Share

Bab 2

Asih—wanita paruh baya yang bekerja sebagai pembantu di rumah suaminya dulu.

Karna penasaran secepatnya Yeona membalik badan untuk melihatnya lagi. Tapi wanita itu sudah tidak terlihat.

Yeona celingukan, dia berjalan sampai ke tepi jalan. Melihat kanan kiri tapi wanita itu tidak terlihat.

Yeona kembali masuk ke kafe, untuk bertemu dengan Haneul.

Yeona celingukan mencari Haneul, keduanya melambaikan tangan saat sama-sama melihat.

Haneul—pria berambut ikal sebahu, dia memiliki karakter yang masa bodo, tidak peduli kata orang yang penting senang. Dia bar-bar, suka sembarangan dalam berpakaian. Dia tidak pernah memedulikan penampilan karna yang dia cari adalah kenyamanan.

Dengan luesnya Yeona berjalan, semua mata tertuju padanya. Termasuk Haneul, sahabatnya.

“Hei, sudah lama, ya?” tanya Yeona sambil duduk di kursi.

“Belum, baru juga kok,” sahut Haneul sambil mengangkat tangan saat pelayan kafe memandangnya.

Pelayan kafe mendatangi meja mereka dengan membawa sebuah buku dan pulpen.

“Pesan apa, Mas, Mbak?” tanya pelayan kafe.

“Jus jeruk dua sama pasta dua,” ucap Haneul memandang pelayan kafe yang bernama Rahayu di area bajunya sebelah kanan.

Jus jeruk dan pasta sudah pilihan tepat jika mereka berada di kafe. Keduanya menyukai jenis makan dan minuman yang sama.

Haneul memandang Yeona saat Yeona tengah sibuk mengambil sesuatu di dalam tas branded miliknya.

“Ye, kenapa kamu mencari nisan atas nama Dareen? Terus tadi aku lihat, Emilio duduk merangkul nisan itu. Ada apa, Ye?” tanya Haneul penasaran.

Yeona tersenyum memandangnya, dia meletakkan sebuah gawai di meja dekat vas bunga.

“Emilio, mencari Papanya, ya, biasalah kalau di sekolah pertama-tama memperkenalkan diri, dan menyebutkan nama kedua orang tuanya. Sedangkan Emilio belum pernah dengar ataupun bertemu, maka aku kenalkan dia sama Papanya yang sudah di dalam tanah,” ucap Yeona.

Haneul tertawa cekikikan sambil menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal.

Yeona dan Haneul berteman sejak Yeona bekerja pertama kali menjadi seorang office girl di sebuah perusahaan milik, Queen Rania.

Saat Yeona bekerja, ada salah satu pegawai kantor membuat kesalahan dan Yeona membantunya, di situ dia kepergok Queen Rania, dan ternyata kemampuan Yeona lebih tinggi ketimbang pegawainya yang sudah bertahun-tahun.

Alhasil kedudukan mereka di tukar, pekerja yang sekarang menjadi office girl, selalu iri dengan Yeona. Tapi dia tidak bisa ambil tindakan karna kemampuan Yeona selalu di puji oleh Queen Rania.

“Ye, andai Emilio ingin seorang ayah ada di sampingnya, kamu akan mencari Dareen, atau mencarikan Papa baru untuknya?” tanya Haneul memandang Yeona.

Yeona mendehem untuk menetralkan rasa sesak di tenggorokannya. Dia memegang gawainya sambil sesekali memandang seorang pelayan berjalan ke arah mejanya.

“Silakan di nikmati, Mas, Mbak,” ujar pegawai sambil meletakkan dua gelas minuman dan dua piring makanan di atas meja.

“Iya, terima kasih, ya,” ucap Yeona sambil mengaduk minuman menggunakan pipet.

Yeona selalu saja begitu, dia selalu mengabaikan pertanyaan yang menyangkut laki-laki.

Yeona pernah depresi ketika dia bertengkar hebat dengan suaminya beberapa tahun silam.

“Han, aku duluan, ya, ada pekerjaan yang harus di kerjakan. Aku tadi permisi sebentar karna Emilio menangis histeris di sekolah. Aku di hubungi pihak sekolah, dan untungnya Queen Rania mau memberiku izin untuk keluar di jam kerja. Aku duluan, ya,” ucap Yeona, sambil sekilas menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya.

Yeona mengambil dan mencantolkan tas branded miliknya di pundak sebelah kanan. Yeona beranjak dan berlalu.

Haneul tidak bisa berkata apa-apa, padahal dia sudah mengerti hal itu akan terjadi. Tapi dalam hatinya dia berniat untuk bertanya sekali lagi.

[Ye, maaf,] Haneul memandang tubuh bagian belakang Yeona, sambil mengirim pesan.

* **

Tangan Yeona berhenti bergerak saat dia melihat seseorang yang mirip sekali dengan Bik Asih.

Yeona menghampiri wanita itu di seberang jalan sedang duduk menyantap sepotong roti dengan karung besar di sampingnya.

“Bik Asih,” panggil Yeona dengan suara lembut.

Wanita itu perlahan mendongak. Rotinya berhenti di depan mulut yang menganga, kepalanya sedikit mendongak, pandangannya ke atas menatap Yeona.

“N-non Yeona?” ucapnya. Air matanya langsung saja terjun dari sudut matanya. Asih menurunkan tangannya ke pangkuannya dengan membalik badan.

