Bab 8 Menantu Miskin di Mata Mertua"Wina!" Bulek berteriak sambil membawa kayu kecil. "Bisa-bisanya kamu melarikan diri dari Bulek dan membuat masalah di sini!"Aku tercengang sambil memperhatikan apa yang sebenarnya sedang terjadi? Kenapa semuanya bergerak begitu saja dengan bebas sedangkan tubuhku malah seperti ada yang merantai?Belum sempat aku bertanya tentang amnesia itu, sekarang bulek malah datang. Sepertinya bulek tidak ingin aku mengetahui sesuatu tentang Mas Damar. Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan?Entah dari mana bulek mendapatkan benda yang biasa dipakai mengukus dan dipukulkan ke kepala Wina."Apa yang kau lakukan di sini, hah?" teriaknya terdengar sangat marah. "Sudah tidak mau bayar belanjaan, meninggalkan Risya sendiri, bergosip, dan sekarang malah membuat berita yang tidak-tidak. Apa sebenarnya yang kau inginkan?"Aku tersenyum lebar ketika mendengar ocehan bulek. Ternyata amnesia yang dimaksud Wina itu hanyalah kebohongan semata. Hampir saja aku percaya de
Bab 9 Menantu Miskin di Mata Mertua"Katakan sekali lagi!" titah Mas Damar setelah sampai di kamar mereka. Ah, tidak, memang hanya dia yang kembali melangkah sementara aku dan bulek masih mematung di tempat yang tadi."Apa?" tanya Wina dengan suara yang terdengar gemetaran."Apa yang kau katakan barusan!" bentak Mas Damar tanpa memedulikan suaminya.Aku dan bulek segera mendekat, tapi ketika aku mau masuk, tangan ini segera ditahan sama bulek."Jangan dulu, biarkan saja. Kecuali kalau dia sudah tidak bisa menguasai emosinya," ucapnya dan aku hanya bisa diam sambil memperhatikan apa yang akan Mas Damar lakukan.Aku takut dia akan melakukan hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan, apalagi kali ini Wina memang sudah kelewatan. "Katakan apa yang kamu katakan tadi di depan Mas sekarang, Wina," pinta suamiku lagi dengan nada bicara yang lebih rendah. Sepertinya dia tahu kalau aku ada di sini dan tidak mau emosinya terlihat olehku.Sejak menikah, aku memang belum pernah tahu bagaimana marah
Bab 10 Menantu Miskin di Mata MertuaWina menatapku penuh amarah dengan kedua tangan yang terkepal kuat. Beberapa detik kemudian, dia berusaha mengayunkan tangannya ke pipiku, tapi aku bukan wanita lemah yang hanya akan diam saja ketika diperlakukan seenaknya. Aku menahan tangannya."Lepaskan! Kau memang berhak mendapatkan tamparan dariku karena sudah meracuni pikiran Mas Damar, kakakku," bentaknya dengan emosi yang tidak terkendali.Bulek dan Maya berusaha untuk menahannya, tapi tidak berhasil. Sedangkan suaminya sedang membawa kedua anaknya jalan-jalan, suaminya Maya sedang di kamar mandi, dan suami yang satunya lagi sudah berangkat kerja.Kini di rumah hanya ada wanita. Prianya hanya ada bapak, sayangnya hanya menonton dari kejauhan. Seolah emosi anaknya ini adalah hal yang menarik untuk ditonton atau mungkin dijadikan drama."Dia memang kakakmu, tapi sekarang dia sudah menjadi suamiku. Aku yang lebih berhak atas dirinya daripada dirimu yang hanya sebatas adik," tegasku dan mendoro
Bab 11 Menantu Miskin di Mata MertuaOrang-orang yang tadi bersorak gembira, malah menatapnya dengan raut wajah penuh tawa. Padahal, mereka adalah orang-orang yang selama ini mengaku dekat dengan Wina, tapi sikap mereka menunjukkan seolah jarak di antara mereka terbentang luas.Aku sendiri tidak bergerak sedikit pun, begitu juga ibu yang sejak tadi sangat antusias untuk kemenangan dirinya. Tapi sekarang wanita yang merasa hebat itu sudah tidak berdaya. Bahkan dia tidak bisa menggerakkan tubuhnya, lalu bangun. Dia hanya mampu berbaring dan sepertinya sambil menahan rasa sakit yang amat sangat.Anehnya aku juga tidak mau membantunya. Hanya melihat dari kejauhan sambil meneguk air minum yang tadi belum habis dengan duduk cantik.Lima menit pun berlalu, tapi masih belum ada yang menolongnya. Wina juga masih belum bisa bangun. Beberapa kali dia berusaha, tapi beberapa kali juga usahanya kandas begitu saja.Bukannya aku tidak ingin menolong, tapi aku ingin dia, ibu, dan orang-orang yang men
