang ini empuk, tetap saja punggung dan kepala belakangnya terasa sakit. "Zeeshan, kau gila yah?! Aku sedang hamil," ucap Nindi memekik, menatap marah pada Zeeshan.

Pria itu sama sekali tak mengindahkan ucapan Nindi, dia melepas pakaiannya lalu beralih melepas gaun indah yang masih melekat di tubuh Nindi.

"Zeeshan, aku memperingatimu!" pekik Nindi, memberontak saat Zeeshan mencoba melepas gaunnya. Namun, sayang karena tenaganya tak cukup kuat untuk menghentikan aksi gila Zeeshan.

"Berhenti memanggilku hanya dengan nama!" peringat Zeeshan, melayangkan tatapan pada Nindi. Dia kembali membaringkan tubuh perempuan itu lalu menindihnya.

"Zeeshan!" kesal Nindi, terkesan menantang pria yang saat ini berada di atas tubuhnya.

Sorot mata Zeeshan lebih gelap dari sebelumnya, devil smirk tiba-tiba muncul di bibirnya. "Ouh, kau menantangku, Heh?!" remehnya dengan nada rendah dan berat, suara yang membuat sekujur tubuh Nindi merinding.

"Bukankah saat itu kau memperkosaku?" Zeeshan mencengkeram pipi Nindi dengan cukup kuat, tetapi setelah itu mengusap nya lembut namun erotis, "bagiamana jika malam ini aku membalas perbuatanmu, Nindi Xaviera Azam?" lanjutnya, mendekatkan wajah dan mencoba mencium bibir ranum Nindi. Akan tetapi dengan cepat perempuan itu memalingkan wajah.

"Aku tidak memperkosamu, jangan memfitnah!" kesal Nindi, mengepalkan tangan karena benar-benar geram pada Zeeshan. Dari segi manapun, Nindi adalah korban karena dia dipengaruhi oleh obat terlarang. Sedangkan Zeeshan, dia sadar dan dia bisa menghidar.

"Jangan menolak!" Zeeshan memperingati, "atau aku benar-benar akan bertindak kasar padamu, Nindi."

Nindi seketika tak menolak membiarkan Zeeshan mencium dan melumat bibirnya. Dia takut Zeeshan benar-benar mengasarinya. Namun, Nindi hanya diam, tak membalas ciuman tersebut.

Zeeshan melepas ciumannya kemudian melayangkan tatapan dingin pada Nindi. "Balas ciumanku!" peringat Zeeshan–Nindi memalingkan wajah dengan ekspresi datar, terkesan menantang.

"Jadi kau benar-benar ingin kuperk--"

"Tidak," jawab Nindi cepat, "aku sedang hamil, tolong jangan bersikap kasar," cicitnya kemudian. Dadanya bergemuruh hebat dan jantungnya berdebar kencang.

Entah kenapa saat ini Zeeshan seperti orang yang berbeda. Aura pria ini menakutkan dan tatapannya terasa menelanjangi Nindi.

"Kalau begitu patuh padaku, Nindi Xaviera Azam!" dingin Zeeshan.

Nindi menganggukkan kepala pelan, akhirnya patuh dan bersedia menuruti keinginan Zeeshan. Malam itu, Zeeshan menyentuhnya dengan lembut. Sentuhannya seperti sengatan listrik yang lemah, menyentak tetapi tidak menyakiti. Pria itu membuatnya melambung tinggi dan merasakan kenikmatan tanpa siksaan.

Caranya menyentuh Nindi, seakan pria ini adalah pria yang sangat mencintai Nindi, begitu lembut dan penuh perhatian. Tapi itu tidak mungkin! Zeeshan hanya memikirkan anak di dalam perut Nindi, dan dia hanya memikirkan kesenangannya terhadap tubuh Nindi.

***

"Selamat datang, Tuan Zeeshan," sapa para maid pada Zeeshan, selaku pemilik rumah besar dan mewah ini.

