Share

Mencari Om Ganteng Untuk Mamaku
Mencari Om Ganteng Untuk Mamaku
Penulis: Aong_Zee

Bab 1

“Ma, tadi di sekolah semua teman-teman menyebutkan nama Papanya,” mulut mungil itu mulai berbicara saat sedang menyantap makan siang.

Yeona menatapnya dan menyikapinya dengan tenang, dia mengambil sebuah tisu lalu mengelap bagian area mulutnya.

“Lalu?”

“Aku tidak tahu siapa Papaku dan aku tidak tahu di mana dia sekarang,” jawab Emilio dengan nada datar.

Yeona tersenyum, dia memegang gawainya lalu mengirim pesan kepada seseorang di sana.

[Carikan nama Dareen, di pemakaman umum. Aku dan Emilio akan ke sana,] pesan di kirim pada, Haneul, teman yang setia menemaninya saat ini.

“Habiskan makannya, nanti kita ke tempat, Papa,” ujar Yeona sambil menopang dagu menunggu putranya makan siang.

“Bener, Ma?” mata sipit keturunan dari Korea Selatan itu melebar. Terpancar di matanya berharap ingin bertemu seorang Papa karna dari bayi dia belum mencium aroma, Papa.

Dengan lahap Emilio menyantap makanan. Di meja makan yang penuh dengan lauk pauk komplit beserta sayur, Emilio lebih memilih makan nasi goreng kesukaannya.

Mulut mungilnya terbuka lebar untuk memasukkan sesendok penuh nasi goreng supaya cepat habis.

Dengan tubuh ideal, berkulit putih, serta rambut sebahu, membuat Emilio terlihat lebih comel.

“Horee, habiiis,” Emilio bersorak ketika nasi sudah habis tak tersisa. Dia bertepuk tangan dengan tawa di wajahnya.

“Kita ke tempat, Papa, sekarang?” tanya Yeona dengan suara lembut.

Emilio mengangguk dan langsung turun dari kursi dengan sedikit melompat karna lebih tinggi kursinya daripada dirinya.

Yeona menggandeng tangan putranya jalan menuju mobil Mercedes Benz berwarna hitam yang sudah terparkir di depan rumah.

Seorang pria berdiri di samping pintu, melihat Yeona datang ke arahnya, dia menunduk guna menyapa bos wanita.

Yeona sedikit mengangguk, pria itu berputar untuk membukakan pintu Emilio. Setelah pintu tertutup dan Yeona masuk ke dalam mobil, perlahan mobil meninggalkan teras rumah.

“Ma, nanti Papa aku ajak pulang ke rumah, ya?” tanyanya memandang Yeona.

Yeona hanya mengangguk tanpa memandangnya.

Dengan mengenakan baju dress berwarna silver senada dengan rok span miliknya, membuat Yeona terlihat cantik. Di sertakan kaca mata hitam dan rambut di gelung rapi, terlihat bahwa Yeona adalah wanita tangguh.

Yeona menyetir dengan satu tangan, tangan yang lainnya mengambil ponsel di dalam tas Louis Vuitton yang harganya jutaan rupiah.

Yeona mendapatkan pesan balasan dari Haneul yang berisi alamat pemakaman umum di sekitar.

* * *

Setelah beberapa saat kemudian, Yeona membelokkan setirnya masuk ke area pemakaman umum.

“Ma, katanya kita mau ketemu, Papa?” tanya Emilio polos.

Bocah itu terlihat gugup. Dia merasa takut karna teringat dengan film-film horor yang sering di tontonnya di aplikasi merah.

“Iya, ini kita ke tempat, Papa,” jawab Yeona tenang.

Tepat di depan pemakaman Yeona menghentikan mobilnya, dia mematikan mesin mobil lalu membuka pintu mobil.

Haneul juga memberi tanda bendera merah pada sebuah makam yang berada di tengah-tengah dengan atas nama Dareen, yang meninggal sejak enam tahun yang lalu.

Dengan santai, Yeona menggandeng tangan mungil Emilio, perlahan dia berjalan ke arah bendera di tancapkan.

Haneul melihat Yeona dan Emilio dari kejauhan, dia masih penasaran kenapa Yeona mencari makam atas nama mantan suaminya.

“Itu, Papa kamu di situ,” ucap Yeona saat berdiri di sebuah makam bernamakan Dareen di hadapan mereka.

“Papa?” Emilio terkejut.

Tidak pernah di bayangkan olehnya kalau Papanya sudah berada di dalam tanah. Emilio berhambur ke makam, dia memeluk nisan lalu menciumnya.

