LOGINKetika mengambil tasnya dan bersiap meninggalkan kediaman, Bram berniat memeriksa kamar Adinda. Dan dia menemuka kertas yang tadi dia berikan pada Vira di tempat sampah dalam kamar Adinda.
"Sungguh keras kepala!" Gerutunya sambil mendengus kesal. *** Vira dan Adinda sudah berangkat ke sekolah bersama. Vira bekerja di sekolah Adinda sebagai seorang guru honorer. Dan hari ini Vira mengisi kelas siang, sementara Adinda juga masuk kelas siang. "Mbak makasih ya sudah dibolehin nebeng!" Seru Adinda sambil memeluk pinggang Vira yang kini memboncengnya di atas motor. "Iya, biasa saja Din, lagian kita juga menuju ke sekolah yang sama," jawabnya. Saat motor Vira tiba di halaman sekolah, Vira segera berhenti lantaran Adinda akan turun di sana. "Nanti sore aku dijemput Papa, Mbak nggak perlu antar aku pulang," ujar Dinda pada Vira. Usai berkata demikian Adinda langsung melambaikan tangannya sambil berlalu pergi menuju ke gedung. Vira hanya mengangguk sambil tersenyum lalu membawa motornya menuju ke area parkiran. *** Adinda sudah tiba di kelasnya. Dua gadis segera pergi menghampiri Adinda. "Din, aku dengar kamu sudah bertunangan? Memangnya pertunangan jaman nenek moyang masih berlaku di era modern ini?" Tanya Nurul teman sekelas Adinda. Adinda hanya mengukir senyum lalu membawa tasnya ke bangku. Nurul dan Rika mengekor Adinda untuk mendengar jawaban dari teman sekelasnya tersebut. "Masih, aku contohnya!" Jawab Adinda sambil meringis menunjuk wajahnya sendiri dengan tatapan penuh canda tawa, tak lama kemudian disusul pecahnya tawa tiga gadis jelita tersebut. "Ganteng nggak? Katanya cowok asal Surabaya?" Tanya Rika sambil membungkuk memeluk bahu Dinda. Dinda menggelengkan kepalanya. "Nggak tahu, belum pernah ketemu sama Mas Renal, iya katanya Mama dia asal Surabaya. Pemilik perusahaan apa gitu, aku sendiri kurang tahu." Ketiga gadis itu larut dalam obrolan hingga seorang guru masuk ke dalam kelas untuk memberikan materi. *** Di sisi lain, Vira tengah mengajar di dalam kelas. Vira terlihat serius dalam memberikan ulasan di depan para murid SMA tersebut. Kebanyakan dari seluruh murid di kelasnya, hanya para murid laki-laki yang tidak bisa berhenti untuk terus menatap sosok wanita berparas ayu tersebut. Selain memberikan les privat untuk Adinda, sebenarnya Vira juga memberikan les pada beberapa murid lainnya. Dari Adinda ada sepuluh murid lainnya. Tiga dari mereka minta les pribadi dan diberikan di rumah masing-masing para murid tujuh murid sisanya, meminta diberikan les di rumah Vira. Tiga murid itu adalah Mia, Andi, dan, Agus. Malam nanti Vira juga memilki jadwal untuk pergi memberikan les. Usai memberikan tugas untuk dikerjakan Vira merasakan ponsel di dalam saku bajunya bergetar. Vira segera duduk di kursi guru, lalu mengeluarkan ponsel tersebut. "Nomor baru? Siapa?" Gumam Vira dengan kening mengernyit dan dia langsung meletakkan ponselnya di meja tanpa ada niat untuk menerima panggilan atau sekedar mencari tahu siapa yang tengah menghubunginya. Vira berdiri dari kursinya lalu berjalan menuju ke arah bangku para murid untuk melihat apakah murid-murid di dalam kelasnya bisa mengerjakan soal-soal yang dia berikan dengan baik. Semua murid terlihat antusias menunggu Vira pergi menghampiri meja mereka. Selama ini Vira termasuk guru idola di sekolahan tersebut. Tidak hanya masih muda dan cantik, Vira juga berhasil membuat siswa-siswi di kelasnya untuk bersemangat dalam mengikuti pelajarannya. Tahun ini Vira sudah mendaftar untuk menjadi pegawai tetap dia akan mengikuti ujian negara untuk seleksi tiga bulan lagi. Harapan Vira