Share

Chapter 06

Kedua alis Annisa saling berpaut sehingga memperlihatkan segurat garis halus di keningnya. Tajam, iris matanya menatap wajah Zidane dengan sorot yang sulit diartikan.

"Aku ingin memberikan jawabannya hari ini. Apa kamu masih ingin mendengarnya sekarang?" tanya Zidane dengan suara rendah tetapi serius.

Annisa bergeming selama beberapa detik dengan tidak mengalihkan pandangan dari pria yang duduk di depannya. Sekeras mungkin otaknya berusaha untuk menebak jawaban apa yang akan dikatakan oleh Zidane kepadanya.

Mungkinkah pria itu akan menolak?

Tidak!

Annisa tidak akan menerima penolakan. Walau apa pun yang terjadi, Zidane harus mau membantunya kali ini. Mungkin, hal ini terdengar sangat egois, tetapi Annisa tidak peduli.

"Jadi, apa jawabanmu?" tanya Annisa. Meski dalam hatinya merasa gugup dan takut penolakan, tetapi gadis itu berusaha tetap terlihat tenang.

Terdengar suara helaan napas panjang ke luar dari mulut Zidane. Pria berparas tampan itu membenarkan posisi duduknya sebelum mengatakan hal yang sedang dia pikirkan kepada Annisa.

"Aku setuju dengan tawaranmu kemarin," ucap Zidane sambil menatap mata Annisa dalam-dalam. "Mari kita menikah," ucapnya lagi, serius.

Rahang Annisa terjatuh karena terkejut dengan apa yang baru saja dia dengar. Gadis itu memang berencana tidak akan menerima penolakan, tetapi dia tidak menduga jika Zidane justru menerima tawarannya untuk menikah.

"Kamu serius?" tanya Annisa spontan yang langsung dibalas anggukkan kepala oleh Zidane.

"Ba- bagaimana mungkin?" Annisa masih belum percaya dengan keputusan pria beralis tebal itu. "Kamu sedang tidak bercanda bukan?" tanyanya lagi.

Zidane mengangguk yakin, kemudian berkata, "Ya, aku serius. Aku rasa tidak buruk bisa menikahi bos sendiri."

Pria itu mengulas sebuah senyum manis di bibirnya yang terlihat sangat menawan. Alis tebalnya menaik turun menggoda gadis yang tak lain ialah bosnya sendiri. Hal tersebut membuat Annisa mencebik kesal merasa tersinggung dengan perkataan Zidane.

"Ch, dasar matre!" gumam Annisa pelan tetapi masih dapat didengar oleh Zidane yang duduk berseberangan dengannya.

Pria tampan itu tertawa kecil. Dia sama sekali tidak merasa tersinggung dengan perkataan Annisa baru saja.

"Terserah apa katamu tentang aku. Tapi, bukankah semua ini adalah idemu, Nona?" ujar Zidane menggoda calon istri pura-puranya.

"Tetap saja kamu tidak boleh berkata terus terang seperti itu!" sahut gadis berhijab itu bernada ketus.

Lagi-lagi Zidane tertawa kecil menanggapi perkataan Annisa baru saja.

"Aku serius! Itu tidak lucu!" gerutu Annisa, ketus.

Gadis itu mendengkus kasar, kemudian meraih ponselnya yang dia simpan di atas meja melihat waktu yang tertera pada layarnya.

"Baiklah! Sekarang, katakan kepadaku apa yang kamu inginkan sebagai imbalan?" tanya Annisa serius.

Zidane tak langsung menjawab. Pria itu terdiam sejenak memikirkan hal apa yang dia inginkan dari bos-nya itu.

Belum sempat pria beralis tebal itu mengutarakan keinginannya, Annisa lebih dulu memotong dengan mengajaknya untuk pergi mengikutinya saat itu juga.

"Aku tak memiliki waktu banyak. Kita bicarakan kesepakatan kita nanti karena sekarang kamu harus pergi ikut denganku!" ujar Annisa sambil beranjak dari tempat duduk membawa tas miliknya bersiap untuk pergi.

Kedua alis Zidane saling bertautan menatap Annisa dengan raut kebingungan. "Pergi ke mana?" tanyanya.

"Menemui papaku," jawab Annisa tanpa merasa terbebani dengan kata-katanya.

Gadis itu pergi lebih dulu ke luar dari ruangannya yang langsung di susul oleh Zidane.

"Kamu serius akan mempertemukanku dengan ayahmu sekarang juga?" tanya Zidane sembari berusaha menyejajarkan langkahnya dengan Annisa.

Gadis itu menjawab tanpa menoleh, "Menurutmu?"

"Tapi aku sama sekali tidak memiliki persiapan apa pun," gerutu Zidane. Dia merasa belum siap jika harus langsung bertemu dengan orang tua Annisa tanpa melakukan persiapan apa pun sebelumnya.

Gadis berhijab itu tak menjawab, dia hanya mengangkat kedua bahunya tak peduli sambil melanjutkan langkahnya menuju ke mobil.

"Tunggu, Nona!" Zidane mencegah Annisa yang hendak memasuki mobilnya.

"Kenapa? Apa kamu ingin menarik kembali keputusanmu sekarang?" tanya Annisa bernada datar sambil menatap Zidane dengan sorot yang tajam.

Pria itu menghela napas kasar. "Bukan begitu. Sepertinya aku harus berpamitan dulu kepada mereka agar tidak terjadi kesalahpahaman nantinya," ucap Zidane sembari melihat ke dalam kafe buku melalui jendela kaca.

Annisa mengikuti arah pandangan Zidane. Di dalam kafe para karyawan sedang melayani pengunjung yang datang.

"Pergilah!" titahnya singkat dan datar.

Zidane mengangguk paham dan langsung bergegas ke dalam kafe untuk berpamitan kepada teman-temannya sekaligus menitipkan kafe kepada mereka agar tetap kondusif dan segera menghubunginya jika terjadi masalah.

Ya, kafe itu memang bukan miliknya, tetapi milik Annisa. Tanpa berniat jahat Zidane hanya merasa bertanggungjawab atas kafe buku itu sejak Annisa membawanya ke sana.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Jamal Baharom
next,menarik sekali
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status