Share

7. Didesak

Karin dan Risti berjalan keluar rumah sakit setelah berpamitan dengan Bambang dan Lala. Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Kamar perawatan Lala yang berada di kelas VVIP membuat tamu yang datang berkunjung sedikit leluasa untuk datang dan pulang kapan pun.

“Biar gue yang nyetir sini, lu kayaknya lelah banget,” Karin mengambil alih kemudi sambil masih memperhatikan wajah Risti yang lesu.

“Cerita, dong, gimana tadi?” tanya Karin antusias.

“Gue disuruh nikah secepatnya” Risti to the point.

“Hah? Maksud lu nikah sama Bambang?” tanya Karin kaget.

“Iyalah, masa sama kuda,” ucap Risti bete.

“Kok bisa?” Karin masih belum mengerti.

“Kayaknya gue tadi terlalu lebay sama Bambang pas di depan bokap gue, pegang tangan dia, nempelin dia terus, huft... Jadi aja bokap gue salah paham.” Risti menaikkan sebelah alisnya sambil mulutnya dicibirkan.

“Apa? Hahaha,” Karin tertawa cekikikan di dalam mobil. “Ya ampun Risti, lu udah berapa lama sih ga disentuh lelaki sampe jadi agresif gitu?

Wajar bokap lu nyuruh nikah, dia liat anaknya udah ga tahan kali.”

“Sialan lu malah ngeledek!” umpat Risti sambil memukul lengan Karin. “Maksud gua, kan, biar bokap gue yakin kalau kami pacaran, makanya akting gitu, eh malah disuruh nikah,” ujar Risti membuang napas kesal.

“Trus, apa kata Bambang?” tanya Karin sambil memperhatikan Risti yang tengah sibuk menghapus lipstik di bibirnya dengan tisu basah.

“Lu pasti ga percaya kalau si bocah tengil itu menolak gue jadi istrinya,” ucap Risti kesal

“What? Masa sih?”

“Katanya pernikahan bukan untuk main-main, dia masih mudalah bla... bla... menyebalkan. Kalau ga terdesak, gue juga ga mau minta bocah ingusan itu nikah, tampang pas-pasan gitu, kerjaan juga cuma tukang design. Huh, sombong sekali dia,” umpat Risti kesal.

“Hei... Ibu bos, calm down, Sayang.” Karin menenangkan. “Tapi wajar sih dia menolak dan alasannya masuk akal, lu nya aja yang terlalu nekat.”

“Ya, ampun Karin, gue sebenarnya udah malu banget dan keliatan konyol, masa ia Risti Susatyo ngelamar cowo, cowo biasa lagi. Ish... Harga diri gue udah turun drastis,” omel Risti kesal dengan perkataan Karin yang ada benarnya.

“Aduh, gue pusing banget,” gerutu Risti sambil memijat pelan kepalanya.

“Hmm... Sabar ya, nanti kita pikirkan lagi jalan keluarnya,” Karin menenangkan sahabatnya itu.

Risti masih kesal dengan penolakan Bambang juga dengan keputusan ayahnya, sepanjang perjalanan pulang Risti banyak menghela napas dan menggerutu. Di lain tempat, Bambang sedang asik dengan pikirannya. Lala sudah tidur dan kata dokter besok sudah diperbolehkan pulang karena kondisinya sudah stabil. Lama Bambang memperhatikan wajah Lala dari sofa tempat Bambang merebahkan badannya. Saat ini Bambang sudah mengenakan kembali sarung dan kaus bututnya.

Ia mengambil HP lalu memencet kontak W******p.

Assalamualaikum, Fani, apa kabar? Tadi ke RS, ya?

Bambang mengetik pesan wa untuk Fani, masih centang satu tanda HP-nya mungkin tidak aktif. Bambang menatap lemas HP-nya.

Mba Risti

Baang, udah tidur belum?

Bambang membacapesan W******p dari Risti lalu dengan enggan membalas, diletakkannya lagi hp itu di sampingnya.

“Ya ampun, pesan gua cuma dibaca doang, gak dibales,” Risti semakin sewot.

“Ish... Kalau ga karena bokap gue, males banget gue berurusan dengan bocah kayak gini,” gerutu Risti masih sambil menatap HP-nya yang tak kunjung ada balasan W******p dari Bambang.

Kok dibaca doang gak bales?

Tanya Risti lagi, ditambahkan emot wajah merah marah. Bambang membaca pesan W******p Risti dan mencibirkan bibirnya.

“Apa, sih, maunya orang-orang kaya ini, hadeh,” Bambang tetap hanya membaca pesan W******p Risti tanpa membalasnya. “Aku tak ingin memperpanjang urusan dengan Mbak Risti, hubungan Mbak Risti dan ayahnya biar menjadi urusan mereka,” gumam Bambang, lalu memejamkan matanya.

