Share

Proyek Cinta

Gambar denah perumahan di tengah kota kecil hasil goresanku, sekaligus gambar desaign minimalis perumahan untuk rakyat terisolir yang kami buat bertiga bersama tim, mendapat apresiasi dari Yogi Gustaman.

Yogi menyampaikan pemilik gambar terpilih akan ikut meninjau proyek dan terlibat secara langsung di lapangan. Ya, Yogi tengah mendapat proyek pembuatan seribu rumah rakyat untuk daerah Tembilahan. Kota seribu parit yang cukup familiar dengan kopranya.

Semua gambar yang kami desaign diterima oleh Yogi. Setelah kelebihan dan kekurangan dari gambar itu dijabarkan oleh Fahira istrinya, Istrinya--sekaligus ... mantan kekasihku.

"Deva. Saya sangat suka dengan desaign dan konsep minimalis yang kamu buat. Ini sangat luar biasa. Dana kecil hasil besar. Anggaran bisa dipangkas jika desaignnya sesuai yang kamu rancang." Suara berat Yogi mengagumi hasil karyaku.

"Fahira adalah CEO perusahaan Gustaman group, nyawa perusahaan ini ada di tangannya. Untuk itu kalian harus bekerjasama dengan istriku secara profesional." Yogi menatap kami satu persatu .

" Untuk desaign rumah dan interior bangunan bagian dalam saya serahkan kepada Devano Anggara, sedang bagian pembangunan jalan menuju perumahan serta tata letak lokasi saya serahkan pada Herton dan untuk pengukuran kapasitas tanah terhadap desaign, juga jumlah anggaran di handle Romi. Selamat bekerja!" Yogi berdiri.

Aku dan kedua temanku gegas mengangguk. Setelah mengucapkan itu Yogi beranjak pergi. Mobil Ubil menunggunya. Robert menyusul kepergiannya. Tinggallah aku, dan kedua temanku plus Fahira yang baru saja mendesah napas berat. Seolah kepergian suaminya suatu yang ia inginkan. Tak kulihat basa-basi ala suami istri. Yogi meninggalkan ruangan. Tidak ada adegan salam tangan apalagi kecup kening. Sampai di sini aku merasa ada yang aneh dengan pernikahan mereka.

Apakah ikatan sakral bagi mereka hanya sebagai formalitas semata.

Oh iya tadi Yogi mengatakan Fahira CEO diperusahaan Gustaman Group. Pantas saja. Dia kan cerdas. Peran CEO, hem. ya, aku tahu betul yang dimaksud dengan CEO, Chief Executive Officer bertugas sebagai pemimpin bisa di atas direktur utama. Bisa juga di bawah kendali direktur utama, tergantung job description yang diberikan oleh perusahaan. Job yang sangat bervariasi setiap interaksi, setiap perushaan memiliki job description masing-masing, satu perusahaan dengan perusahaan lainnya berbeda maintanance dalam melibatkan CEO. 

Tata cara kerja Chief Executive itu tergantung pada tumbuh kembang dan besarnya perusahaan, termasuk kultur atau kebiasaan, serta struktur organisasi di dalam perusahaan itu sendiri.

Gustaman Group sebuah perusahaan yang mandiri secara finansial, CEO berperan mengurus keputusan strategis yang sifatnya sangat high level serta yang berkaitan dengan pertumbuhan perusahaan secara umum.

Artinya Fahira punya wewenang penuh dan bisa jadi selain menjabat sebagai CEO, Fahira juga memiliki saham di Gustaman group.  bekerja merencanakan strategi dan membangun organisasi serta kulturnya. Secara khusus, Pantas Yogi menyuruh kami bertiga bekerjasama dengannya, ia juga akan mengawasi alokasi dana di dalam perusahaan dan memikirkan cara untuk mendorong timnya menuju kesuksesan.

Ya ampun, artinya aku memiliki waktu dua puluh empat jam bersama Fahira kurun waktu enam bulan ke depan. Fahira akan menghabiskan lebih dari tujuh puluh persen waktunya  menghadiri meeting yang juga akan kuhadiri bersama tiga temanku, Membangun perumahan di kalangan jelata, pelosok desa bahkan masih banyak tanah rawa,  banyak hal yang perlu diawasi serta dipastikan berhasil menajemannnya.

Catatan pentingnya. Kami akan pulang kampung. Proyek ini dikerjakan di Tembilahan. Kota di mana aku dan Fahira pernah menjalin kasih. Entah apa jadinya jika emak tahu hal ini. Semoga emak memberi restu pada pekerjaanku. Semoga juga Suminar tidak terganggu dengan aktifitas kami di sana jika nanti ia mengetahui aku bekerja untuk Fahira.

