Seluruh kampung membicarakan Mega, wanita yang mereka pikir udik dan kampungan kini berubah jadi berbeda. Kemarin dua kali mobil pikup masuk pelataran rumahnya, membawa mesin cuci, kulkas lalu lemari pakaian jati yang kokoh. Siti sang mertua hanya mengintip dari balik tirai sisi rumahnya, ia masih bisa melihat sedikit pelataran rumah anak lelakinya.Lalu sekarang sebuah mobil kembali membawa motor terbaru turun ke pekarangan rumah itu."Kerja apa sih si Mega itu, tiba-tiba saja kaya raya begitu!" Ucapnya sendiri, setengah berbisik."Ngapain di situ, masuk sana!" Harun keluar dari dalam rumahnya, sejak sidang beberapa waktu lalu, Siti memang tak di perbolehkan keluar rumah kecuali hanya untuk belanja."Iya ini mau masuk, jangan galak-galak kenapa sih pak." Ucap siti kesal, bibirnya terasa kebas lama tak bicara dan berbaur dengan tetangga sekitar."Aku sabar padamu, tapi kamu malah ngelunjak!" Ucapnya kesal masih menatap wajah istrinya dengan dingin.Siti berangsut masuk sementara Harun
"aku nggak rela mak!" Teriak Siska terdengar dari luar, dengan cepat Harun masuk ke dalam rumah dan terkejut melihat anaknya sudah menangis terduduk di lantai rumah." Ada apa?" Tanya Harun, ia menatap Siska dengan tajam."Itu pak, si Agus bener selingkuh! Ternyata selama ini si Widya itu selingkuhan si Agus!" Teriak Siti, ia mengusap punggung sang anak, berusaha menenangkan."Lalu kenapa nangis begitu?" Tanya Harun kembali menatap tajam ke arah istri dan anaknya.Siti mengerutkan alisnya. "Bapak ini bagaimana to, suaminya itu selingkuh sama pembantu sendiri, masak masih tanya kenapa nangis begini!" Jawab Siti kesal, ia merasa suaminya sudah keterlaluan menyepelekan masalah anaknya."Lho maksud Bapak itu kan sama-sama selingkuh, masak di selingkuhi nangis!" Jawab Harun singkat membuat ibu dan anak itu saling pandang.Sebenarnya, bila dapat di tanya sekarang, Siska juga tak menyangka sakitnya di khianati tak sebanding dengan bahagianya saat menghianati kepercayaan sang suami."Semua in
" Bapak terus saja bela menantu kesayangan Bapak itu!" Siska menjawab ketus."Bapak tidak bela Mega, Bapak sedang menyayangkan tindakanmu yang di luar nalar Siska.""Bapak itu bela Mega!" "Cukup mbak, dari pada kamu urusi Mega, urus dulu masalahmu dan mas Agus mbak!" Ridho yang sejak tadi diam tak tahan juga akhirnya."Jangan sok perduli kamu dho, ajari saja istrimu sopan santun! Dasar perempuan udik, baru juga punya uang sedikit, sudah sombong sekali."Mega tersenyum kecut mendengarnya. "Mas Ridho benar mbak, urus saja masalah mbak dengan mas Agus, jangan sampai semua yang mas Agus punya terlepas dari tangan mbak Siska, nanti apa yang bisa mbak sombongkan lagi?"Dengan wajah puas Mega berjalan meninggalkan rumah mertuanya, sengaja ia lewat di depan rumah agar bisa menatap wajah Siska lebih dekat."Hati-hati mbak, Widya itu cantik dan sopan jika bicara." Ucap Mega lagi membuat mata Siska membelalak kesal."Heh apa maksudmu bilang begitu!" Siska berdiri bersiap memarik baju Mega, namu
Mas, aku punya berita baik!" Mega berseru saat langkah kaki Ridho terdengar bersama salam yang sudah di jawabnya.Wajah Ridho tak menunjukkan ketertarikan pada kalimat sang istri, ia hanya terseny sebentar sambil mengusap ujung kepala Mega sebelum berlalu ke belakang."Mas..." Gumam Mega lirih, ia ingin mendengar pendapat suaminya namun urung karena sikap dingin Ridho.Mega terduduk diam, cukup lama hingga Ridho kembali dan duduk di sisianya."Nanti malam mas dan Bapak berencana ke rumah mas Agus, kamu nggak apa di rumah sama anak-anak?""Soal mbak Siska lagi?" Tanya Mega memastikan, rupanya ia masih kalah dengan segala urusan tentang kakaknya itu.Tanpa rasa bersalah Ridho menganggukkan kepala, ia sedang tak memahami apa yang di rasakan istrinya."Masalah mbak Siska bukan masalah sepele dek, bisa saja mereka harus berpisah karena masalah ini."Mega menghela napas pelan. "Memang kenapa kalau mereka berpisah?"Mega berucap lirih.Ridho menatapnya lekat. "Sebegitu bencinkah kamu dengan m
