Share

Chapter 05

"Papa ingin bertemu dengan pria itu," ucap Reza dengan suara rendah tetapi tegas.

Alis Annisa saling berpaut memperlihatkan segurat garis halus di dahinya. Jelas terlihat bahwa gadis itu tidak paham dengan maksud perkataan papanya.

"Kamu bilang sudah memiliki kekasih 'kan? Ajak dia menemui Papa siang ini," ucap Reza lagi. Kali ini pria paruh baya itu memperjelas maksud perkataannya.

Annisa melongo dan mengejapkan mata dua kali. Demi apa pun, dia tak menyangka hal ini akan terjadi. Tiba-tiba saja Reza ingin bertemu dengan pria yang Annisa cintai, padahal sebenarnya gadis itu sama sekali belum memiliki kekasih.

"Ma- maksud Papa-"

"Papa hanya ingin yang terbaik untukmu, Nisa. Papa ingin memastikan bahwa pria itu layak bersanding dengan putri Papa," ucap Reza, memotong perkataan Annisa.

Annisa bergeming sambil menatap dalam-dalam mata tajam papanya yang sulit diartikan. Gadis itu mencoba menebak sesuatu yang sedang dipikirkan oleh Reza.

Mungkin kah pria paruh baya itu bersungguh-sungguh akan menerima pria pilihannya, atau justru sedang merencanakan hal lain yang tak terduga?

Belum sempat gadis berhijab itu mengungkapkan rasa penasarannya terhadap sang papa, tetapi pria paruh baya itu lebih dulu berbalik dan sempat berkata sesuatu sebelum pergi.

"Jangan lupa, siang ini temui Papa!" ucap Reza. Pria itu benar-benar pergi tanpa menunggu sahutan dari putrinya.

"Apa yang harus aku lakukan sekarang? Pria mana yang akan aku kenalkan kepada Papa, sementara aku tidak sedang dekat dengan siapa pun saat ini?" Annisa mendesah kasar merasa sangat frustrasi.

Dia menyandarkan punggungnya pada penyangga kursi sambil berpikir mencari jalan keluar untuk permasalahan yang sedang dia hadapi saat ini. Siapa orang yang bisa dia mintai tolong sekarang?

"Zidane?" gumam Annisa spontan.

"Tapi, apakah dia mau membantuku?" gumamnya lagi. Dia merasa tidak yakin Zidane setuju membantunya.

"Aaaargh! Bahkan aku masih merasa malu kepadanya." Annisa teringat kembali akan kekonyolannya malam itu.

Namun, kali ini ia tidak memiliki cara lain selain membujuk Zidane agar setuju untuk membantunya karena dia tidak ingin benar-benar menikah dengan Yogi.

Annisa mengambil ponsel di dalam tasnya. Dia berniat menghubungi Zidane, tetapi sayangnya gadis itu tak menyimpan nomor Zidane di ponselnya.

"Aish! Bahkan aku tidak memiliki nomor ponselnya," gerutu Annisa kesal sambil melempar ponselnya ke atas meja.

Annisa menggelengkan pelan kepalanya yang mulai terasa berat setelah beberapa detik terdiam memikirkan masalahnya. Gadis itu bergegas menyelesaikan pekerjaannya yang masih menumpuk agar bisa selesai sebelum jam makan siang. Gadis itu juga meminta sekretarisnya untuk membatalkan jadwal acara hari ini.

***

Di kafe buku, Zidane nampak sedang melayani pengunjung yang datang ke kafenya.

Memiliki paras karismatik dan rupawan membuat pria itu banyak disukai kaum wanita termasuk para pengunjung remaja. Tak jarang beberapa dari mereka datang ke kafe buku hanya karena ingin melihat ketampanan Zidane.

"Gimana? Kamu berhasil dapat nomor ponselnya?" tanya seorang gadis remaja berseragam SMA kepada teman perempuan seusianya yang baru saja duduk di mejanya.

Percakapan itu tak sengaja terdengar oleh Annisa yang baru saja masuk ke kafe buku. Awalnya, Annisa tak menghiraukan tingkah dua remaja itu. Namun, begitu dia tahu siapa orang yang sedang dibicarakan, gadis itu menjadi tertarik.

"Berhasil," sahut gadis remaja itu sambil memperlihatkan ponsel kepada temannya. Nampak jelas semburat senyum merekah di bibirnya.

Semua itu tak lepas dari perhatian Annisa yang masih berdiri di dekat meja gadis remaja itu. Dia melihat bagaimana mereka terus mencuri-curi pandang kepada Zidane.

"Kenapa tidak masuk?" tanya Zidane kepada Annisa dengan sikap ramah dan sopan.

Entah sejak kapan Zidane sudah ada di depannya. Yang jelas, Annisa cukup terkejut dengan kehadiran pria itu.

"Kamu mengenal mereka?" tanya Annisa datar sambil melihat ke arah dua gadis remaja di depannya.

Zidane mengikuti arah pandangan bosnya kemudian menjawab, "Mereka pengunjung tetap di sini. Kenapa? Apa mereka membuat masalah denganmu?"

"Tidak," ucap Annisa singkat.

Dia melenggang pergi melewati Zidane hendak ke ruangannya. Baru saja beberapa langkah, gadis itu kembali menoleh ke belakang.

"Temui aku diruanganku. Ada hal penting yang ingin aku bicarakan denganmu," ucap Annisa masih bernada datar yang langsung mendapat respons sebuah anggukkan kepala oleh Zidane.

Setelah menyelesaikan pekerjaannya, dan kafe pun mulai agak sepi, Zidane mendatangi ruang kerja Annisa. Dia juga tidak lupa membuatkan cokelat hangat untuk Annisa.

Zidane terpaku selama beberapa detik di ambang pintu, menatap Annisa yang sedang fokus memainkan ponselnya. Dari sorot mata pria itu, nampak seperti sedang memikirkan sesuatu tentang bosnya.

"Apa aku mengganggumu?" tanya Zidane selepas dia mengetuk pintu.

Mendengar suara Zidane, Annisa pun menoleh ke arah pintu.

"Tidak," sahut Annisa datar.

Sejauh ini, Zidane masih belum paham karakter Annisa yang sebenarnya. Pasalnya sikap gadis berhijab itu selalu berubah-ubah. Terkadang manis, terkadang dingin dan ketus, tetapi bukan sosok bos yang menyebalkan bagi para karyawannya.

"Masuklah!" titahnya tanpa menatap wajah Zidane.

Zidane masuk ke ruangan Annisa, kemudian menyimpan cangkir berisi cokelat hangat buatannya di atas meja. Gadis itu menoleh sekilas, lalu mengucapkan terima kasih dan langsung mencoba minuman tersebut. Sementar itu Zidane menarik kursi di depan meja Annisa dan mendudukinya.

Keheningan tercipta selama beberapa menit di ruangan itu. Keduanya sama-sama disibukan dengan pikiran masing-masing yang sedang mencoba untuk merangkai kata.

"Tentang tawaranmu kemarin, apakah itu masih berlaku sekarang?" tanya Zidane.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Jamal Baharom
......... mantap,lanjut
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status