PoV HamdanMbak Hana bilang jika pintuku terbuka. Aku yakin, jika Nasna pulang ke rumah ini, tapi apa yang ia cari. Gawat jika dia masuk ke dalam kamar, sedangkan kamar kondisinya berantakan seperti ini karena semalam aku membawa Mega ke rumah. Itu Lingerie milik Mega. Nasna pasti telah melihatnya jika memang dia kemari, Jika Nasna tahu aku ada hubungan dengan Mega bisa gawat. Lagian kenapa Nasna harus diam-diam datang ke rumah. Di rumah kontrakan ini juga tak ada barang berharga, karena aku juga tak membelikannya perhiasan atau barang mahal lain. Saudaraku sudah berusaha untuk menghubunginya. Tapi Nasna hanya membaca pesan yang dikirimkan oleh Anggi begitupun Mbak Hana. Aku juga sudah berusaha untuk menghubungi Nasna menggunakan nomor baru tadi tetap saja tidak diangkat olehnya.Di mana Istriku itu sekarang, aneh juga rumah ibu mertuaku juga kosong mereka seperti menghilang mendadak. Aku mencoba bertanya pada tetangga tapi mereka tidak ada yang tahu. Apakah begini cara Nasna memb
PoV NasnaMas Hamdan terkejut melihat keberadaanku di rumah. Aku terpaksa pulang terlebih dahulu, karena Nisa akan masuk sekolah seperti biasa. Jika aku tak pulang, bisa saja Mas Hamdan mencari Nisa ke sekolahnya. Aku takut dia mengetahui jika keluargaku telah pindah ke rumah baru. BPKB mobil itu butuh waktu 1 bulan lebih lagi untuk balik nama. "Kamu kemana saja, aku hubungi menggunakan nomor baru tetap tak di balas!" ucap Mas Hamdan ketus menatapku. "Aku ikut ibu, ke rumah saudaranya. Ada hajatan," jawabku asal."Bohong, kamu bahkan sempat menyelinap masuk ke rumah saat aku bekerja kan!" hardiknya."Oh itu, ya aku sempat pulang sebentar mengambil sesuatu, dan aku melihat lingerie berwarna merah. Baru saja 2 hari aku tak pulang, kamu sudah bawa perempuan masuk rumah ini, Mas! Beruntung kalian tak di grebek ya!" ujarku membuat Mas Hamdan mendelik dan tertegun."Omong kosong apa yang kamu katakan!" Mas Hamdan berjalan menuju kamar, seperti menghindar dari ucapanku barusan. Dasar suami
PoV Nasna (2)Kusentak rambut Mega hingga wajahnya menengadah ke atas. Lihatlah wanita selingkuhan suamiku ini, habis berapa Mas Hamdan membiayai gaya hidupnya. Vina dan Rasti tak berani melerai, justru mereka hanya melihat adegan ini."Lepaskan!" Mega berusaha untuk melepaskan diri, tapi aku lebih kuat dari gadis sundal ini.Wajahnya yang glowing, bulu matanya yang lentik karena eyelash extension. Tak rela aku melihat kezaliman suamiku demi mempercantik pelakor ini."Ahhh... Sakit!" teriak Mega dengan keras. Bagaimana ia tak menjerit aku mencabut paksa bulu mata tanam itu, dan pasti sangat sakit. Sekuat tenaga aku melepas bulu mata hingga beberapa lepas."Nasna!" Vina memanggil mungkin ia khawatir."Kalian jangan ikut campur! Ini adalah hak-ku yang du renggut oleh pelac*r ini!" ucapku sambil terus mencabut eyelash extension di bulu mata Mega."Sakit, lepasin! Aku aduin kamu sama Mas Hamdan. Biar kamu di ceraikan sama dia!" ucapnya mengancam."Adukan saja, siapa juga yang akan memper
PoV NasnaAku tak luluh sama sekali dengan permintaan maaf Mas Hamdan. Pasti ada maksud di balik semua ini."Nas, kamu tak mau memaafkan, Mas?" tanya Mas Hamdan menatapku lekat.Aku hanya diam, enggan mulut ini bicara dan memaafkan dirinya. terlebih keluarganya telah menghinaku, dan membela gundik itu. "Sebagai permintaan maaf, Mas ingin ajak kamu makan. Kamu mau kan? Nisa mana, kita makan di luar," ujarnya tersenyum mengajakku untuk makan di luar bersama Nisa."Nisa, di mana sayang?" tanya Mas Hamdan kembali. Ia memanggil sayang, jijik mendengar kata itu keluar dari mulutnya yang tidak sesuai dengan isi hati. "Nisa sedang di rumah Ibu, mungkin dia akan menginap di sana, besok pagi akan diantarkan oleh, Riri!" jawabku."Kalau begitu kita keluar berdua saja, sayang," Mas Hamdan ingin memegang tanganku namun aku beringsut mundur dan menghindari Mas Hamdan. Agar ia tidak bisa menyentuhku. Mas Hamdan bangkit dan memaksakan senyum sebelum ia berlalu.Di balik perubahan yang tiba-tiba ini,
