Inilah kisah penganten baru tapi sudah harus terpisahkan walau cuma sehari. Hmm Sinta ngapain Wisnu ya?
"Senang, susah, bahagia dan sedih semua sebenarnya sama, hanya tinggal dari sisi mana ditelaah, dari hati dan pikiran yang sama. Semua pasti bermakna." by Sinta. Setelah ganti baju rumahan berupa baby doll tipis warna pink dan mencuci muka dan kaki sehingga segar, Sinta segera menyusul suaminya, dia ikutan berbaring di sebelah kiri Wisnu. Sinta ingin tidur juga, tapi akhirnya tak tahan lagi, dia merangkul suaminya dengan penuh gairah yang meluap. Diletakkannya kepalanya di dada suaminya. Lalu diselipkannya juga kaki kirinya di sela kedua kaki Wisnu. Terasa sangat hangat di situ. Sinta mengangkat kepalanya menghadap ke wajah Wisnu, lalu menelusuri leher suaminya dengan hidung mancungnya. Diendusnya dengan penuh cinta. Terasa sangat harum di situ. Karena cinta, semua jadi terasa indah dan hanya benar adanya. Wisnu yang masih terlelap
"Gairah cinta suka sayang, tanda cinta mulai berdentang berkembang." by Sinta. Mereka lalu saling memandang dengan penuh hasrat. Tinggal sesaat lagi cinta itu akan berbuncah indah sekali lagi. Tetapi tiba-tiba Wisnu jadi teringat sesuatu yang lebih penting. "Eh Sayang, maaf jadi ingat belum belajar. Ternyata kerja di bagian admin gudang itu tak semudah kelihatannya ya? Banyak ini itu kucrut, puyeng kepala si barbie . Ajarin dunk?" Wisnu menciumi lengan Sinta yang harum. Sinta menggelinjang geli, dia lalu mengecup dahi Wisnu penuh sayang. Jemari lentik itu terus merabai apa saja yang ada di tubuh belahan jiwanya. "Masak udah malam mau belajar, enakan juga nerusin yang tadi kan? Kau ga perlu sibuk belajar, Mas. Kau itu menantu keluarga konglomerat Wiguna dengan W-Transportnya. Ga kerja pun pasti rutin dikasih bendelan uang. &
"Semangat, cinta, maaf dan pengertian, membuat hubungan makin harmonis." by Sinta. Sinta memperhatikan suaminya dengan penuh cinta. Rasa kangen dan penasarannya masih menggebu. Dia ingin sekali menikmati malam keduanya sekarang. Tapi di sisi lain, batinnya tak tega melihat suaminya lagi kecapekan. Sinta jadi punya pemikiran lain. Kenapa dia tidak ikutan tidur juga sejenak saja? Toh Sinta juga sebenarnya lumayan lelah habis 'digempur' suaminya tadi magrib lalu belajar berjam-jam yang sungguh melelahkan otak. Tak sampai 15 menit Sinta sudah terlelap memeluk suaminya. Sampai akhirnya malam kedua berlalu sudah dan berganti hari ketiga bagi pasangan ini. *** Tetapi janji tetaplah janji, dan janji itu tetap mengawang di langit-langit jika belum dituntaskan. Jam 3.00 pagi Wisnu terbangun. Wisnu memang terbiasa mempunyai panggil
"Tantangan adalah tanggung jawab yang sengaja atau tidak diadakan untuk meningkatkan kualitas diri manusia." by Wisnu. "Tante dan Om ingin punya anak? Mau Wisnu kenalin sama sodara di Surabaya?" "Hai anak udik. Maksudmu apa sih, gajelas banget, mau kenalin sama saudaramu yang pasti juga sesama orang udik kan? Cuih! Gak deh!" "Tante bisa kan kalau ngomong yang agak sopan dikit dong. Meski udik, suamiku ini sarjana S1 sastra Inggris loh!" Sinta membanting sendok yang dipegangnya untuk menyendok bubur ayam sebagai sarapan paginya kali ini. "Iya tahu. Bangga banget sih kamu elah! Tapi apa maksudnya dikenalin sama saudaranya itu? Ga level kali ye? Yang ada ntar malah model orang yang ngrepepotin kaya Wisnu. Ogah!" Sinta mau belain lagi, tapi segera Wisnu memegang lengan istrinya sehingga Sinta paham, ga boleh marah-marah pagi gini. Wisnu lalu menjawab dengan