“Bik Asih, pandang saya,” ucap Yeona.

Bik Asih sosok orang yang judes pada Yeona saat dia mengabdi kepada keluarga Dareen. Asih selalu mengompori sang majikan untuk memarahi Yeona. Asih adalah orang ke tiga sebelum mertua dan suaminya yang mendorong Yeona untuk keluar dari sana.

Yeona merasa iba dengan kondisi Asih yang berantakan seperti sekarang ini.

Di sisi lain, Haneul celingukan mencari Yeona karna dia melihat mobil Yeona masih terparkir di sana. Haneul dengan mengenakan baju kaos oblong berwarna hijau tua, celana jeans, serta sepatu loreng, membuatnya terlihat sangat tampan saat itu.

Haneul celingukan sambil nyengir karna terpapar sinar matahari, dia juga sesekali menolak pinggang karna kesal Yeona tidak kunjung terlihat.

Haneul duduk di sebuah pohon beringin yang ada di sudut halaman kafe, untuk menunggu Yeona.

* * *

“Bi, kenapa bibi ada di sini? Kenapa bibi bisa jadi seperti ini?” tanya Yeona memandang rasa penuh kasih.

Yeona—seorang wanita bertanggung jawab, disiplin, berintegrasi, dan optimis

Dia selalu yakin dengan apa yang dia lakukan, karna dia selalu berpikir di depan, selalu bertanya dalam hati pada dirinya sendiri sebelum bertindak.

“E-enggak apa-apa, Non,” sahut Asih sambil duduk membelakangi Yeona.

“”Bi, coba bibi pandang aku,” ucap Yeona. Yeona ikut duduk di tepi pembatas jalan dengan kedua kaki yang sedikit meringkuk, menempel ke pembatas jalan.

Jika di ingat kelakuan Asih pada Yeona saat dia tinggal bersama sang suami, ingin rasanya saat ini Yeona menjambak, menampar, bahkan menendang Asih. Karna memang dia dalang dari semua ini.

Dia menyingkirkan Yeona untuk memasukkan kemenakannya ke dalam rumah itu sebagai istri baru Tuan mudanya.

Banyak kendaraan berlalu lalang, membuat pendengaran Yeona terganggu. Dia menyipitkan mata seolah enggan mendengar suara bising di telinganya.

“Ya sudah, Bi, ini alamat rumahku. Kalau bibi berkenan, datanglah ke rumahku,” ujarnya sambil meletakkan sebuah kertas nama milik Yeona di pembatas jalan.

Asih membalik badan dan memandang Yeona dari kejauhan, matanya berkaca-kaca saat melihat wanita tangguh itu meninggalkannya.

Dia sangat menyesal telah menyingkirkan orang baik untuk memberi sela orang jahat masuk ke dalam rumah majikannya.

Dia di buang ketika kemenakannya sudah berstatus sebagai Nyonya baru di rumah majikannya.

Kertas dengan atas nama Yeona, terbang terhempas angin. Secepatnya Asih mengejarnya karna tidak mau kehilangan alamat mantan Nyonya mudanya.

Dia berlari ke arah tengah-tengah jalan.

Gubrak!

Yeona membalik badan, Haneul mencari sumber suara. Seorang wanita paruh baya tergeletak di tengah-tengah jalan, tepat di depan sebuah mobil Avanza berwarna silver.

“Bi Asih!” sentak Yeona terkejut.

Dia berlari ke arah di mana, Bi Asih tergeletak dengan berlumuran darah. Mata Haneul menangkap adegan itu, secepatnya Haneul menyusul di mana Bi Asih dan Yeona berada.

* * *

“Pak, tolong angkatkan ke mobil saya, Pak! Saya kenal dengan orang itu,” perintah Yeona pada pengemudi yang baru saja keluar dari dalam mobil.

“Mbak! Di kasih tahu itu orang, jangan seenaknya saja berlari di tengah-tengah jalan,” ucap lelaki itu dengan mata melotot.

“Ya, jangan ngegas gitulah, Pak,” timpal Haneul yang baru saja sampai.

Lelaki itu mendengus kesal melihat gaya bicara Haneul yang menantang, dia mengangkat bagian punggung, Asih, sedangkan Haneul ikut membopong bagian kaki.

Yeona berjalan cepat menuju mobil, membuka pintu mobil. Pria itu terlihat meringis keberatan.

Pria itu memasukkan Asih di bagian jok belakang, Haneul masuk dari pintu lainnya, memegang pundak Asih lalu membaringkan Asih di sana.

“Han, jaga dia, ya!” ujar Yeona gugup karna melihat darah yang terus mengalir di bagian pelipis mata Asih.

“Mobilku,” sahut Haneul.

Tanpa menjawab secepatnya Yeona menutup pintu dengan keras.

Walaupun Haneul kesal dengan Yeona, dia tetap mau membantu. Walaupun Yeona kesal dengan Haneul, dia tetap meminta bantuan pada Haneul saat dia butuh.

Begitulah persahabatan yang mereka jalani selama ini. Haneul tidak pernah berhasil dengan pengungkapan perasaannya pada Yeona karna Yeona selalu menghindar.

Dengan lihai Yeona menyetir mobil, jalan menuju rumah sakit Puri Husada. Rumah sakit itu berjarak berkisar lima belas menit dari tempat kejadian.

“Han, Bi Asih masih bernafas, ‘kan?” tanya Yeona sekilas menoleh ke belakang.

“Tidak.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status