Share

Chapter 08

Reza menatap Zidane dengan pandangan yang terlihat merendahkan setelah mengetahui kebenaran tentang identitasnya yang hanya bekerja sebagai karyawan biasa, dan itu pun di kafe buku milik Annisa.

Zidane tidak menutup-nutupi semua tentang dirinya yang hanya seorang pemuda biasa. Tak ada harta kekayaan dan juga kemewahan yang bisa dia perlihatkan saat ini. Namun, Zidane mengatakan bahwa dirinya serius ingin menjadikan Annisa sebagai istrinya.

"Apa kamu gila?!" pekik Reza. Sebelah sudut bibirnya tertarik ke atas sambil menatap tajam wajah Zidane. "Berani-beraninya orang miskin sepertimu ingin menikah dengan putriku!" geramnya lagi, penuh penekanan.

"Pa!" seru Annisa. Dia tidak senang dengan sikap papanya yang sudah menyakiti hati Zidane.

Gadis anggun itu baru saja ingin membuka mulut untuk mendebat papanya, tetapi Zidane segera mencegah dengan cara menepuk pelan punggung telapak tangannya. Zidane menggelengkan kepala begitu Annisa menoleh ke arahnya.

"Papa gak habis pikir sama kamu, Nisa. Otak kamu di simpan di mana, hah?! Bisa-bisanya kamu memilih pria sepertinya untuk dijadikan suami!" bentak Reza sambil menunjuk kearah Zidane.

Walau sedang ada di restoran, tetapi mereka bebas berbicara karena berada di ruangan private.

Pria paruh baya itu tersenyum kecut, lalu menghela napas panjang dan mengendurkan dasi yang dikenakannya.

"Memangnya apa yang bisa kamu harapkan dari pria seperti dia? Miskin, berandalan, tidak jelas asal usulnya," ucap Reza lagi. Pria paruh baya itu terdiam selama beberapa detik, kemudian berkata dengan tegas, "Keputusan Papa sudah bulat. Kamu hanya akan menikah dengan Yogi! Setidaknya, masa depan kamu terjamin bila hidup bersamanya nanti."

Rahang Annisa mengeras. Kedua tangannya mengepal di atas paha. Gadis itu menatap wajah Reza dengan sorot berkilat penuh kekecewaan.

"Lebih baik aku tidak menikah seumur hidupku dari pada harus menikah dengan pria brengsek seperti dia!" tegas Annisa dengan suara bergetar.

"Aku pikir, Papa memiliki sedikit rasa peduli terhadapku, tetapi ternyata tidak!" ucap Annisa lagi, lirih. Dia tersenyum simpul sambil memalingkan wajah ke arah lain, berusaha menyembunyikan air matanya.

"Justru Papa peduli sama kamu. Papa ingin yang terbaik untuk kamu!" jelas Reza dengan suara tegasnya.

Setelah berucap demikian kepada Annisa, pria paruh baya itu pun menoleh ke arah Zidane dan menatapnya sinis.

"Apa yang kamu harapkan dari pria seperti dia?" tanyanya bernada meremehkan.

Zidane tersenyum kecut. Kata-kata dari Reza itu cukup membuat hatinya sedikit tersinggung, tetapi dia masih berusaha tetap bersikap tenang. Dia terdiam sambil memerhatikan perdebatan antara anak dan ayahnya.

"Apa yang Papa harapkan dari Yogi?" Annisa balik bertanya kepada Reza. "Papa ingin melihat aku menderita seumur hidupku, begitukah?" tanyanya lagi. Seulas senyum sinis terukir di bibir gadis itu.

"Maaf, saya menyela." Akhirnya Zidane membuka suara dan berhasil mengalihkan perhatian Annisa dan Reza yang saat itu sedang bersitegang.

Pria beralis tebal itu meneguk dulu minuman miliknya, kemudian membenarkan posisi duduk sebelum memulai berbicara.

"Boleh saya meminta sedikit waktu Om sekarang? Saya ingin membicarakan sesuatu berdua saja," ucap Zidane dengan tenang.

Kedua alis Annisa mengernyit dalam memperlihatkan segurat garis halus di keningnya. Nampak jelas terlihat bahwa gadis itu tidak setuju dengan ide bodoh Zidane. Annisa takut pria itu akan berbicara yang bukan-bukan sehingga nantinya akan semakin memperumit keadan.

Reza terdiam, nampak ragu kepada Zidane.

"Lima belas menit saja," ucap Zidane, membujuk.

"Baiklah!" putus Reza yang membuat Zidane tersenyum tipis.

Kedua bola mata Annisa membulat saat Reza meminta Annisa untuk pergi meninggalkannya berdua dengan Zidane.

Annisa menarik Zidane agar sedikit menjauh dari Reza, kemudian bertanya, "Apa yang ingin kamu bicarakan dengan Papa? Tolong jangan bersikap bodoh!" tegur Annisa.

Gadis itu menatap dalam mata Zidane yang juga sedang melihatnya.

"Bukankah kamu ingin menikah denganku karena tidak mau dijodohkan? Beri aku sedikit kepercayaan, Nona. Aku akan menyelesaikan semuanya dengan baik," ucap Zidane dengan tenang.

Annisa bergeming, masih menatap wajah Zidane dengan serius. Mencoba menebak apa saja isi di dalam kepala pria tampan itu, sehingga berani sekali ingin membujuk Reza. Seolah semuanya akan begitu mudah.

Dia ingin membantah karena merasa ragu kepada Zidane, tetapi pria tampan itu dengan tenang meminta Annisa untuk mempercayainya sekali saja.

Zidane tersenyum kemudian meminta Annisa untuk menunggunya di luar. Meski berat hati, terpaksa gadis itu pergi meninggalkan Zidane dengan papanya.

***

"Kenapa mereka lama sekali?" gumam Annisa.

Gadis itu nampak tidak tenang menunggu Zidane dan Reza segera ke luar dari ruangan khusus. Waktu menunjukan sudah lebih dari lima belas menit, tetapi masih belum terlihat mereka ke luar. Hal itu semakin membuat Annisa cemas. Dia takut Zidane akan membuat papanya semakin yakin untuk meneruskan perjodohan dengan Yogi.

"Sebenarnya apa yang ingin Zidane bicarakan dengan Papa sehingga dia tidak mengizinkanku untuk ikut mendengarnya juga?" gerutu Annisa pelan.

Suara desaah kasar berkali-kali ke luar dari mulut gadis cantik itu. Dia memainkan jemarinya mengetuk-ngetuk meja, tidak tenang.

Gadis berhijab itu langsung beranjak dari duduknya begitu melihat Zidane dan Reza berjalan mendekat ke arahnya dengan ekspresi yang sulit diartikan. Dia langsung menatap Zidane meminta penjelasan, tetapi pria itu hanya tersenyum seolah tidak pernah terjadi apa-apa.

"Papa memberi kalian restu untuk menikah,"

Komen (12)
goodnovel comment avatar
Jhamuss Putra
ternyata benar dugaanku, bahwa zidan itu pria botak dari prancis, pemain bola.. wkkkkkkkk....
goodnovel comment avatar
Rahmi Nur Alam
mantapp......
goodnovel comment avatar
Kencanam Sitepu
babnja,terkunci,takbisabaca
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status