"Tekad kuat disertai komitmen dan menginvestasikan waktu, untuk terus belajar, tak akan pernah sia-sia." by Wisnu. "Hah? Kemauan liar gimana sih, Yank? Maaf kok aku jadi curiga ya." Wisnu mengernyitkan keningnya. "Hahahaha kagak, Mas. Bukan apa-apa kok. Aih jangan curigaan deh. Maksud Sinta, ga ingin kerja di tempat dimana kemampuan Sinta ga diakui atau hanya dipandang karena Sinta anak dan cucu pemilik perusahaan. Rasanya hidup jadi terasa kurang hidup gitu!" "Ah gitu. That's my wife! Kamu dan keyakinan besar kamu, Sayang." "Iya Mas, aku mau kerja di tempat yang sama sekali baru dan ga mengistimewakan diriku, My Hubby. Aku ingin dipandang apa adanya diriku saja. Sinta dan segala kekurangannya juga kelebihannya tentunya." "Mungkin kamu bosan ya, hidup sebagai putri kaya yang tercukupi semua kebutuhannya dari lah
"Ora et Labora. Belajar sambil berdoa. Agar cita-cita tercapai dengan baik. Semangat!" by Wisnu. "Wallaikumsalam. Bapak ... Bapak ... Wisnu kangen, Pak!" Suara serak Wisnu menghiasi pagi yang dingin di kamar itu. "Bapak juga kangen, Le. (Nak) Kamu itu loh, nikah kok mendadak. Bapak jadi ga bisa ambil cuti kan, untuk ke Jakarta menghadiri pernikahanmu. Cuti klo di tempat kerja baptak harus mengajukan minimal dua-tiga minggu sebelumnya. " "Maafkan Wisnu, Pak. Sebenarnya mau Wisnu bukan begitu, nunggu sebulan gitu kek. Tetapi keluarga besar Wiguna itu sangat sibuk, Pak dan jadwal yang longgar kebetulan hanya hari itu. Jadi yah, mau gak mau, Pak." "Baiklah, sudah terlanjur sih ya. Selamat ya, sudah sah jadi suami. Kamu sudah betah tinggal di keluarga Pak Hendra mertuamu?" "Baru juga tiga hari, Pak, &
"Semangat upgrade diri dimulai dengan belajar apa saja dan dimana saja." by Wisnu. "Iya, maap Mbak, lupa." Wisnu jadi tergagap ketakutan. Dia segera aktifin mode senyap di hapenya. "Ya namanya juga lupa. Manusiawi kan? Jangan lantas mendramatisir keadaan lah!" Bukan Wisnu yang menjawab tapi Edi. Si keriting lantas berkacak pinggang dengan mata melotot penuh. Wisnu merasa syeram bukannya takut, kuatir dia klo mata bagus itu copot bagaimana? "Hai pemuda udik, dan Lo Edi. Kalian jangan remehin soal yang tampak kecil saja kayak gini ya. Namanya attitude di tempat kerja itu penting, satu pelajaran hidup maha dahsyat, karena menentukan kelangsungan dan keselamatan hidup Lo di tempat dimana Lo digaji. Mumpung si Wisnu masih gress, new, polos, culun... salahkah gue ngajari dia? SALAHHHH? MIKIR DONG! PINTARAN DIKITT
"Kadangkala masa lalu juga bisa mengganggu masa sekarang, jadi lupakanlah."by Wisnu "Kenapa sih, malah kesal gitu kelihatannya? Ini namanya takdir, Sin! Takdir mempertemukan kita lagi. Hahaha!" "Iya, takdir sial tahu gak? Ingat ya Kelv, aku itu udah nikah, kamu sendiri menghadiri pernikahanku kan?" Sinta menjawab tegas. "Elah, santuy aja, Cantik! Memangnya klo sudah nikah kenapa? Aku juga mau kali jadi kekasih simpananmu kok. Udah tren kali, nikahnya satu, simpanannya seribu!" Kelvin memandang Sinta dengan penuh kekaguman. "Iya, di mimpimu! Dah ah, aku pamit mau pulang." Sinta merapikan tas dan berkas-berkas pendaftaran tadi, lalu beranjak menuju mobilnya. Kelvin malah mengejarnya dan berjalan mendampingi Sinta. "Kenapa sih, buru-buru? Masih sore lho, &nbs