PoV Nasna Semua sudah berkumpul. Beberapa warga berusaha mendobrak pintu itu, dan saat pintu terbuka Pak RT, aku, dan Vina menuju kamar. Terdengar desah*n dari kamar yang di duga adalah kamar Mega. Menjijikkan suamiku, dia melakukan perzinaan di rumah orangtua gadis itu, rasanya batinku teriris. Bohong jika aku tak merasa sakit, rasa sakit bukan cemburu, tapi jijik dengan kelakuan mereka dan semua kezaliman yang berikan padaku dan Nisa. Aku yang membuka pintu kamar Mega. Tidak terkunci, mungkin ia kira keadaan aman karena juga sepi hanya mereka berdua. Vina kuminta untuk merekam kejadian ini, ia standby dengan ponselnya dan terus merekam. Termasuk ketika pintu terbuka, posisi Mega ada di atas suamiku. Tanpa sehelai benang pun, membuat mereka gelagapan saat pintu terbuka dan di saksikan banyak mata perbuatan zina itu. Mas Hamdan mendorong tubuh Mega hingga wanita itu terjungkal ke bawah, sampai jatuh dari ranjang. Mega meringis kesakitan, karena kepalanya menghantam lantai. "Ken
Bab 19"Tapi aku yang berhak memberi keputusan!" ucap Mas Hamdan yang seolah ragu untuk bercerai."Kita hanya menunggu sidang, dan aku berhak menggugat cerai darimu!" ujarku lantang. Aku bergegas menuju kamar, mengambil koper dan akan mengemasi beberapa pakaian Nisa dan milikku."Jangan bawa barang milikku!" ucap Mas Hamdan yang menghentikan aku.Aku mencampakkan koper itu, aku tahu yang dia maksud. Kini aku mengambil tas yang sudah usang, dan itu memang milikku sendiri. "Aku hanya membawa pakaianku dan Nisa, yang aku beli sendiri!" sebagian barang tak muat masuk ke dalam tas, aku memasukkannya ke dalam kantong kresek hitam. Berusaha tegar menghadapi kezaliman suamiku dan keluarganya. Mas Hamdan yang bersalah, namun seolah aku lah penjahat di sini. Mereka mengeroyokku, atas apa yang terjadi.**Tatapan sinis dan mengintimidasi aku dapatkan ketika berjalan menuju ruang depan, di mana mereka berkumpul."Kamu akan menyesal melakukan ini pada Hamdan," tukas Mbak Hana menunjukku."Kita
PoV Nasna (Di usir dari rumah)Ibu-ibu itu semakin mengomeli Mega. Sumpah serapah, cacian mereka lontarkan pada gadis itu. Seorang wanita perebut suami orang, dengan jelas berzina pasti sangat mengundang emosi banyak orang terutama kaum hawa. Jiwa persatuan mereka meronta-ronta untuk menghakimi."Kalau Pak Kades, gak bisa kasih hukuman untuk dia. Biar kita yang turun tangan!" salah satu dari Ibu itu mengambil air selokan yang tergenang cukup tinggi, karena semalam hujan. Ia mengambil menggunakan gelas air mineral bekas, kemudian menyiramkan pada wajah Mega.Byyurrr...!" Mega gelagapan karena aksi mereka. "Lagi Mbak, Suwarni!" teriak mereka.Dan kembali air selokan itu menyiram wajah Mega."Tuh rasain, muka glowingnya hasil dari jual apem! Kita siram pakai air comberan!" cibir Ibu-ibu.Mobil Pak Lurah tak kalah memprihatinkan, kacanya jendela mobil pecah, penuh dengan baret. Lampu mobil pecah. Motor Mega juga sama kondisinya, entah habis berapa duit mereka nanti untuk memperbaiki.A
PoV Hamdan"Sial.. Sial..!" gerutuku ketika Nasna mereject panggilan telepon. Istri durhaka itu selalu membuat masalah baru, gegas aku mengirim pesan padanya, untuk menanggung separuh uang denda yang harus di bayarkan. "Arghh...!" Nasna membalas justru mengatai jika aku kere. Lihat saja kau Nasna aku akan lebih kaya darimu, gajiku banyak. Jika minta Mega. Kasihan dia tak punya uang sebanyak itu, terlebih keluarganya juga sudah di usir dari rumah oleh keluarga Pak Kades. Lagi dan lagi ini akibat perbuatan Nasna yang membuat onar di balai desa, hingga Pak Kades ketahuan korupsi. "Pusing Ibu, Ham. Nasna tak bisa menghargai keluarga kita, dan semakin menginjak harga dirimu!" ujar Ibu dan menyadarkan tubuhnya di sofa. Aku prihatin melihat keadaan Ibu yang tertekan, karena masalah ini. Ia harus menahan malu, karena gunjingan dari lingkungan sekitar, semua membicarakan kejadian aku dan Mega. "Ibu malu, jika keluar rumah. Mereka itu memandang Ibu, dengan remeh dan menghina kamu!" keluh Ib