"Bagaimana bisa kamu menikah lagi gus, bagaimana bisa kamu melakukan ini semua tanpa persetujuan Siska?" Harun menggebrak meja, ia bahkan berdiri menunjuk-nunjuk menantunya."Bapak jangan menunjukku begitu!" Agus ikut terbawa emosi, ia berdiri tanpa rasa hormat seolah menantang mertuanya."Mas, jangan berani dengan orang tua!" Ridho mengingatkan, bagaimanapun setatus Harun masihlah mertua bagi Agus."Bapak yang mulai dulu!" Ucap Agus kesal, ia menghela napas seolah berusaha membuang amarah."Dengar ya, kalian yang bertamu kemari, jika bicara baik-baik, aku akan ladeni baik, jika membentakku begitu, aku juga tak segan berbuat lebih." Ucap Agus lagi, ia lalu duduk dan menyandarkan punggungnya pada sofa."Teganya kamu mempermainkan pernikahan!" Ucap Harun yang akhirnya ikut duduk meremas jemarinya sendiri.Seketika mata nyalang Agus menatap tajam, seolah meremehkan arti kata sakral yang di ucaokan mertuanya. "Lelucon macam apa ini!" Ucapnya dengan senyum remeh."Pernikahan siapa yang bap
"kita pulang Dho!" Harun berdiri dari tempatnya duduk, ia memutuskan mengakhiri pembicaraan malam itu, ia berjalan keluar rumah menantunya."jika kamu memang tak bisa mempertahankan Siska, aku minta segera urus surat cerai kalian!" "Besok saya akan ke rumah pak, saya harus bertemu Siska lebih dulu." Ucap Agus saat mengantar Harun ke teras rumahnya.Harun tak menjawab, ia pergi begitu saja ke arah sepeda motor anaknya, semenyara Ridho yang melihat Bapaknya menatap lagi ke arah Agus."aku pulang dulu mas.""Ya, sampaikan maafku untuk Bapak, ini memang berat Dho, tapi mungkin sudah jalan terbaik." Ucapan Agus terdengar bagai pembelaan di telinga Ridho, ia memilih tak menjawab."Asalamualaikum!" Ucap Ridho lagi lalu berjalan mengikuti Harun ke arah motornya, mereka menerjang lebatnya hujan bersama jawaban dan kebenaran yang akhirnya mematahkan harapan.****Ridho masuk rumah dengan tubuh basah, Mega segera mengambilkan handuk untuk suaminya, dan menutup tubuh lelaki itu."Mas mau mandi
"Aku mau bicara mas." Mega meletakkan sendok makanya dan menatap sang suami.Pagi ini Mega dan Ridho duduk di ruang makan, makan bersama dua putri kecilnya sebelum Ridho berangkat ke ladang."Bicara apa?"Mega menghela napas, seakan mengumpulkan keberanian untuk mengatakan sesuatu. "Ceritaku dapat kontrak untuk di filmkan." Ucapnya pelan lalu menatap kembali suaminya.Ridho yang terkejut mengambil gelas minum dan meneguk habis air putih di dalamnya. "Film?" Ulangnya lagi, di jawab anggukan kecil Mega."Ya, film. Apa mas setuju?"Ridho tersenyum. "Tentu saja dek, ini kesempatan besar kan, kamu bisa melebarkan mimpimu di sana."Jawaban Ridho membuat senyum di wajah Mega mengembang, ia takut bila keinginannya hanya akan jadi angan tanpa restu sang suami."Jadi mas setuju aku menerima tawaran itu?""Ya tentu saja sejutu, terima saja tawarannya.""Meski harus keluar kota?Kalimat tanya Mega membuat Ridho diam seketika. "Apa harus ke luat kota?""Iya, ke Jogja. Mereka bilang aku harus di sa
Pov Mega"sialan!"Teriakan mbak Siska membuat kami semua terkejut, aku berlari memeluknya saat dirinya mencoba menyerang mas Agus atau mungkin Widya."Lepaskan aku Mega!" Teriaknya tak suka namun aku masih tetap memeluknya erat, emak juga akhirnya membantuku."Kemari kau perempuan murahan!" Ucapnya lagi, ia masih meronta berusaha melepaskan diri."Tenanglah mbak, jangan membuat suasana jadi lebih sulit." Mas Ridho menariknya dalam dekapan, aku tau ini memang berat, namun kita semua tau yang terjadi sekarang ini bukanlah tanpa alasan."Aku nggak bisa tenang, jika bisa aku akan membunuhnya juga!" Ucapnya terdengar seperti ancaman kosong namun tetaplah membuat kami semua khawatir."Jika kamu tak bisa tenang, aku akan pergi saja Siska!" Ucap mas Agus membuat mbak Siska melorot ke lantai."Kamu tak pernah berubah, semua yang terjadi kamu anggap kesalahan orang lain tanpa mau berkaca apa yang sudah kamu lakukan juga."Yang terdengar kini hanya tangisnya menggema, seolah merasakan sakit yan