Share

2. Terpaksa Menikah

Antara sadar dan tidak, semua seperti mimpi. Anggi berusaha menyengkal tubuh Aslan yang mulai menindihnya. Tapi Anggi tidak memiliki kekuatan, tubuhnya serasa terpaku tak mampu bergerak.

Hati Anggi berontak, tapi tubuhnya tiada daya. Aslan mulai melucuti satu-persatu bajunya. Dengan tanpa perduli tubuh Anggi yang sedang demam dan menggigil kedinginan.

Air mata Anggi mengucur deras dari sudut matanya.

"Jangan ... jangan!" desah Anggi lirih hampir tak terdengar, tapi justru Aslan semakin kesetanan.

Mata Anggi terbelalak, seolah tak percaya dengan apa yang dilakukan Aslan malam ini. Dengan kepasrahannya dia menggigit kuat bibir bawahnya menahan sakit hatinya.

Seperti tidak punya hati Aslan terus mereguk kenikmatan itu. Akhirnya dia terkapar setelah melepaskan geloranya yang tak terbendung.

Setelah sadar dengan apa yang telah  dilakukan, Aslan mengutuk dirinya sendiri. Kepalanya dipukul-pukul dengan bogemnya sendiri meratapi penyesalannya.

Anggi tergolek tak sadarkan diri dengan suhu tubuhnya yang semakin tinggi. Dan tubuhnya menggigil kedinginan. Aslan segera membantu Anggi mengenakan kembali bajunya.

"Bagaimana aku tega melakukannya pada gadis yang malang ini, bahkan keadaannya lagi sakit? Benar-benar otak iblis!" kutuk Aslan pada dirinya sendiri.

Aslan kembali mengopres kening Anggi. Kemudian menyelimuti tubuhnya dengan mantel dan jaket. Dengan erat Aslan mendekap tubuh mungil Anggi.

***

Anggi membuka matanya dengan pelan. Betapa terkejutnya ada lelaki yang tidur di sampingnya. Aslan memberikan lengannya untuk bantal Anggi tidur. Perlahan Anggi meraba keningnya yang masih menumpang sapu tangan untuk mengompres. Anggi menatap dalam lelaki tampan yang tertidur dengan tenang di sisinya.

Sekilas Anggi bisa mengingatnya bahwa dialah lelaki yang melarikan dirinya dari pembantaian warga. Tapi Anggi  juga mengingatnya bahwa dia telah menodainya. 

Perlahan Aslan pun membuka matanya. Dia mendapati Anggi yang sedang menatap tajam dirinya. Akhirnya mereka berdua saling berpandangan.

Brog ... Brog ... Brog! Suara pintu digedor-gedor.

"Kita dobrak saja!" teriak seorang laki-laki dengan kasar.

"Iya kita dobrak!" sahut serempak orang-orang.

Sontak Anggi meraih tubuh Aslan, dia membayangkan warga desanya yang datang dan menemukan persembunyiannya. Anggi semakin dalam menenggelamkan tubuhnya ke dalam dekapan Aslan. Dan tanpa berpikir panjang Aslan pun menyambutnya, dia mendekap erat. Tidak beda dengan Anggi, Aslan pun berpikir yang menggerebek adalah warga desa Anggi yang mengejarnya.

Brog! Akhirnya pintu didobrak dan terbuka.

"Apa yang kalian lakukan disini? Kalian berbuat mesum ya?" tanya salah seorang diantara mereka.

"Mereka masih anak-anak, Pak Ustad," kata salah seorang yang lain.

"Rajam saja, Ustad!"

"Bakar saja, Pak Ustad! Dia sudah berani mengotori desa kita, Pak Ustad!" hardik seorang yang lain lagi.

"Ini ladang saya, saya mengutuk keras mereka melakukan di tanah tempat saya mencari rejeki," hardik pemilik kebun teh.

Anggi masih trauma dengan kejadian kemarin. Dia menyembunyikan wajahnya dibalik jaket yang dikenakan Aslan. Bahkan tanpa disadari Aslan pun membantu menyembunyikan wajahnya. Takut kalau ada orang lain yang mengenali wajahnya.

"Dengarkan kalian semua, kita tidak boleh main hakim sendiri! Kita panggil kedua orang tua mereka. kita nikahkan," usul Ustadz melerai.

"Siapa nama kamu? Dan siapa nama kekasih kamu?" tanya Ustadz dengan suara datar.

"Saya Aslan, Pak Ustadz, dan kekasih saya Anggi," jawab Aslan masih dengan menyembunyikan wajah Anggi.

"Mana KTP kalian?" pinta Ustadz.

Tanpa ragu lagi Aslan menyerahkan KTP yang diambilnya dari dompet. 

"Mana punya Anggi?" tanya Ustadz.

"Hilang Pak, dia habis kecopetan." jawab Aslan berbohong.

Ustadz dan seorang perangkat desa mengamati kartu identitasnya.

"Wah kamu orang kota, dan usia kamu belum 17 tahun? Kelas berapa kamu? Dan acara apa kamu datang ke desa saya?" Aslan diberondong dengan pertanyaan oleh pamong desa.

"Saya SMA kelas dua, Pak. Saya sedang kamping bersama teman-teman di kaki gunung," jawab Aslan ragu.

"Anggi siapanya kamu? Apa kamu melakukannya atas dasar suka sama suka atau perkosaan?" tanya perangkat desa menyelidiki.

"Dia kekasih saya, Pak. Kami saling mencintai, tentu saja kami melakukannya atas dasar suka sama suka, Pak," jawab Aslan berbohong lagi.

