Share

Chapter 07

"Assalammualaikum, Pa," sapa Annisa.

Pria paruh baya yang sedang duduk di meja ruangan khusus salah satu restoran ternama itu menoleh, menatap wajah putrinya yang baru saja datang menghampiri.

"Waalaikumsalam," jawab Reza.

Dia mengangkat tangan kiri dan melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Kamu sudah terlambat lima belas menit. Papa baru saja akan pergi dari sini," ucapnya dengan suara tegas.

Reza melihat ke belakang tubuh Annisa, mencari keberadaan seseorang. Iris tua itu menyipit, menatap wajah Annisa dengan sorot penuh tanya saat tak melihat keberadaan siapa pun bersama anak gadisnya itu.

"Kamu datang sendirian?" tanya Reza menyelidik.

Annisa menghela napas panjang berusaha tetap terlihat tenang di hadapan papanya. Gadis itu menarik kursi yang ada di depan Reza hanya terhalang oleh meja, kemudian mendudukinya.

"Maaf aku terlambat, ada hal penting yang harus aku selesaikan terlebih dulu sebelum datang ke sini," ucap Annisa tenang yang hanya dibalas anggukkan ringan oleh Reza.

"Kamu bilang akan datang bersama kekasihmu. Di mana dia sekarang?" tanya Reza. "Apa dia tidak berani menemuiku?" tanyanya lagi dengan nada yang terdengar mengejek.

Gadis berhijab itu mencebikkan bibir, merasa kesal dengan sindiran papanya. Namun, sedetik kemudian perhatiannya teralihkan kepada pria tampan yang sedang berjalan mendekat ke arah mejanya. Annisa langsung menyambut Zidane dengan senyum manis seolah mereka benar-benar sepasang kekasih.

Sebenarnya, mereka datang bersama-sama. Namun, begitu masuk ke restoran, tiba-tiba saja Zidane meminta izin pergi ke toilet dahulu.

"Permisi! Maaf sudah menunggu lama," ucap Zidane tenang dan bersikap sesopan mungkin.

Reza memutar kepalanya mengikuti arah pandangan Annisa dan juga suara seorang pria yang terdengar asing.

"Pa, kenalkan ini Zidane." Anisa buru-buru beranjak dari duduknya, lalu berdiri di samping Zidane. Dia langsung memperkenalkan pria tampan di sampingnya kepada Reza.

"Dia ... pria yang kucintai," ucap Annisa terdengar ragu. Dia menatap wajah Zidane dengan sorot yang sulit diartikan dan seulas senyum yang terkesan dipaksakan terukir di bibirnya.

Reza tak menjawab. Pria paruh baya itu terdiam sambil memperhatikan penampilan Zidane dari atas ke bawah lalu balik lagi ke atas dengan mata tajamnya.

Dari penampilan Zidane saat ini, Reza berpikir bahwa pria muda itu bukan berasal dari keluarga kaya.

Kepala Reza menggeleng disertai seulas senyum miring terukir di bibirnya. Dari ekspresi wajahnya, nampak jelas terlihat bahwa dia tidak menyukai Zidane dan bahkan memandangnya rendah.

"Halo, Om, saya Zidane. Teman Annisa, putri Om. Senang rasanya bisa bertemu dengan cinta pertama dari wanita yang saya cintai," ucap Zidane ramah dan sopan sambil mengulurkan tangan ingin bersalaman dengan Reza.

Annisa melongo mendengar perkataan Zidane baru saja. Bola matanya membulat, menatap tajam dan galak ke arah Zidane, penuh peringatan. Namun, pria itu nampak tak terpengaruh dengan kode yang diberikan Annisa dan malah mengembangkan senyum licik sambil mengedipkan mata.

Menyebalkan! Annisa menggerutu dalam hati, merutuki sikap Zidane yang sudah lancang dalam berbicara dan bersikap.

Melihat tak ada respons dari Reza, Zidane pun langsung menurunkan tangannya. Dia tersenyum canggung sambil mengusap tengkuknya yang tak gatal. Annisa menarik lengan Zidane dan menyuruh pria itu duduk di kursi yang ada di sampinya.

Keheningan tercipta di meja itu selama beberapa menit, terutama saat ada seorang pelayang yang mencatat pesanan dan tak lama kemudian mengantar pesanan itu ke meja mereka.

"Sejak kapan kalian saling mengenal?" tanya Reza bernada dingin dan datar. Sejak tadi pandangannya tak beralih dari satu objek yaitu sosok Zidane.

Merasa pertanyaan itu ditujukan kepadanya, Zidane pun langsung menjawab, "Sepertinya sudah lebih dari sebulan. Benar 'kan, Sayang?" Zidane menjawab penuh percaya diri sambil melirik ke arah Annisa yang sudah memelototinya.

Rahang Annisa mengeras, nampak kesal kepada Zidane karena telah lancang memanggilnya dengan sebutan "Sayang".

'Dasar bodoh! Kenapa dia mengaku baru kenal sebulan, sih? Bisa-bisa Papa curiga dan semua rencanaku menghindari perjodohan dengan Yogi menjadi gagal.' Annisa menggerutu dalam hati sambil menatap tajam pria tampan di sampingnya.

"Apa?!" pekik Reza, terkejut. "Jadi kalian belum lama ini saling mengenal?" Beberapa detik kemudian pria paruh baya itu menggelengkan  kepalanya.

"Iya, Om. Tapi, Om jangan cemas karena saya serius mencintai putri Om," ucap Zidane.

Uhuk!

Annisa tersedak minumannya akibat terlalu terkejut mendengar pengakuan Zidane tentang hubungan mereka kepada Reza.

Sulit dipercaya. Pria itu benar-benar sangat pintar berakting. Padahal mereka tidak latihan dulu sebelumnya. Bahkan, semua yang dikatakan oleh Zidane saat ini sama sekali tidak ada dalam skenario yang sudah mereka siapkan selama dalam perjalanan tadi.

Dalam sekejap, Annisa merasa terpesona dengan Zidane. Namun, gadis itu segera sadar bahwa semua ini hanyalah sandiwara. Dan semua itu terjadi atas rencana dan keputusannya sendiri.

Annisa mendekatkan kepalanya dengan Zidane, kemudian berbisik dengan nada yang terdengar kesal.

"Jangan berlebihan! Bukankah kita sudah membicarakan semua ini saat di mobil tadi? Kenapa kamu malah mengarang cerita sendiri?" Anissa berbisik sambil menggertakkan giginya.

Sekilas, gadis itu menatap ke arah sang ayah yang sedang memperhatikannya. Annisa pun tersenyum, berharap Reza tidak mencurigainya.

"Kamu tenang saja, Nona. Aku akan membereskan semuanya dengan caraku sendiri. Kamu pasti akan puas dengan hasilnya nanti," ucap Zidane, berbisik.

Lagi-lagi, pria tampan itu mengedipkan sebelah matanya penuh percaya diri.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Jamal Baharom
lanjut terus
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status