Share

Malam Pertama itu Seperti Apa Rasanya?

POV Citra

Satu minggu belakangan terasa bagaikan mimpi, aku yang tadinya seorang gadis pekerja di pom bensin, seketika menjadi istri dari seorang lelaki yang kaya raya. Aku mungkin sudah sangat lelah dengan semua hal yang terjadi, sudah sangat lelah menjadi tulang punggung keluarga, mengambil alih dan menyelesaikan semua masalah di rumah bagai kepala keluarga.

Aku sudah terlalu lelah menjadi orang miskin, yang bekerja banting tulang demi dua juta Rupiah yang hampir tak pernah kucicipi rasanya.

Aku sudah terlalu gila, hingga akhirnya kuterima penawaran yang diberikan oleh Raka.

Untuk menikah, dan mengikuti semua kata-katanya tanpa perlu banyak bicara.

“Saya terima nikah dan kawinnya, Citraloka binti Ahmad Fahrudin dengan mas kawin logam mulia seberat 50 gram, tunai!”

Lelaki bernama Raka Ageng Nataprawira tersebut mampu mengucap ijab qabul dengan satu kali percobaan, begitu lantang, percaya diri, tanpa kesalahan apapun. Mungkin karena tak ada rasa gugup dan sensasi menggelitik di perut.

Maklum, menikah dengan orang yang sama sekali tak ia cintai.

Aku sendiri tidak merasa haru biru, atau rasa bahagia dan excited menanti peran baruku sebagai seorang istri.

Aku juga tak mencintai Raka, bahkan namanya pun baru kukenal setelah kami saling menandatangani perjanjian. Sebuah surat kontrak perkawinan, yang mana isinya menyatakan jika Raka akan membayar semua hutang ayah, asalkan aku menikahi dirinya.

Kutatap wajahku di depan cermin, wajah yang bulat dan agak kusam, dengan mata bulat dan pipi chubby. Hidungku tidak mancung, juga tidak pesek, ah...tidak ada yang istimewa dari mukaku. Mungkin hanya bibirku yang lumayan, bibir yang penuh bervolume nan sensual.

Tapi apa artinya bibir yang sensual jika mukaku kucel begini?

Kenapa Raka mau menikah denganku? Apa tujuannya melakukan ini?

Apa dia hanya ingin menikmati malam pertama denganku? Lalu setelah itu ia akan mencampakkan aku begitu saja?

Apakah ia baru saja membeliku dengan membayar hutang yang ayah miliki? Memangnya tak apa jika seperti ini?

Sial, aku merasa baru saja melakukan kesalahan yang sangat besar. Kenapa mau-maunya dinikahi orang yang baru kukenal?! Bagaimana jika ternyata ia seorang pelaku human trafficking? Atau dia penjual organ dalam ilegal?

Argh!

Sudah tak bisa lagi mundur, ayah sudah begitu bahagia anak gadisnya dipersunting orang dan berbonus hutangnya yang ratusan juta lunas seketika. Adikku yang berengsek juga kegirangan karena aku menikah dengan orang kaya. Ia tanpa malu meminta jatah uang jajan pada Raka, seolah ia adalah adik kandungnya saja.

Pintu kamar diketuk, kubuka dan seorang pelayan berdiri di depan kamar. Menyodorkan baki berisi beberapa potong pakaian.

“Aku harus pakai ini?” gumamku bingung, campur ragu.

Pelayan memberikan pakaian yang harus kukenakan malam ini, satu set lingeri dengan outer potongan kimono berbahan sutera dan inner berdesain slip dress dengan bahan yang menerawang. Di bagian dada dan bagian bawah gaun mini itu berenda-renda, begitu sensual.

Lalu apa ini? Celana dalam yang hanya berupa sedikit kain di bagian depannya, dan untuk tali di pinggang dan bagian belakang hanya berupa sebaris renda saja. Pasti sangat tidak nyaman memakai ini untuk tidur.

“Ini...apa enggak dingin pake ginian?”

Aku tak ingin memakai pakaian ini, namun aku ingat jika sekarang ini sudah menjadi seorang istri. Hingga saat ini belum kutemukan sesuatu yang buruk tentang Raka. Lelaki itu memang tak terlalu banyak bicara, namun sepertinya orang baik.

Siapa tahu jika ia jatuh cinta pada pandangan pertama padaku, lalu benar-benar kasmaran sampai akhirnya meminta untuk menikahiku.

Tak ada salahnya jika aku berusaha menjalankan peranku sebagai istri, salah satunya dengan mengenakan lingeri ini di depannya.

You know lah, malam pertama.