“Papaaa, kenapa papa meninggal? Kata mis Sara, Papa kerjaaa.” Isak tangis Emilio terdengar menyedihkan.

Yeona menepis air mata yang hendak jatuh ke pipinya. Dia membuang wajah, melihat-lihat area sekitar.

Mis Sara—seorang wanita yang bergelar sebagai pengasuh Emilio, kini sedang ambil cuti karna adiknya saat ini menikah dengan seorang duda kaya raya.

Entah akan kembali lagi bekerja atau tidak, Mis Sara tidak memberi kabar dari dua Minggu yang lalu sampai saat ini.

“Ma, kenapa Mama berdiri saja di sana? Sini, Ma! Peluk Papa, pasti Papa kedinginan,” ujar Emilio menjemput di mana Yeona berdiri.

Tangan mungil itu meraih tangan Mamanya, menggandeng sampai jongkok di sebelah makam.

Yeona merasa kikuk setelah melihat tahun meninggalnya sudah lima belas tahun lalu.

“Sayang, yuk, kita pulang! Mama masih ada kerja di kantor. Kamu di rumah sama Mis Erina, ya?” ujar Yeona memegang dagu Emilio supaya menatapnya.

Yeona menghalang dengan caranya supaya Emilio tidak membaca tahun meninggalnya.

Emilio menganggukkan kepala, membuat hati Yeona merasa lega. Yeona mempersilahkan Emilio jalan lebih dulu, untuk menghalangi pandangan Emilio pada nisan.

* * *

“Ma, jadi Em, tidak akan pernah punya Papa lagi?” tanya putranya.

Seketika Yeona tersedak air liur yang hendak di telannya. Secepatnya Emilio mengeluarkan air mineral dari tas ranselnya.

Batuknya Yeona membuat lupa Emilio akan pertanyaannya. Emilio fokus dengan redanya batuk sang Mama karna dia tidak mau kehilangan, Mamanya setelah kehilangan, Papa.

“Ma, pertanyaan itu jangan, Mama pikirkan, ya. Biar Em tidak punya, Papa, ‘kan masih ada Om Haneul,” ucap Emilio.

Yeona melihatnya dengan kening mengerut, dia tersenyum manis pada putranya.

Yeona tidak banyak bicara, dia sopan, lembut, tapi tegas dalam bertindak.

* * *

“Erina, jemput Emilio di gerbang, sekarang!” ucapnya tegas.

Sambil mendengarkan musik, kepala Yeona mengangguk-angguk. Menikmati lantunan musik yang memanjakan telinganya.

Yeona membuka kacamata serta membuka kaca pintu mobil saat Mis Erina sudah terlihat.

“Hi!” sapa Erina pada Emilio, Tuan mudanya saat Emilio turun dari mobil.

“Saya pulangnya malam, Er, kamu jaga dengan benar putraku. Kalau ada apa-apa, hubungi aku!” perintah Yeona lalu memasang kacamata kembali.

“Iya, Nyonya,” ucap Erina sambil membungkuk. Erina menutup pintu mobil.

Erina dan Emilio menyaksikan kepergian Yeona. Mereka sangat bebas jika Yeona tidak ada di rumah.

Pernah suatu hari, Erina mengajarkan bagaimana cara berenang. Sedangkan Yeona melarang betul Emilio untuk berenang karna Emilio mempunyai riwayat penyakit asma.

Yeona pergi ke kafe, di mana Haneul sudah menunggu di sana.

Haneul—pria bertubuh tinggi semampai, berkulit putih, hidung bangir. Dia memiliki sifat arogan, bar-bar, masa bodo dan tidak pernah disiplin dalam segi apa pun.

Mobil Xenia berwarna merah sudah terpampang di depan kafe di mana Haneul men-share, lokasi.

Dengan santai Yeona membelokkan mobil ke arah parkir.

* * *

Aduh!

“M-maaf, Bu, maaf,” ujar seseorang karna sudah menabrak dengan kuat pundak sebelah kanan Yeona di halaman kafe.

Yeona dengan ramah, menganggukkan kepala sambil tersenyum.

“Bu, maaf,” ucapnya sekali lagi.

“Iya,” sahut Yeona.

Seorang wanita paruh baya, dengan baju compang-camping, celana pendek selutut dengan wajah kusam, rambut berantakan, sambil membawa karung. Hati Yeona tersentuh. Yeona memandangnya sambil mengelus dada.

Saat Yeona berbalik badan, seketika langkahnya berhenti. Pandangannya jauh ke belakang, dia mengingat-ingat wajah yang sangat familiar di matanya.

“Bik Asih,” gumamnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status