Nindi mengamati sejenak rumah tersebut, tak ada tanda-tanda jika keluarga Zeeshan ada di sini. Mungkinkah Zeeshan membawanya ke rumah miliknya sendiri, dan bukan membawanya ke rumah keluarganya?

Tapi kenapa? Mereka baru menikah, seharusnya Zeeshan membawanya ke rumah orang tua ataupun keluarganya untuk bertemu dengan keluarga serta kerabatnya.

'Dia pasti takut aku mempermalukannya.' batin Nindi, mengingat ucapan Zeeshan tadi malam padanya. 'Apa aku sememalukan itu yah di matanya?' batin Nindi lagi, cukup murung dan sedih.

"Sambut istriku dengan baik," ucap Zeeshan tiba-tiba, membuat lamunan Nindi buyar–reflek menoleh pada Zeeshan.

"Selamat datang, Nyonya," ucap para maid pada Nindi, di mana Nindi hanya tersenyum tipis lalu menganggukkan kepala sebagai respon.

"Nindi Xaviera adalah istriku, kalian semua harus hormat dan bersikap baik padanya," lanjut Zeeshan, memperingati maid supaya bersikap baik pada Nindi. Para maid menganggukkan kepala secara patuh karena tak ada yang berani membantah ucapan Zeeshan.

Setelah itu, Zeeshan menggenggam tangan Nindi lalu menarik perempuan itu untuk ikut dengannya.

"Kau bisa melakukan apapun di rumah ini, tetapi jangan pernah masuk ke ruangan itu," ucap Zeeshan, tiba-tiba berhenti melangkah–membuat Nindi otomatis ikut berhenti melangkah.

Nindi menatap ruangan yang Zeeshan maksud, mengerutkan kening karena merasa penasaran. Ada apa dengan ruangan itu dan kenapa dia tidak boleh masuk ke dalam? "Kenapa memangnya?" tanya Nindi.

"Kau tak perlu tahu alasannya." Zeeshan kembali melangkah, begitu juga dengan Nindi karena tangannya digenggam oleh Zeeshan, "cukup patuh dan jangan masuk ke sana. Jika kau membantah, kau akan tahu akibatnya, Nin."

Nindi menganggukkan kepala. Secara pelan dia berdecak lalu memutar bola mata secara jengah. Namanya Nindi dan dia kurang suka namanya disingkat menjadi Nin.

Setelah tiba di lantai tiga rumah ini, Zeeshan menarik Nindi dalam sebuah kamar. "Ini kamar kita. Beristirahatlah," ucap pria itu dengan tenang.

Nindi seketika mengerutkan kening, langsung menatap protes pada Zeeshan. "Kita satu kamar? Ck, aku tidak mau. Aku ingin memiliki kamar terpisah, aku tidak mau satu kamar denganmu," protesnya.

Zeeshan langsung melayangkan tatapan tajam pada Nindi. "Kau tidak punya pilihan selain tidur di kamar ini."

"Apa alasannya? Karena kita suami istri? Kamu kan tahu kalau kita menikah karena sebuah keterpaksaan. Jadi suami istri bukan alasan sehingga kita tidur satu kamar. Dan masalah keluargmu, kita tinggal di rumahmu kan?! So-- mereka tidak akan tahu apa yang terjadi dan kita juga tak perlu berpura-pura …-"

Ucapan Nindi langsung dipotong oleh Zeeshan. "Kau ceroboh," datar pria itu. "Bayiku bisa dalam bahaya jika aku membiarkanmu memiliki kamar sendiri. Aku harus memantau mu."

Nindi berdecak pelan, pundaknya lngsung melorot lemas. Dia kesal mendengar ucapan Zeeshan, dia juga tersinggung. Hatinya meringis dan cukup sakit.