********

Setelah berusaha keras melawan rasa insecure yang melanda, akhirnya aku keluar dari kamar mandi dengan mengenakan lingeri dan outernya. Ternyata tubuhku tidak jelek-jelek amat, dan lumayan berisi walaupun tak bisa sampai dikategorikan sebagai seksi.

Dengan hati berdebar aku menunggu, berbaring di atas ranjang dengan tubuh ditutup selimut.

Ruangan kamar ini begitu luas, AC-nya menggigit tulang dan rasanya aku menggigil parah. Tapi entah karena AC atau karena diriku yang sedang gugup?

Setelah menunggu beberapa saat, Raka masuk dengan mengenakan pakaian santai. Aroma parfum yang maskulin langsung mengisi ruangan, aromanya khas dan langsung terpatri dalam benakku. Inilah aroma suamiku.

“Kamu ngapain tiduran? Masuk angin?” tanyanya dengan suara agak keras.

Aku yang sedang gugup sendiri langsung panik mendengar ucapannya dan melempar selimut yang kupakai menutupi tubuh. Lalu berlutut di atas ranjang menghadap ke arah Raka. Outerku sudah terlepas, tinggal tubuhku yang berbalut lingeri merah maroon menerawang yang terpampang begitu saja.

Raka terdiam, lelaki berperawakan tinggi besar itu mengerjapkan matanya dan menghela napas panjang dengan berat.

Jantungku sudah bagai genderang perang, bertalu-talu begitu kencang dan otot mukaku terasa begitu kaku. Apakah aku tidak terlihat aneh?

Perlahan Raka mendekatiku, tatapan matanya begitu menusuk tepat di kedua mataku.

Ia tampan, ya...dia memang tampan.

Dia suamiku.

Walaupun kami baru kenal.

Raka bergerak begitu halus, mendekatiku di atas ranjang hingga tubuh kami nyaris bersentuhan satu sama lain. Ia mendekatkan wajahnya kepadaku, sampai-sampai bisa kucium segarnya mint dari mulutnya.

Kupejamkan mata, berusaha keras tidak melakukan hal bodoh yang bisa mengacaukan semuanya. Malam pertama ini, akan menjadi gerbang untuk membuat hubungan kami intim sebagaimana mestinya.

********

POV Raka

“AC-nya dingin, sebaiknya ganti baju kamu pakai piyama biasa. Ya?” bisikku pada Citra.

Gadis penjaga pom bensin yang kini telah resmi menjadi istriku, secara fisik saja, di atas kertas. Hubungan perkawinanku dengan Citra hanya sebatas kerjasama saja. Sudah kujelaskan dengan gamblang saat kami saling menandatangani kontrak tempo hari, dan memakai lingeri seperti ini tidak masuk di dalam kontrak kami.

Aku memang menikahinya, namun bukan berarti aku ingin serta merta menikmati tubuhnya hanya karena kami sudah halal.

Mungkin Citra belum paham betul, seperti apa kerjasama pernikahan ini.

Aku hanya memintanya untuk menikah denganku, menjalani kehidupan sebagaimana umumnya orang menikah, namun tanpa hubungan intim.

Aku tak bisa berhubungan badan dengan orang yang tidak kucintai, lagipula aku juga tak mau membuatnya tidak perawan lagi. Jadi, andaikan rencanaku membuat Maureen cemburu sudah berhasil, Citra akan segera kuceraikan dan ia masih perawan. Ia juga akan kuberikan sejumlah uang sebagai tanda terima kasih. Win-win solution bukan?

Bisa kulihat muka Citra merah padam, menahan malu yang luar biasa.

Dengan cepat ia menyambar outernya dan berlari ke kamar mandi untuk mengganti pakaian. Bahkan cukup lama ia di dalam ruangan tersebut, mungkin sedang berusaha menghilangkan rasa malu yang ia rasa.

Supaya tak membuatnya makin tertekan, aku memutuskan untuk tidur membelakanginya saja. Sebab kupikir ia pasti malu dengan penolakan yang kuberikan.

“Kamu nikah dan enggak kasih tau aku sejak jauh-jauh hari?” protes Maureen tadi, pikiranku tiba-tiba melayang ke pesta resepsi.

Dalam acara yang dibuat tertutup itu, Maureen terus bermuka masam dan membuatku merasa gemas. Aku senang keputusanku menikah membuatnya merasa kesal, mungkin kah itu sedikit percikan cemburu untukku?

Salah siapa malah pacaran dengan Jonas.

Aku harus terus mempertahankan pernikahan ini, hingga akhirnya Maureen pun meninggalkan Jonas dan kembali kepadaku.

*********

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status