Share

Chapter 04

Annisa bersandar pada pintu kamar sambil memejamkan mata. Dia menghela napas panjang untuk menetralkan kembali perasaannya. Setelah merasa lebih baik, gadis itu langsung mengganti pakaian, kemudian bergegas pergi ke kantor.

Mata Annisa menyipit begitu ia memasuki ruang kerjanya. Seketika pandangan gadis itu berubah menjadi datar dengan raut wajah yang menunjukkan rasa tidak senang melihat keberadaan Yogi di ruangannya.

"Sedang apa kamu di sini?" tanya Annisa, sinis. "Jangan bersikap kurang ajar dengan memasuki ruangan orang tanpa izin dari pemiliknya!" tegasnya lagi penuh penekanan.

Tanpa memandang pria yang ia lewati, gadis itu berjalan menuju meja kerjanya, kemudian duduk di kursi putar kebesarannya tanpa menghiraukan keberadaan Yogi yang sejak tadi menunggu kedatangannya.

Annisa mulai menyibukan diri memeriksa dokumen yang sudah menumpuk di atas mejanya, dengan tenang.

Yogi tersenyum simpul. Dia nampak sangat tenang menghadapi ketidakpedulian Annisa. Pria berperawakan tinggi dan berparas rupawan itu berjalan penuh percaya diri mendekati meja kerja Annisa dengan kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku celana.

"Aku tidak perlu meminta izin kepada siapa pun untuk menemui calon istriku sendiri," sahut Yogi.

Annisa yang saat itu sedang memeriksa file-file untuk ditandatangani pun menghentikan aktivitasnya. Matanya mendelik geram, tak senang mendengar perkataan Yogi.

"Jangan bermimpi! Cabut kembali perkataanmu itu, karena aku bukan calon istrimu. Kamu bukan siapa-siapa bagiku!" tegas Annisa, penuh penekanan.

Seulas senyum miring terukir di wajah Yogi saat mendengar penolakan dari Annisa. Dia menatap wajah sang gadis dengan sorot mengejek.

"Faktanya sebentar lagi kita akan menikah, Sayang. Dan kita akan hidup bersama, dengan bahagia," sahut Yogi penuh percaya diri.

Kedua tangan Annisa mengepal erat di atas meja. Gadis itu menoleh dan sedikit mendongak untuk melihat wajah Yogi yang terlihat tak tahu malu di matanya. Beberapa detik kemudian, Annisa pun beranjak dari duduknya dan berdiri sejajar berhadapan dengan Yogi.

"Menikah?" tanyanya sinis, dengan pandangan menyapu pria yang berdiri sok percaya diri di depannya, dari atas ke bawah.

"Denganmu?" tanyanya lagi dengan diiringi tawa kecil mengejek. Sangat menyebalkan!

"Memangnya siapa yang mau menerima pria pengkhianat sepertimu? Aku tidak sudi!" tegas Annisa, serius.

Rahang Yogi mengeras mendengar kalimat yang baru saja diucapkan oleh Annisa kepadanya. Sorot mata yang semula terlihat biasa saja, seketika berubah menjadi tajam bersiap menerkam. Tak tahan lagi atas penghinaan tersebut, Yogi pun mencengkram pergelangan tangan Annisa kuat-kuat.

"Jaga sikapmu, Annisa! Sampai kapan pun kamu akan tetap menjadi milikku. Hanya milikku!" tegas Yogi penuh penekanan di setiap kata-katanya.

Annisa meringis kesakitan dan berusaha melepaskan tangannya dari cengkraman mantan kekasihnya.

"Lepasin! Jangan kurang ajar kamu, Yogi!" ujar Annisa sembari mengempaskan tangannya. Dia memijit pelan pergelangan tangan yang memerah karena perbuatan Yogi.

Deru napas Annisa menaik turun tak beraturan akibat menahan emosi dalam dada. Tajam iris matanya membalas tatapan pria di hadapannya tanpa rasa takut.

"Asal kamu tahu juga, sampai kapan pun aku gak akan pernah menikah sama kamu! Walau di dunia ini sudah tidak ada lagi lelaki lain, lebih baik aku tidak menikah seumur hidupku dari pada harus bersama denganmu!" tegas Annisa penuh penekanan.

Yogi tersulut emosi dan geram atas sikap angkuh Annisa. Dia berniat ingin melakukan sesuatu kepada gadis itu, tetapi niatnya tertahan karena seseorang membuka pintu secara tiba-tiba.

"Papa," gumam Annisa saat melihat sosok papanya masuk.

Annisa menatap tajam wajah Yogi beberapa detik, sebelum akhirnya memalingkan wajahnya ke arah lain. Merasa sangat muak dengan tindakan Yogi yang sangat tidak tahu malu dan kurang ajar.

"Paman," sapa Yogi sopan. Dia langsung mengubah ekspresi wajahnya menjadi tenang dengan semburat senyum manis terukir di bibirnya.

Pria berparas tampan itu membenarkan jas yang dikenakannya, kemudian berjalan menghampiri Reza yang masih bergeming di depan pintu dengan sorot mata yang sulit diartikan.

"Kamu di sini?" tanya Reza kepada Yogi.

"Ya, Paman. Aku sengaja mampir sebentar karena ingin bertemu dengan putri Paman. Aku merindukannya," sahut Yogi dengan suara rendahnya.

Dia tersenyum ramah kepada Reza, kemudian menoleh ke arah Annisa yang juga sedang menatapnya sengit.

Reza hanya mengangguk, setelah itu dia berjalan mendekati Annisa di meja kerjanya. Sementara Yogi pergi meninggalkan ruangan itu setelah sebelumnya berpamitan kepada Reza.

Annisa menghela napas panjang, kemudian kembali duduk di kursinya dan mengambil kembali dokumen yang sebelumnya sudah ia baca sebagian.

"Ada apa Papa menemuiku?" tanya Annisa tak acuh.

Reza terdiam selama beberapa detik sambil memperhatikan putrinya dengan sorot mata yang sulit diartikan. Tak lantas mendapat sahutan dari sang ayah, Annisa pun mengalihkan pandangannya, mendongak menatap wajah Reza.

"Kenapa menatapku seperti itu?" tanya Annisa, merasa heran. Kedua alisnya saling berpaut disertai mata yang menyipit. "Bila Papa menemuiku hanya untuk membicarakan perjodohanku dengan Yogi, maaf, aku tidak tertarik untuk mendengarnya," tegasnya lagi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status