ke depan, Vira bisa memiliki pekerjaan tetap dan gaji tetap sehingga kedua orangtuanya merasa bangga pada putri mereka satu-satunya. Vira tidak pernah berpikir akan terlibat dan tersandung dalam hubungan rumit dengan seorang pria manapun. Tapi sepertinya harapan hanyalah tinggal harapan, nyatanya Bram sudah berhasil menikmati tubuhnya dan merenggut kegadisannya tanpa usaha keras. Hubungan badan tanpa perasaan, hubungan badan tanpa cinta atau tanpa keinginan, dan Vira berharap dia hanya sekali saja terperosok ke dalam jalan berlubang yang seharusnya tidak dia tempuh hingga dia tidak akan terpuruk di akhir tujuan! Lalu bagaimana dengan Bram? Benarkah Bram hanya ingin bermain-main belaka dengan Vira? Apakah Bram tidak pernah ada keinginan untuk menanggung akibat dari perbuatannya dan tujuannya menodai Vira hanya demi melabuhkan hasratnya semata? Vira sama sekali tidak tahu perasaan yang tersimpan di dalam hati seseorang. Vira hanya berpikir Bram pasti akan melupakan kejadian itu seiring berjalannya waktu. Hari ini Vira hanya mengajar selama satu jam. Memang hanya satu kelas yang harus dia isi hari ini di sekolahan tersebut. Karena pekerjaannya sudah selesai, Vira ingin langsung pulang ke rumah. Selangkangannya juga masih sakit karena ulah Bram pagi tadi. Kesucian yang seharusnya dia berikan pada pria yang meminangnya suatu hari nanti sudah hilang direnggut suami kakak sepupunya sendiri. Ketika teringat tentang hal itu Vira masa hatinya telah patah dan enggan membina hubungan serius dengan pria manapun. Vira tidak ingin mengecewakan pria yang tulus mencintainya. Jika awalnya Vira memilih membujang karena ingin terus berkarir kini keinginannya untuk tetap sendiri menjadi lebih kuat lagi lantaran kesuciannya yang telah hilang! Siang itu Vira berniat pergi ke area parkiran untuk mengambil motornya. Vira tidak mengira Bram akan datang ke sekolah lebih awal untuk menjemput Adinda. Dari posisinya berdiri saat ini Vira bisa melihat sosok Bram dengan baju rapi sedang merokok sambil berjalan menuju ke arahnya. Vira menelan ludahnya sendiri, dia takut jika dirinya bakalan jadi bahan gunjingan oleh semua orang. Apalagi pilihannya menjomblo bakalan disangkutpautkan dengan kedatangan Bram. Bisa-bisa semua orang berpikir Bram lah alasan kenapa Vira masih menjomblo hingga sekarang! "Om! Ngapain ke sini?!" Tanya Vira dengan tatapan tidak senang. Melihat Bram berjalan mendekatinya Vira buru-buru berjalan ke area parkiran di mana motornya berada. Bram mengukir senyum nakal dan jahil. Jelas sekali pria itu berniat menggoda dan mengganggunya. Bram mengekornya dan langsung mencekal pergelangan tangan Vira tepat ketika Vira hendak mengenakan helmnya. "Om, lepas! Ini sekolahan!" "Aku juga tahu ini sekolahan bukan mall, atau .... Hotel!" Jawabnya dengan begitu santai. Bram membungkuk lalu mendekatkan wajahnya berhenti tepat di depan wajah Vira. Bram menatap kedua mata Vira lekat-lekat lalu bertanya tanpa melepas genggaman tangannya pada pergelangan tangan Vira. "Kenapa tidak menerima teleponku?" Vira membelalakkan matanya, dia tidak tahu apa maksud pertanyaan Bram barusan. "Apa maksudnya?" Tanya Vira dengan kening mengernyit heran. Karena tidak ingin menjadi pusat perhatian di sekolah Adinda, Bram segera melepaskan genggaman tangannya dari pergelangan tangan Vira lalu mengeluarkan ponselnya dan menunjukkannya pada Vira. "Periksa sendiri!" Perintah Bram sambil meletakkannya di atas telapak tangan Vira. Bram mengambil sebatang rokok lalu menyulutnya kembali sambil menunggu Vira. Tapi saat dia melirik ke arah Vira, sejak tadi Vira hanya