Share

Bab 9

“Ahh ….” Joseph terbengong. “Emm …..”

“Kenapa? Nggak setuju?”

“Bukan, bukan! Kak Robert silakan saja, silakan ….” Selesai berbicara, Joseph tidak berani menatap ekspresi Winnie sama sekali. Dia langsung mengambil kunci mobil di atas meja, lalu hendak melarikan diri.

“Joseph! Dasar berengsek!” Winnie emosi hingga tubuhnya gemetar. Tak disangka Joseph sangat biadab, begitu pula dengan teman-teman lainnya. Mereka malah menunduk dan tidak berani bersuara. Sepertinya mereka juga takut akan terlibat dalam masalah ini.

Hanya Brandon saja yang terlihat sangat tenang. Sebab, Robert adalah anggota yang dididiknya sewaktu dirinya masih dianggap sebagai Keluarga Sinjaya dulu.

Waktu itu, Robert yang masih belia sudah berkecimpung ke dunia kerja. Dia tidak memiliki uang dan juga kekuasaan, bahkan hampir dibunuh di jalanan. Suatu hari, Brandon bertemu dengannya. Brandon merasa dia cukup berkompeten. Jadi, Brandon pun membantunya.

Tak disangka dalam waktu sesingkat ini, Robert sudah memiliki kemajuan sepesat ini. Hanya saja, Brandon juga tidak berencana untuk memanggilnya. Masalah sudah lewat bertahun-tahun, sekarang Brandon juga sudah bukan penerus dari Keluarga Sinjaya lagi. Robert juga belum pasti ingin mengenalinya.

Pada saat ini, Robert tidak sengaja melirik ke sekeliling. Dia pun terbengong ketika tatapannya berhenti di diri Brandon.

Seketika, ekspresi Robert yang awalnya arogan, galak, dan mengerikan itu langsung menghilang. Dia melangkah dengan cepat berjalan ke hadapan Brandon, lalu berbicara dengan membungkukkan sedikit badannya, “Tuan, ternyata ada Tuan di sini. Tadi aku sudah bersikap lancang. Aku harap Tuan nggak salahin aku!”

Saat ini, semua orang di dalam ruangan terbengong melongo.

Robert yang tadinya sangat arogan itu malah bisa berbicara dengan sangat sopan terhadap Brandon. Dia terlihat bagai seorang murid yang sedang berbicara dengan gurunya saja.

Bukan hanya tamu di dalam ruangan saja, bahkan anak buah Robert juga terkejut. Sejak kapan Bos yang tidak takut dengan siapa pun dan terkenal dengan kesadisannya itu bisa bersikap hormat?

Di dalam ruangan ini, sepertinya hanya Brandon saja yang tampak tenang.

“Kita sudah lama tidak ketemu!” Beberapa saat kemudian, Brandon baru menghela napas, dan menepuk pundak Robert. “Jangan permasalahkan masalah ini lagi. Mereka semua teman kuliahku.”

“Baik! Kalau Tuan bilang jangan permasalahkan, aku juga tidak akan permasalahkan lagi!” Kemudian, Robert melirik anak buahnya dan berkata, “Usir mereka semua, jangan ganggu waktuku dengan Tuan.”

Tak lama kemudian, teman-teman kuliah Brandon diusir dari ruangan.

Di luar Hotel Inna.

Semua yang diusir tadi merasa kaget.

Cherry bergumam, “Aku nggak nyangka pada akhirnya Brandon yang bantuin kita selesaikan masalah ini. Tapi gimana ceritanya dia bisa kenal sama Bos Hotel Inna?”

Winnie juga kebingungan. “Jangan-jangan kita semua sudah salah sangka sama dia? Sebenarnya dia itu orang hebat?”

“Gimana ceritanya bisa salah sangka?” Masalah malam ini sudah membuat Joseph merasa sangat malu. Tak peduli apa yang dia lakukan saat ini, dia juga sudah tidak bisa membersihkan nama baiknya lagi.

“Aku tahu! Brandon pasti distributor alkohol. Dia sekongkol sama pihak Hotel Inna untuk bohongin uang kita,” ucap Joseph dengan kesal.

Cherry mendengus, lalu berkata, “Kalau dia mau bohongin uang kita, kenapa dia suruh kita keluar?”

“Pasti gara-gara dia dengar aku mau lapor polisi, makanya dia takut! Iya! Kalau nggak, mana mungkin masalah ini bisa berakhir seperti ini?! Si Brandon memang berengsek! Aku nggak bakal lepasin dia!” ucap Joseph.

Teman-teman yang lain saling tukar pandang, dan mereka semua merasa sangat masuk akal.

“Betul! Jangan lepasin dia!”

“Si pecundang itu bahkan ingin jebak temannya sendiri. Kalau aku ketemu dia lagi, aku pasti akan beri pelajaran sama dia ….”

Mereka semua memang sedang memaki, tapi tidak ada satu pun yang berani masuk ke Hotel Inna saat ini. Tak lama kemudian, semuanya pun meninggalkan tempat.

Winnie juga menolak ajakan Joseph yang ingin mengantarnya pulang. Dia menelepon temannya untuk mengantarnya pulang. Melihat Winnie dijemput dengan mobil Porsche, Joseph pun merasa kesal.

Di dalam ruangan VIP Hotel Inna hanya tersisa Brandon dan Robert saja.

Robert berdiri di depan jendela dengan menundukkan kepalanya, lalu berkata, “Tuan, mereka semua nggak tahu diri, gimana kalau aku ….”

“Sudahlah.” Brandon tersenyum. Dia juga tidak mempermasalahkannya. Jika bukan demi Cherry, Brandon juga malas untuk turun tangan.

“Baik!” Robert juga tidak berani memaksakan kehendaknya. “Tuan, sekarang Tuan lagi kerja di mana? Selama beberapa tahun ini, aku terus mencari Tuan. Tapi aku nggak bisa menemukanmu ….”

“Nanti kamu juga akan tahu sendiri. Ingat, kelak kalau kamu ketemu aku lagi, cukup panggil namaku saja,” pesan Brandon.

Saat Brandon sedang berbicara, ponsel jadulnya kembali berdering. Brandon menatap layar ponselnya, dan wajahnya langsung terlihat muram. “Celaka, aku harus segera pulang untuk cuci kamar mandi. Robert, aku pulang dulu. Kalau ada waktu luang, aku akan cari kamu lagi!”

Setelah ucapan dilontarkan, Brandon pun sudah bergegas pergi mengendarai sepeda elektriknya. Sementara itu, Robert masih terbengong di tempat.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status