Sebagai CEO yang profesional Fahira juga harus memiliki perencanaan strategis, bekerja dengan Board of Directors  dan mengoperasikan perusahaan dengan dana yang telah dianggarkan kurang ataupun lebih. Sungguh itu adalah pekerjaan yang super sulit.

Kuliah pada bagian arsitektur menjadikanku mengenal baik dunia bisnis perusahaan. Dulu semasa kuliah aku sering menjual jasa untuk mendesaig bangunan mewah dengan tanah berukuran minim.

Jadi tidak heran pengalaman merupakan tolak ukur kami diterima di antara kandidat lainnya.  Enam bulan ke depan Fahira dan aku juga akan terlibat dalam manajemen operasional harian perusahaan Gustaman Group sebab desaign internal bangunan dipercayakan Yogi padaku.

Ya Tuhan, semoga saja aku bisa bekerja seprofesional mungkin.

Fahira sosok yang berposisi sebagai business leader kini akan beradu saling bekerjasama dengan mantan kekasihnya, sungguh ini sangat tidak lucu.

"Besok aku sama kamu akan berangkat ke Tembilahan," ucapnya setelah sekian lama hening. Aku merasa sedang berada di kutub selatan di temani pinguin dan binatang kutub lainnya. Wajah Suminar terlupakan sejenak. Suara dayu itu menerobos jantungku.

'Hai, Jantung. Mari berkompromi!'

Kemana Romi? Suara Herton yang meminta izin ke toilet masih sempat kudengar. Apa sedari tadi aku bengong memperhatikan detail bonus di kertas yang diberikan Yogi. 

"Apa kamu mendengar aku, Deva?"

"Ah, tentu saja." Sial. Ingin kumengumpat jantung yang tidak bisa diajak kompromi. Darimana pula Fahira memakai kalimat kamu untuk berbincang denganku. Apa ia tengah canggung? Debur grogi dan desir gugup juga tengah mengerjainya.

"Ke mana Romi?" Daripada sungkan menyelimuti, aku akhirnya menanyakan temanku sholehah itu, eh sholeh maksudku. 

"Dia sudah kembali ke rumah galeri sedari tadi, Herton juga. Di sini hanya tinggal kita berdua. Em ma-maksud aku, kamu dan aku," ucapnya pelan namun menimbulkan desir darah seakan listrik menyengat jantung ini.

Bisakah ia mengulang kembali kalimat "Kita Berdua"

"Kamu mendengar aku mengatakan keberangkatan kita?"

"Ya, ki-kita ber-dua. Tapi, Romi dan Herton?"

"Mereka berdua akan datang bersama Pak Robert. Pak Robert dan Romi akan pergi ke dinas tata kota, sedangkan Herton akan mengambil surat-surat penting ke dinas terkait."

"Apa kamu mau berdiri di situ selamanya?" Kalimat pengusiran halus dilontarkan Fahira. Aku tersenyum masam. Berpaling menuju pintu.

"Tuan Deva," sapa seseorang setelah kakiku mencapai halaman luas menuju galeri.

"Ya."

"Ini Apel dan Pir untuk Tuan Deva dan teman-teman, ini juga ada cemilan keripik bayam, sama rempeyek." Perempuan bernama Rin yang sudah pasti asisten rumahtangga Fahira membawakan dua plastik berisi buah dan makanan ringan.

"Terimakasih."

"Sama-sama, Tuan." Rin berlalu.

"Sebentar, Rin!" Aku mencegatnya. Rasa penasaran ini membuncah di dada.

"Ya, Tuan?"

"Maaf, Rin. Bolehkah saya bertanya?"

"Silakan, Tuan!"

"Apa ini perintah Fahira?" Rin mengulas senyum. Rempeyek dan keripik dari olahan bayam ini cemilan kesukaanku. Kerap menjadi kunyahan saat berdua dengan Fahira di tepi danau. Menghabiskan waktu melepas rindu. Perempuan itu masih mengingatnya.

"Ya, tadi Nyonya menyuruh saya untuk memberikan pada Tuan. Itu sudah sedari Tuan ada di dalam di persiapkan, mungkin Nyonya lupa memberikannya."

"Oh,"

"Ada yang ingin ditanyakan lagi, Tuan. Saya mau jenguk Khai."

"Khai?" Aku mengingat bocah cacat itu.

"Hmm. Maaf Rin. Apakah Khai cacat dari lahir? Ma-maaf, mu-mungkin ini pertanyaan privasi, tapi bila kamu tidak ingin menjawab, tidak apa-apa."