Anggi hanya diam, dia takut diantara mereka ada yang mengenali dirinya. Tangannya menggenggam erat lengan Aslan.

"Anggi, apakah yang dikatakan Aslan itu benar?" tanya Ustad lebih lembut.

"Aku tidak berdaya, kalau aku bilang diperkosa urusannya semakin panjang. Karena warga desaku pasti akan mendengar dan tahu akan keberadaanku. Lagian Aslan sudah menyelamatkan nyawaku, aku tidak akan menjeratnya dengan hukum," pikir Anggi dalam hati.

"Anggi, kamu bisa mendengar pertanyaanku?" tanya Ustadz lagi.

Aslan dan Anggi saling berpandangan, tatapan mata Aslan mengiba penuh pengharapan.

"Iya Pak, kami melakukannya atas dasar suka sama suka, bukan perkosaan," jawab Anggi masih menyembunyikan wajahnya.

"Aslan ... Anggi, ada pilihan buat kalian, kalian mau kita nikahkan atau kalian memilih kita menghukum rajam?" tanya Ustadz tegas.

"Tapi kita masih remaja, Pak Ustadz," sahut Aslan.

"Apa itu berarti kalian memiilih dihukum rajam?" sela perangkat desa.

"Tidak Pak, kita menikah saja," sahut Aslan.

"Bagaimana Anggi?" tanya perangkat desa.

"Iya menikah, Pak Ustadz," sahut Anggi terbata-bata dan terpaksa.

"Sekarang, bersihkan diri kalian. Kita menunggu di sini!" perintah Ustadz.

Tanpa menjawab, Anggi dan Aslan pergi ke belakang untuk mandi. Dan Aslan masih tetap melindungi wajah Anggi dari mereka semua. 

"Anggi, maafkan aku!" bisik Aslan di telinga Anggi.

Tapi Anggi diam tak menjawab. Dia tidak pernah membayangkan akan mengalami nasib setragis ini. Anggi benar-benar tidak berdaya, semua berjalan menyakitkan dan tidak bisa dihindarinya.

Tak lama Anggi dan Aslan  keluar dengan keadaan sudah rapi, cantik dan tampan. Bahkan Anggi mengenakan kacamata dan tahi lalat buatan diatas bibirnya, untuk mengaburkan identitas fisiknya.

Mereka duduk berdampingan di kursi. 

"Anggi, kamu masih punya Ayah? Dia harus datang sebagai wali nikah buat kamu," tanya Ustadz.

"Ayahku sudah meninggal, Pak Ustadz saat saya masih kecil, menyusul kemudian bunda saya. Sekarang saya tidak punya siapa-siapa," kata Anggi bersedih.

"Ayo masuk mobil kita ke baledesa!" ajak perangkat desa.

Saat Aslan dan Anggi keluar gubug, datang dua temannya, dia adalah Rio dan Bagus.

"Ini ada apa, Pak?" tanya Rio heran.

"Kalian teman mereka?" tanya salah seorang diantara mereka.

"Benar Pak,' jawab Bagus.

"Mereka harus kita nikahkan! Ikuti kita ke baledesa!" perintah pamong desa.

Akhirnya sebuah mobil diikuti iring-iringan motor menuju ke Baledesa Campursari, desa tetangga Anggi. Di dalam mobil Aslan memberikan mantelnya yang sangat kebesaran dikenakan Anggi. Dengan maksud agar bisa menutupi seragam sekolah Anggi. 

Setelah mobil berhenti di halaman baledesa, Aslan dihampiri dua temannya. Aslan meminta topi yang dikenakan Bagus dan kain sal yang dikalungkan dileher Rio. Topi itu dipakai Aslan dan salnya untuk kerudung Anggi. Dia merangkul pundak Anggi menuju ruangan di baledesa.

Dalam perjalanan masuk ada obrolan pamong yang mengagetkan Anggi dan Aslan.

"Mereka membakarnya dengan keji seperti bukan manusia. Tapi anehnya sekian banyak orang yang dominan hanya sepuluh orang. Selebihnya mereka diam saja sebagai penonton. Ini seperti ada skenario," kata pamong desa.

"Itu kalau ternyata hanya fitnah belaka, bisa dipolisikan tidak, Pak?" tanya pamong yang lain.

"Siapa yang akan mempolisikan, sedang satu-satunya anaknya yang bisa melakukannya sedang diburu sekarang," jawab pamong yang lain.

Untung aku didandani seperti ini, kalau tidak mereka akan mengenaliku," batin Anggi.

Akhirnya didepan para perangkat desa dan disaksikan dua sahabatnya, Aslan mengucapkan ijab qobul.

"Saya terima nikah dan kawinnya Anggita Putri Herlambang dengan mas kawin uang sebesar Lima juta rupiah dibayar .... tunai!" Aslan mengucapkannya dengan tegas.

"Bagaimana, Sah?" tanya seorang Ustadz yang menikahkannya.

"Sah ...!" jawab serempak mereka yang hadir disitu.

Meskipun hanya sah menurut agama mereka adalah suami istri. Mereka hanya menikah siri karena selain masih pelajar, usia mereka belum di terima KUA untuk melakukan pernikahan sah menurut hukum negara. Karena usia Aslan 17 tahun kurang dua bulan. Sedang Anggi sudah berusia  18 tahun lebih. Dia sedang mengurus ijazah saat kejadian itu terjadi.

Kini Aslan dan Anggi sudah sah menjadi suami istri. Bagaimanakah kehidupan mereka selanjutnya ...

Bersambung ...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status