Share

Chapter 03

Keesokan paginya, Annisa kembali ke rumah karena dia harus berganti pakaian sebelum berangkat ke kantor. Suasana hatinya sudah jauh lebih baik dari pada semalam. Meskipun, dia masih merasa malu atas keputusan bodohnya yang sudah melamar Zidane, padahal tak ada hubungan apa pun di antara mereka sebelumnya, kecuali atasan dan karyawan.

"Tazkia Annisa! Dari mana saja kamu jam segini baru ingat pulang?"

Annisa mendesah kasar saat mendengar suara bariton seorang pria yang sangat familiar menyapa telinga. Langkah kaki yang hendak menaiki anak tangga pun terpaksa terhenti, kemudian Annisa memutar tubuh untuk melihat orang yang baru saja memanggilnya. Iris mata gadis itu berubah menjadi dingin dengan seulas senyum miring menghiasi bibirnya.

"Memangnya kenapa? Bukankah biasanya Papa gak pernah peduli dengan apa pun yang kulakukan?" jawab Annisa sinis. "Kenapa sekarang tiba-tiba ingin tahu aku prgi ke mana saja?" tanyanya lagi.

Rahang Reza Buana --Ayah kandung Annisa-- mengeras mendengar perkataan Annisa yang berhasil menyinggung perasaannya.

"Jaga bicaramu, Nisa! Papa perhatikan semakin ke sini sikapmu semakin kurang ajar," geram Reza.

Pria paruh baya yang sudah siap berangkat ke kantor itu berjalan mendekati Annisa yang masih bergeming di tempatnya.

"Pergi ke mana kamu semalam setelah mempermalukan Papa di hadapan keluarga Yogi, hah?!" Reza mambentak. Iris mata tua itu menatap tajam wajah Annisa yang nampak acuh tak acuh.

"Bukankah istri tercinta Papa juga sudah mempermalukanku semalam? Jadi, seharusnya sudah impas," sahut Annisa tak acuh yang berhasil membuat Reza mendelik geram.

Beberapa saat kemudian seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik dan segar menghampiri Reza sambil membawa tas kerja milik suaminya itu. Wajahnya terlihat masam saat mengetahui Annisa bersama Reza, tetapi dalam sekejap saja ia bisa mengubah ekspresinya menjadi sangat manis dan tenang.

"Nisa, kamu sudah pulang, Sayang? Mama merasa bersalah dan sangat mengkhawatirkanmu semalam," ucap Sarah --ibu tiri Annisa-- dengan suara yang terdengar sedih yang dibuat-buat.

Annisa melirik dan tersenyum sinis ke arah ibu tirinya. Tamparan yang mendarat di wajahnya semalam masih terngiang dalam ingatan.

Sarah berjalan mendekati Annisa dan meraih kedua tangannya dengan lembut setelah beberapa detik yang lalu memberikan tas kerja yang dibawanya kepada Reza.

"Maafkan Mama, Nisa. Mama tidak bermaksud menyakiti dan mempermalukanmu, sungguh. Mama refleks melakukannya karena tidak tahan lagi dengan sikapmu yang buruk sehingga membuat papamu malu," ucap Sarah, memelas.

Annisa menjauhkan tangannya dari ibu tirinya. "Bukankah itu yang selama ini ingin kamu lakukan kepadaku, Nyonya? Apa sekarang kau sudah merasa puas?" ucap Annisa, sinis.

"Jaga sikapmu, Nisa! Apa yang dilakukan oleh mamamu itu sudah benar. Kamu memang pantas ditampar atas sikap burukmu! Mamamu melakukan semua itu untuk mendidikmu, bukan seperti yang selama ini kau pikirkan," ujar Reza membela istrinya.

"Seharusnya kamu berperilaku baik kepada Yogi dan keluarganya. Seharusnya kamu bersyukur karena Papa menjodohkanmu dengan Yogi. Dia seorang pria yang baik dan juga berasal dari keluarga baik-baik," tegas Reza sambil menatap wajah Annisa dengan mata elangnya.

"Iya, Nisa. Lagi pula setahu Mama dulu kamu pernah menjalin hubungan dengan Yogi. Jadi, kalian tidak akan kesulitan menjalani perjodohan ini. Kami melakukannya demi kebaikanmu, Nisa." Sarah menimpali perkataan suaminya.

Wanita paruh baya itu memang sangat pandai dalam berakting. Mungkin karena itu jugalah yang membuat dia bisa berhasil mendapatkan simpati Reza hingga  diperistri oleh ayah kandung Annisa itu.

"Mamaku?" ucap Annisa sinis. Sepersekian detik kemudian gadis itu tersenyum simpul. "Dia bukan mamaku! Dia itu hanya orang lain yang sudah merebut Papa dariku!" tegas Annisa penuh penekanan dalam setiap kata-katanya.

Masih terngiang dalam benak Annisa bagaimana sikap Sarah dan anaknya yang selalu berusaha menjauhkannya dari Reza, hingga pria paruh baya itu seolah melupakan bahwa Annisa putri kandungnya yang seharusnya dia bela dan lindungi.

"Berhenti mengatakan bahwa perjodohan itu demi kebaikanku! Papa tidak tahu pria seperti apa yang sudah Papa jodohkan denganku. Dia itu seorang pengkhianat!" ujar Annisa dengan suara bergetar dan sorot mata yang berkaca-kaca.

"Yogi itu bukan pria baik-baik seperti yang Papa pikirkan. Dia pernah berselingkuh dariku! Bagaimana mungkin sekarang aku mau menerima seseorang yang pernah berkhianat dan memberikan luka kepadaku?" ucap Annisa lagi, penuh penekanan di setiap kata-katanya.

Reza bungkam setelah mendengar pengakuan Annisa mengenai Yogi. Iris mata yang menyerupai elang itu menatap dalam-dalam wajah putrinya dengan sorot yang sulit diartikan.

"Semua itu 'kan terjadi di masa lalu, Nis. Sekarang Yogi sudah berubah dan menjadi lebih baik. Mama dan Papa sangat yakin dia akan membuatmu bahagia setelah menikah nanti," Sarah berucap dengan suara rendah, membujuk. Namun, Annisa sama sekali tak termakan bujukannya. Gadis berhijab itu malah tersenyum sumbang, mengejek perkataan ibu tirinya.

"Bahagia?" Annisa mengejek. "Lagi pula, anak perempuan di rumah ini bukan hanya aku saja. Kenapa kalian tidak coba untuk menjodohkan anak perempuan kalian yang lain untuk menggantikanku?" ujar Annisa sarkas.

"Tentu saja itu tidak bisa terjadi. Yogi hanya ingin menikah denganmu saja, Nisa. Lagi pula, adikmu Maudy sudah memiliki kekasih saat ini." Sarah langsung menyangkal ide bodoh Annisa.

Gadis berhijab itu terdiam selama beberapa detik sambil menatap wajah Sarah dan Reza secara bergantian dengan sorot mata yang sulit diartikan. Menit berikutnya dia mendesah kasar, kemudian berujar, "Aku juga sudah memiliki kekasih. Dia jauh lebih baik dari pada pria pilihan kalian!"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Yuli Defika
yeee zidane ya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status