"Gak papa, Tuan. Nyonya Fahira tidak pernah mempermasalahkan pertanyaan dari orang-orang. Baik itu mengenai keluarganya maupun Khai. Khai bukan cacat lahir. Murni kecelakaan. Dua tahun lalu Nyonya Fahira baru saja lancar mengemudi mobil, beliau melakukan perjalanan pulang kampung. Ada saya juga Khai. Nyonya Fahira sangat bahagia. Katanya untuk pertama kali diizinkan Tuan Yogi mengemudi menuju kampungnya. Masih sampai gerbang gapura selamat datang di Indragiri Hilir. Mobil meleset sangat cepat. Kemudian rengsek masuk parit. Khai yang saat itu tidak memakai seltbelt kakinya terjepit, betisnya masuk pecahan beling besar. Saya duduk di bangku belakang justru tidak terkena apa-apa, Tuan. Mungkin sudah takdir."

"Fahira tidak kenapa-napa, eh ma-maksud saya Nyonya Fahira?"

"Syukurnya gak napa-napa, Tuan. Tapi Khai kehilangan betis dan Jari-jarinya."

Aku memejam mata. Mengapa tidak ada kabar sampai padaku perihal kecelakaan itu. Dua tahun yang lalu. Berarti aku masih di Jakarta. Tapi, seharusnya Emak tahu berita itu. Mengapa Emak tidak pernah cerita. Sebagai orang terkenal pasti kejadian itu menjadi berita viral di kampung.

"Tuan Dev, saya ke dalam dulu," pamit Rin menyadarkan aku yang melamun, ingin bertanya lebih banyak, malu rasanya. Ah, sudahlah. Besok-besok bisa kutanyakan. Aku tidak mungkin menanyakan kehidupan Fahira dengan orangnya sendiri.

Ah. Mengapa aku mau tau kehidupannya? Entahlah.

*

Pagi telah datang.

Sinar gading mencuri kesilauan mata. Aku tersenyum kekeh sepagi ini. Bagaimana tidak kekeh.

Herton mencoba handbody lotion milik Romi, ia lupa membaca sampul di casingnya. Ternyata bukan lotion body yang ia pakai, melainkan shampoo anti ketombe. Romi ngakak karena ia sendiri lupa menaruh shampoo ke dalam kamar mandi. Kaum Adam memang tidak sejeli para kaum hawa dalam hal beberes dan membedakan barang. 

Herton kembali masuk kamar mandi jika tidak ingin bulu-bulu di tangannya semakin panjang dan halus akibat diberi shampo.

"Pagi!"

Robert Pattison dengan stelan kemeja hitam dan celana jins biru laut, berdiri di depan pintu. Aku yang kebetulan berada di ruang depan langsung berdiri mengangguk. Ada Ubil di belakang Pak Robert.

"Dev, kau segera berangkat. Kami akan menyusul setelah semua administrasi tidak ada kendala lagi." Pak Robert memberikan map. Aku mengangguk lagi. Ia kemudian menepuk bahuku.

"Selamat bekerja."

"Siap, Pak. Tender kali ini anggarannya dipangkas ya, Pak. Artinya ini proyek tidak menguntungkan untuk Gustaman Group," ucapku sebelum melangkah mengikuti Ubil.

Mengingat kembali perbincangan di group internal. Aku, Romi dan Herton sudah masuk dalam group internal Whatsapps yang adminnya Pak Robert, beranggotakan sekitar 15 orang. Proyek transparan. Sangat aneh. Semua anggaran sampai cara pembuatan dipublikasikan. 

"Semua sudah tau, proyek ini tidak menguuntungkan, bahkan mengeluarkan dana yang sangat tidak sedikit. Lihat saja bonus yang kalian dapat sebagai arsiteknya." Aku manggut-manggut.

"Mengapa terus dilanjut kalau tidak menguntungkan, Pak?" tanyaku penasaran.

"Karena ini proyek cinta. Begitu kata ponakanku Fahira. Aku tidak mengerti maksudnya apa. Ia ingin menunjukkan bukti cinta pada Kota kelahirannya. Cinta tidak harus ada untung dan rugi, bukan?" Aku terdiam, menelan saliva. 

Proyek Cinta? untuk apa?

"Kau akan tau setelah semua selesai, Anak Muda? Bekerjalah profesional hanya itu tugasmu. hal lainnya bukan bagianmu."

Ucapan Pak Robert menyentil tajam. Ia benar. Aku hanya melakukan apa yang harus kulakukan. Bukan mengurusi hal yang tidak ada sangkut pautnya dengan pekerjaan.

Aduh, Emak. Anakmu salah bicara.

"Dev, Nyonya Fahira sudah menunggu."

"Oh. Oke. Maaf. Saya pamit Pak Robert." Aku menundukkan kepala tanda hormat. Beranjak menuju mobil yang dikemudikan Ubil. Hmm. Aku kira kami akan pergi berdua. Aku bisa menyetir kok. Ternyata ada Ubil yang ikut serta.

Hadeuh otakku!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status