menggenggam ponsel milik Bram tanpa berniat untuk memeriksanya. "Kenapa? Kamu masih tidak mengerti apa yang aku katakan?" Tanya Bram. "Om, cukup omong kosongnya, aku sibuk!" Sahut Vira cuek seraya mengambil tangan Bram dan meletakkan ponsel Bram kembali pada pria tersebut. Bram mengangkat kedua alisnya. Dia menerima ponselnya kembali, tapi dia tidak berniat melepaskan Vira sebelum Vira mengerti apa yang dia katakan. "Kamu mau ke mana? Jangan kira aku mau membiarkan kamu pergi begitu saja!" Ujarnya sambil mencekal lengan Vira kembali. Vira sudah memakai helmnya dan bersiap meluncur pergi.Ningrum melepas kepergian Bram dengan pipi sembab dan basah, setelah mobil Bram berlalu meninggalkan kediaman, Ningrum bergegas masuk ke dalam rumah.Vira sejak tadi berdiri di luar kamarnya. Saat berjalan masuk wajah Ningrum langsung memucat."Kamu tadi mendengar semuanya?" Tanyanya ragu-ragu.Vira membalas tatapan mata Ningrum lalu menganggukkan kepalanya."Aku-aku sebenarnya, aku, aku tidak seperti yang kamu bayangkan. Vira, aku hanya ...." Ningrum tampak bingung, dia tidak tahu harus memulai penjelasannya dari mana.Renaldi yang baru selesai bersiap-siap sengaja menahan langkahnya untuk mendengarkan percakapan antara dua wanita di ruangan utama."Mbak Ningrum tidak perlu mengatakan apa-apa, nasi sudah menjadi bubur, apakah artinya Mbak Ningrum selama ini nggak cinta sama Mas Bram?"Ningrum mengernyitkan keningnya mendengar pernyataan dari Vira."Kamu tahu semuanya? Kamu tidak hilang ingatan?" Tanya Ningrum dengan tatapan mata curiga.Vira terdiam sejenak, dia tidak memiliki alasan
Dalam hati, Vira merasa sangat jijik.Betapa munafiknya! Jelas-jelas aku mendengarmu terus mengatakan tentang area intim Ibuku, kamu terus memujinya seolah-olah hanya dialah wanita yang paling bisa memuaskan hasratmu di ranjang! Aku muak! Aku benci sekali! Tapi menunjukkan kemarahanku sekarang hanya akan membuat keadaan menjadi runyam.Malam itu Bram menyetubuhinya. Vira hanya bisa menahan desahannya dan memejamkan matanya beberapa kali ketika Bram mendorong keluar masuk batang kejantanan miliknya dari liang intim Vira.Kondisi Vira sudah baik-baik saja, beruntung Bram bertanya dengan rinci kepada dokter yang menangani Vira jadi dia tidak mungkin menyentuhnya jika kondisi Vira belum pulih sepenuhnya.Walau tubuh Vira yang telanjang hanya menggeliat sesekali saat dia setubuhi, hal itu sudah cukup memuaskan perasaan Bram yang sudah memendam gairahnya selama berbulan-bulan. "Aahhh, Vir, aku benar-benar tidak tahan, aku sangat ingin menyetubuhimu, sudah lama aku menahannya, oohhhh, Vir,"
Tiga hari kemudian Vira dibawa pulang ke rumah, Bram memutuskan untuk merawat Vira di kediamannya. Pada akhirnya keputusannya itu hanya akan merepotkan Ningrum untuk merawat istri ke duanya.Murni dan Guntoro ikut serta mengantarkan Vira ke kediaman Bram.Mereka menemani putri mereka sampai ke kamar. Kondisi Vira masih linglung. Dokter yang merawatnya mengatakan bahwa kondisi tersebut tidak bertahan terus seperti itu dan akan pulih sesuai dengan perkembangan kesehatan pasien."Apa Nak Bram yakin Vira sebaiknya tidak dirawat di rumah kami saja? Kami adalah orangtuanya Vira," tanya Guntoro pada Bram. Melihat Bram bersedia merawat putri kesayangannya Guntoro tidak ingin merusaknya, masalah hubungan gelap antara Bram dan Murni yang pernah Guntoro saksikan terpaksa dia kubur kembali."Ya, aku suaminya, sudah sewajarnya Vira berada dalam pengawasanku," jawabnya tegas. Bram tidak bisa memercayakan Vira pada Murni, apalagi belakangan ini Murni tidak terlihat menyayangi Vira seperti dulu-dulu.