Risti sangat kesal dan dengan sengaja membanting HP nya. “Sialan, lu main-main sama gua, ya, bang, liat aja nanti,” umpatnya kesal sambil masuk ke dalam selimut tebal miliknya mencoba memejamkan mata.

****

Udara pagi terasa begitu segar karena Subuh tadi gerimis turun, walaupun sebentar, namun mampu membuat tanah begitu harum menggoda, membuat setiap orang takkan pernah mau melewatkan aroma khas tanah dan pepohonan yang telah disapa gerimis tadi. Jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi, Bambang bergegas merapikan barang-barang dirinya dan Lala agar tidak ada yang tertinggal saat mereka keluar rumah sakit nanti.

“Mas Bambang, Lala udah kangen rumah,” ucap Lala pagi itu saat terbangun.

“Iya, La, insyaAllah hari ini kita pulang, mungkin agak siang, sabar, ya. Mau Mas bantu cuci muka?”

Lala lalu turun dari tempat tidurnya dan berjalan ke kamar mandi, kepalanya masih berasa sempoyongan, Bambang dengan sigap membopong Lala ke kamar mandi dan membantunya bersih-bersih.

Beep... beep..

Pesan W******p masuk.

Fani

Iya, Bang, sorry aku baru bales, HP aku semalam di-charge.

Bambang yang saat ini tengah duduk sarapan, sumringah membaca pesan masuk dari Fani. Ia sudah merindukan Fani karena dua hari tidak masuk kantor.

Iya, gapapa, Fan, Alhamdulillahhari ini Lala sudah bisa keluar dari rumah sakit.

send

Oh, gitu syukur, deh. Nanti aku jenguknya ke rumah kamu aja, ya.

Siap, aku tunggu.

Sambil tak lupa memberikan tiga emot senyum manis.

****

Minggu pagi Risti bersepeda ke Gelora Bung Karno ditemani Edward sang bodyguardnya. Ia memakai setelan olahraga berwarna hijau pupus. Lengkap dengan helm sepeda hijau berstiker Keroppi dan sepatu sepeda berwarna kuning. Oh, ya, tak lupa kaca mata hitam dan sapuan lipstik pink di bibir mungil Risti. Gadis yang sangat mempesona, begitulah kira-kira anggapan orang saat berpapasan dengan Risti.

Beep... beep...

HP-nya bergetar. Risti menepikan sepedanya lalu mengambil HP dari dalam tas pinggangnya. Pesan W******p masuk.

Ayahku Sayang

Hai, baby. Ingat ya, kamu harus secepatnya menentukan tanggal.

Seketika lutut Risti lemas tak mampu rasanya mengayuh sepeda, begitu membaca pesan ayahnya. Lalu ia teringat hari ini Lala akan keluar rumah sakit. “Edward kamu bisa pulang duluan, urus segela keperluan Lala dan abangnya untuk keluar rumah sakit. Jangan lupa antarkan mereka sampai ke rumahnya. Oh, ya, semalam saya membeli dua boneka beruang besar, ada di ruang depan apartemen kamu bisa membawa nya juga, berikan kepada adiknya Bambang. Bilang itu hadiah dariku dan Karin,” jelas Risti cukup panjang.

Edward mengangguk tanda mengerti lalu berbalik mengayuh sepeda menuju apartemen Risti. Risti mengambil HP-nya lalu memencet menu kamera dan berfoto selfie dengan latar GBK dan sepeda bromtom miliknya. Risti mengganti profile picture-nya dengan foto selfie terbarunya.

Bambang tengah duduk di sofa sambil menonton tivi. Lala sudah tak lagi diinfus dan sudah berganti baju. Mereka tinggal nunggu dipanggil untuk menyelesaikan administrasi rumah sakit. Bambang menatap HP-nya sunyi. Tak ada pesan dari Fani. Mungkin Fani sedang berlibur bersama keluarganya,” gumam Bambang dengan sedikit kecewa. Tiba-tiba dia memencet kontak Risti yang telah berganti profile picture-nya. Bambang tersenyum kecil.

“Sebenarnya, Mbak Risti sangat cantik dan mempesona, sayang aja saya tidak tertarik,” gumamnya. Lalu matanya terpaku pada tulisan status di W******p Risti.

“Sekali saja berusan denganku, maka tak mudah bagimu untuk pergi,”

Mata Bambang bergidik, hatinya merasa ngeri, apakah ini status untuk menyindir dirinya,” Bambang menelan salivanya membayangkan sikap Risti yang sok berkuasa.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Nikmah Ezaweny
seorang presdir perusahaan bakalan jatuh cinta sama bocah ingusan...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status