"Bayi lagi! Apa cuma itu yang kamu pikirkan?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Membuatmu Menjadi Milikku   (PS 43) Alasan Rekan yang Pendiam

    "Aku hamil," gumam Cyra sangat pelan, di mana saat ini dia sedang di meja kerjanya–tengah melamun karena masih tak menyangka kalau dia akan mengandung benih dari pria setengah monster itu. Cyra menghela napas pelan kemudian menatap sekitar, di mana pada rekannya sedang sibuk bekerja. "Hah, mereka semua mendadak cuek," gumam Cyra lagi, kembali menghela napas karena merasa bosan. Dia kembali melamun, efek bosan yang menghantuinya. Hingga tiba-tiba saja matanya melebar dan senyuman manis muncul di bibirnya. "Aku punya ide," gumam Cyra pelan, "bagaimana kalau aku kabur dari Tuan Kendrick? Wah, pasti seru. Ahaha … seluruh keluarga Azam akan memburuku karena aku lari membawa keturunan mereka yang ada di perutku. Dunia akan huru hara. Sedangkan aku-- hihihi, akan tinggal di pedesaan terpencil. Aku hidup tenang, senang, dan happy ending." Cyra bertopang dagu, membayangkan dirinya melarikan diri dalam keadaan hamil lalu dia menjadi buronan Kendrick. Rasanya mendebarkan dan tentunya meneg

  • Membuatmu Menjadi Milikku   (PS 42) Sang Pengantin Baru!

    "Kenapa Nenek Bestie harus pergi ke luar negeri?" ucap Cyra, di mana saat ini sedang berpelukan dengan sahabatnya yang akan berangkat ke luar negeri. Bandara. Saat dia dan Kendrick tiba di rumah, nenek dan kakek pria ini sudah menyiapkan keberangkatan ke luar negeri. Ternyata mereka sudah akan pergi, tinggal menunggu Kendrick dan dirinya pulang. Bukan hanya mereka saja yang akan mengantar kepergian sang kakek dan nenek, tetapi anak cucuk Reigha serta Ziea yang lainnya. "Kakekmu keukeuh membawa Nenek ke sana, Bulan manis," jawab Ziea sambil mengusap pipi Cyra penuh kasih sayang, "Kakekmu ingin menghabiskan waktu bersama Nenek di Paris. Rumah di sana, melukis cerita yang indah untuk Nenek dan Kakek," lanjutnya dengan berkata lembut dan penuh kasih sayang, sejenak menoleh pada cucunya lalu senyum manis kepada Kendrick. "Kalian baik-baik di sini yah, Bulan Manis," ucap Ziea lagi pada Cyra, "Ken, jaga istrimu dengan baik. Jangan menindasnya," ujarnya kemudian pada sang cucu. "Ten

  • Membuatmu Menjadi Milikku   (PS 41) Saran Yang Sebaiknya dipendam

    "Oke, aku dapat," ucap Cyra tiba-tiba, "ini pasti cocok buat kamu, Den, soalnya dia dewasa, keibuan, lebih tua dari kamu, janda, dan plus kaya raya." "Ra, lu kan kurang bergaul. Dapat kenalan janda di mana?" Devan menatap Cyra dengan mata memicing penuh kecurigaan. "Aku percaya padamu, Ra," sahut Denis sambil senyum manis dengan mata penuh binar, "cepat katakan siapa orangnya?" "Umm, tapi dia sudah punya anak dan anaknya cukup bandel. Memangnya kamu mau?" Cyra mencoba meyakinkan. "Tak masalah, asal dewasa dan keibuan. Soal anak bandel, aku akan menjadi ayah yang tegas dan baik dalam mendidik anak," jawab Denis mantap. "Namanya Bu." Cyra berkata santai. "Hah? Wanita mana yang namanya Bu?" Devan semakin curiga pada Cyra. "Mungkin itu nama panggilannya. Nama panjangnya, Ra?" Denis masih penuh harap. "Ya, itu nama lengkapnya. Bu." Cyra lagi-lagi berkata santai, akan tetapi ekspresi muka terlihat serius. Devan dan Denis saling bersitatap, "Namanya hanya Bu?" ujar ke