Tiga bulan berlalu, Vira terbangun dari koma setelah sekian lama. Tapi Vira yang sekarang bukan seperti Vira Astanti yang dulu, dia terlihat seperti orang lain. Saat melihat semua orang yang menjenguknya Vira sama sekali tidak bicara. Vira hanya diam sambil menatap wajah-wajah mereka dengan tatapan asing seolah tidak ada apa pun di dalam ingatannya.Murni kebingungan dan dia terlihat cemas seolah takut terjadi sesuatu dengan kondisi putri satu-satunya. Tapi pada kenyataannya, Murni bukan cemas karena kondisi Vira yang linglung tapi cemas kalau sampai hubungan terlarang antara dirinya dengan Bram Hendarto terkuak di depan umum.Melihat Vira linglung seolah tidak mengenal siapapun, Murni sedikit lega di dalam hati. Untuk memastikan semua itu Murni secara diam-diam menemui Bram. Selama dalam proses perawatan Bram lah yang selalu bicara pada dokter yang menangani Vira.Di koridor sepi, melihat Bram berjalan sendiri dari kafe, Murni langsung mencekal pergelangan tangan Bram dan menarikny
Vira masih tidak ingin percaya dengan apa yang dia dengar di toko bapaknya, bahkan saat mengisi les privat di sekolah Vira masih melamun dan menolak kebenaran yang sulit diterima oleh nalarnya. Apakah memang benar Mbak Ningrum dan Bapak? Apakah Ibu tahu semua itu? Keluarga macam apa ini! Vira terus mengeluh di dalam hati namun tidak ada gunanya karena tidak bisa menyelesaikan segalanya. Jika ingin diperbaiki lagi juga tidak mungkin karena hubungan keluarga sudah rusak."Bu? Bu Vira?" Mia menyentuh lengan Vira karena ada soal yang ingin dia tanyakan."Eh, iya?" Vira segera menoleh lalu memaksa bibirnya untuk tersenyum. Seperti apapun kondisi hatinya, dia harus tetap profesional di depan para muridnya."Coba lihat soal ini? Bagaimana cara menyelesaikannya?" Vira menatap ke arah soal di buku lalu memberikan penjelasan pada Mia.Usai mengajar les, Vira tidak pulang ke rumah Bram, dia memutuskan pulang ke rumah Murni. Vira ingin menemui ibunya untuk menanyakan tentang Guntoro.***Keti
Ningrum terus memikirkan pertanyaan dari Adinda, dia tidak mungkin menjawab pertanyaan tersebut dan mengatakan bahwa Adinda adalah putri kandung Guntoro - ayah Vira Astanti.Semakin lama memikirkan masalah itu Ningrum merasa kepalanya sangat pusing dan hampir pecah! Dengan wajah gelisah Ningrum segera bergegas masuk ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Hari ini Ningrum berencana untuk menemui Guntoro secara langsung. Ningrum merasa tidak bisa menunda lagi.Ya, aku harus pergi, hari ini aku harus menemui Mas Guntoro, aku harus menemukan solusi untuk memecahkan masalah Adinda. Setelah selesai membersihkan tubuhnya Ningrum bergegas pergi ke kamarnya untuk bersiap-siap.Ketika melewati ruang makan Ningrum sengaja melirik beberapa orang di kursi meja makan, hanya tersisa Renaldi dan Adinda saja. Ningrum merasa lega, dia berharap Adinda memiliki pernikahan yang bahagia bersama Renaldi suatu hari nanti, Ningrum akan berusaha semaksimal mungkin untuk membuat Adinda tetap menikah denga