Bab 12 Menantu Miskin di Mata MertuaSuara yang barusan aku dengar seperti suara geledek di siang hari. Bahkan tidak hanya aku yang langsung terdiam, Wina dan yang lainnya juga sama. Mereka pasti kaget dengan informasi ini."Jangan mengada-ada! Aku tahu dia sangat setia, tidak mungkin melakukan hal itu," teriak Wina tidak terima."Benar, bisa saja mereka sedang melakukan rapat," sahutku berusaha mencairkan suasana. Karena kalau Wina marah-marah di sini, bisa bahaya."Suamiku sedang membawa anak-anak jalan-jalan, pasti anak-anak juga ikut ke dalam hotel," ucapnya ngotot. Padahal, tubuhnya masih terdampar di lantai."Anak-anak? Ngaco kamu. Tadi yang melihat juga tidak hanya aku, tapi temanku juga. Kebetulan tadi kita janjian untuk istirahat di sebuah tempat di pinggir jalan," jelasnya lagi tapi malah membuatku semakin bingung.Tadi dia perasaan memberikan penjelasan yang berbeda?Ah, sudahlah. Sekarang permasalahannya bukan tentang penjelasan, tapi tentang kesetiaan suaminya Wina yang p
Bab 13 Menantu Miskin di Mata Mertua"Menantu?" Nada bicara Mas Damar naik beberapa oktaf setelah mendengar kata-kata yang begitu ambigu."Tolong jelaskan apa yang sebenarnya sudah terjadi ini," pintaku dengan nada yang masih teratur.Aku berusaha setenang mungkin agar bisa mencapai akhir dari percakapan ini. Kalau masih tidak mendapatkan apa pun, sama saja yang kita lakukan hanya kesia-siaan."Sebenarnya Panji itu suami dari ....""Pa," panggil istrinya menghentikan suaminya yang hendak memberikan penjelasan."Tidak apa, Bu. Justru lebih bagus di ceritakan semuanya sekarang daripada nanti, karena hanya akan membuat semua orang terluka," pintaku mulai tidak sabar. "Ibu sama Bapak bisa menjelaskan semuanya dengan pelan-pelan."Mereka saling melemparkan tatapan, lalu tersenyum meski terlihat enggan untuk melakukan itu."Sepuluh tahun yang lalu, Panji melamar anak saja," ungkapnya mulai membuat rahang Mas Damar mengeras dan aku yang juga sama-sama kaget masih berusaha untuk tenang agar b
Bab 14 Menantu Miskin di Mata Mertua"Ayu?"Aku berjalan mendekat dan memanggil namanya dengan sangat yakin. Aku masih ingat dengan jelas siapa yang kini ada di depan mataku."Siapa, ya?" tanyanya seolah dia tidak mengenalku."Aku Risya, kamu sudah lupa?" Aku kembali bertanya tanpa memedulikan tatapan tajam dari orang-orang, terutama Wina.Memang orang tua tadi mengatakan kalau Panji dan wanita ini sudah menikah, tapi bagaimana kalau belum?Ya, Allah, aku sama sekali tidak berniat untuk mengungkit masa lalunya karena bisa saja dia sudah bertaubat dan berubah, tapi membayangkan dia bersama dengan Panji tanpa sebuah ikatan, sungguh membuat hatiku luka bertingkat-tingkat.Aku lebih suka dia berubah dan kembali ke jalan yang diridhai Allah. Tentu aku akan sangat bersyukur."Oh, Risya," ucapnya seolah tidak suka bertemu denganku seperti ini.Aku memang tidak berhak menilai orang dari luar, tapi melihat sikapnya yang masih sama seperti dulu, pikiranku langsung melayang ke sikapnya yang dulu
Bab 15 Menantu Miskin di Mata Mertua"Dari tadi aku coba tahan dengan sikap tidak tahu malu dirimu itu, tapi kini aku sudah tidak tahan," sentak Mas Damar sambil memu kulnya beberapa kali.Aku cukup kaget, tapi tidak apalah. Dia memang harus diberikan pelajaran. Lagi pula Mas Damar juga tahu batasannya."Kamu lihat, bukan, Win? Kakakmu ini tidak begitu sayang padamu. Dari tadi di duduk di kursinya dengan tenang padahal aku ada di sampingnya, tapi ketika aku usik istrinya, dia langsung marah," teriaknya kepada Wina yang bahkan tidak sudi menatapnya, dia berusaha membujuk Wina dengan hal-hal yang tidak ada kaitannya, dan sepele.Wina menyipitkan kedua matanya. "Tentu saja karena yang kau goda adalah istrinya. Beda denganmu, istri wanita pria lain saja masih kau goda. Apakah begitu tidak tahu malunya seorang pria yang ternyata beristri dua? Padahal, istri pertamanya mampu menutup aurat dengan sempurna," tandas Wina dengan kata dan penekanan yang kuat hingga membuat kami terdiam tanpa kat