  • Membuatmu Menjadi Milikku   (PS 40) Makan Siang

    Padahal biasanya mereka semua asyik, apalagi saat mendekati jam makan siang. Pasti suasana ruangan akan lebih berisik. Hingga tibalah waktunya untuk makan siang, di mana Cyra dengan antusias mengeluarkan bekalnya karena tidak sabar mencicipi bekal yang disiapkan oleh sahabatnya. "Wah …." Mata Cyra berbinar terang saat melihat isi bekal dari nenek suaminya, sangat cantik dan rapi. Cyra buru-buru mengambil foto lalu segera mengirim foto tersebut pada bestie-nya. [Bekal dari Bestie sangat cantik. Terima kasih, My Bestie Unyu-unyu. Makin love-love deh ke Bestie.] Pesan yang Cyra kirim pada sang sahabat. Tanpa menunggu balasan pesan dari sahabatnya, Cyra mulai menikmati bekalnya. Tiba-tiba saja dia mencium aroma ayam kalasan yang wangi dan khas, membuat Cyra buru-buru menoleh ke arah sebelahnya. Mata Cyra menatap ayan yang digoreng dengan bumbu kalasan tersebut dengan sorot tertarik ataupun tergiur. Akan tetapi Cyra canggung untuk meminta. 'Ah, tunggu saja deh. Biasanya kan M

  • Membuatmu Menjadi Milikku   (PS 39) Kembali Bekerja

    "Ini bekal makan siangmu, Bulan Manis," ucap Ziea sambil menyerahkan kotak bekal makan siang pada Cyra. Hari ini Cyra akan kembali ke kantor dan alangkah terkejutnya dia karena nenek suaminya membuatkan kotak bekal makan siang. Ya, Cyra memang dekat dan bersahabat dengan Ziea, akan tetapi tetap saja dia terharu. Mungkin ini faktor karena sudah lama tak merasakan kehangatan keluarga. Cyra senyum lebar pada Ziea, "terima kasih, Nenek," jawabnya secara antusias dan bersemangat. "Sama-sama, Bulan manisku," jawab Ziea, tak kalah antusias karena mengimbangi sang sahabat. Setelah itu, dia menyerahkan kotak bekal pada cucunya, "ini untukmu, Ken. Ingat! Jaga dan perlakukan istrimu dengan baik di kantor. Jangan menindas Bulan manis Grandma." "Ya, Grandma." Kendrick menganggukkan kepala. Dia dan Cyra pamit pada Reigha dan Ziea kemudian setelah itu segera berangkat ke kantor. Sepanjang perjalanan Cyra terus tersenyum sambil memeluk kotak bekal pemberian sahabatnya. Hal tersebut ta

  • Membuatmu Menjadi Milikku   (PS 38) Pindah

    Cyra berdiri sambil menatap was-was pada Kendrick yang mendekat ke arahnya. Wajahnya tegang karena sedikit takut melihat raut marah Kendrick. Sebetulnya, Cyra tak tahu kenapa Kendrick terlihat marah, yang jelas dia perlu waspada pada Kendrick. "Kenapa telingamu terluka, Cyra Satiya Azam?!" tanya Kendrick kembali, mengulurkan tangan untuk menyentuh daun telinga Cyra yang diperban. "Ada insiden," jawab Cyra sambil bergerak mundur karena tak nyaman pada Kendrick yang terus mendekat serta mengikis jarak. "Insiden apa?" tanya Kendrick lagi. "Pokoknya insiden." Cyra mencoba mengelak dan tak ingin membahas masalah tadi, "tapi masalahnya sudah selesai. Nama Tuan Mas tidak akan terseret, jadi tenang saja," jelasnya karena takut alasan Kendrick marah sebab cemas Cyra mencoreng nama keluarga Azam. "Kenapa kau tidak menghubungiku, Hum?" Kendrick duduk di sofa kemudian menarik Cyra agar duduk di pangkuannya. "Untuk?" Cyra menaikkan kedua alis sambil menatap ragu pada Kendrick. Sejujurn

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status