Sore itu rencana Ramon untuk menculik Ganis segera dilakukan. Ia tak punya waktu lagi. Malam ini adalah acara Sir Ferguson mengadakan pesta. Tinggal malam ini ia akan ada di Spanyol. Ia ingin cepat-cepat kembali ke Indonesia mengingat kondisi Givani saat ini. Baginya keadaan Givani di atas segala-galanya. Sepulang kerja Ganis sudah berharap Shawn menjemputnya menggunakan motornya. Pekerjaannya hari ini sudah cukup melelahkan. Sebagai pegawai magang dan juga pemula ia harus banyak belajar dan merekam semuanya dalam pikirannya. Saat ia keluar dari Sirkuit tak ada motor dan senyum Shawn menyambutnya seperti biasanya. Ia melihat jam di ponselnya. Ia akan mencoba menelponnya tapi seseorang telah meraih tubuhnya dan menggendongnya dengan paksa. Ganis berusaha berontak tapi kekuatannya kalah dibanding seorang pria besar berbadan tegap yang langsung mendorongnya masuk ke dalam mobil."Ramon?" teriak Ganis begitu mendapati pria itu telah duduk di sampingnya. Ganis buru-buru berbalik dan membu
Malam itu Ramon membawa Ganis ke kediaman Sir Ferguso. Ramon datang dengan undangan khusus. Acara inti dari pesta belum di mulai ketika mobil limusin yang membawa mereka telah sampai di depan mansion megah nan mewah. Pestanya sendiri di gelar dengan konsep pesta kebun yang diselenggarakan di halaman luas belakang mansion. "Silahkan masuk Tuan!Tuan besar telah menunggu anda," sambut seorang pria berjas hitam membukakan pintu mobil sambil membungkukkan badan. "Terima kasih," ujar Ramon segera turun. Ia segera memutari mobil untuk membantu Ganis turun. Tangan Ramon segera terulur. Ganis tak menyukai perlakuan Ramon yang terlalu manis ini. Ia tak menyambut tangan Ramon dan turun sendiri. Ramon menjadi gemas. Ia langsung meraih tangan Ganis dan menggenggamnya dengan erat. Mata Ganis berputar sejenak. Ia tahu ia harus berpura - pura mesra. Sungguh ia sangat ingin ini semua segera berlalu.Mereka diantar menyusuri lorong mansion dan berhenti di sebuah ruangan besar dimana seorang pria deng
Para tamu bertepuk tangan dengan meriah begitu kedua mempelai selesai melakukan ciuman pertama mereka setelah sah menjadi suami istri. Ganis dan Ramon pun ikut bertepuk tangan."Pasangan yang sangat serasi. Ayo kita beri ucapan selamat," ajak Ramon bangkit berdiri. Ganis hanya mengernyit makin tak mengerti. Lantas apa arti ciuman Ramon pada mempelai wanita yang ia lihat beberapa jam yang lalu. Ganis pun mengikuti Ramon ikut antri dengan para tamu. Giliran mereka kini memberikan selamat. Ganis mengulurkan tangan pada pengantin baru itu. Saat ia menyalami sang pengantin wanita, wanita itu langsung tersenyum ramah."Maaf, kau pasti Ganis. Sungguh cantik. Selamat juga kau bisa memenangkan hati kak Ramon. Aku saja tidak bisa. Hmm aku tadi hanya minta ciuman perpisahan jadi jangan salah paham," ucap wanita itu menatap Ganis penuh arti. "Ehm iya tak apa-apa," ujar Ganis kini langsung paham meski masih tak bisa diterima akal. Sang mempelai pria rupanya cukup pengertian. Ia tak tampak cembu
"Hallo Givani, gimana udah enakan belum?" tanya Ganis saat melihat Givani bersandar di kepala ranjang. Ganis mengarahkan layar ponselnya pada Ramon. Ramon merapatkan tubuhnya pada Ganis agar wajahnya jelas pada layar ponsel. Givani tampak baru saja bangun. Matanya langsung melebar melihat untuk pertama kalinya ibu dan ayahnya duduk bersama dan menghubunginya. "Hallo sayang. Apa kami mengganggu tidurmu?" seru Ramon masih khawatir dengan kondisi Givani."Aku senang kalian bisa bersama," sahut Givani dengan mata berbinar."Maaf sayang. Ini bukan seperti yang kau pikirkan," tukas Ganis tak ingin Givani salah mengira tentang hubungannya dengan Ramon. Givani harus tahu sedari awal kalau dirinya tak mungkin akan kembali pada Ramon.Mata Givani langsung meredup."Ayah, cepatlah pulang! katanya hanya 2 hari ini," tagih Givani."Ya ayah akan langsung pulang. Besok siang ayah sudah ada di samping Givani. Ok?" kata Ramon cepat.Ganis terkesiap mendengar Givani telah memanggil Ramon ayah seolah s
Malam itu setelah melampiaskan amarahnya Ramon menghubungi Shawn. Shawn menerima panggilan Ramon dengan malas. Ia baru saja menemani Ganis sampai perempuan itu tertidur. Hari ini ia tak bisa menjemput Ganis seperti biasa. Semua karena ulah Ramon. Pria itu menyuruh orang untuk menahannya. Di tengah jalan ia dihadang beberapa pria. Terpaksa ia harus berkelahi dulu dengan mereka sehingga ia terlambat menjemput Ganis. Ramon selalu menggunakan cara-cara licik untuk bisa bersama Ganis."Ada apa lagi? kamu belum puas hah?" Segah Shawn menggertakkan giginya kesal."Ayo kita minum," ajak Ramon. Shawn ingin menolak tapi teringat kemungkinan Ramon adalah kakaknya ia pun akhirnya pergi. Ia telah melihat foto Marco dari ibunya. Ia tak menyangka ada orang lain yang ternyata sangat mirip dengannya. Shawn dan Ramon kini duduk bersebelahan di sebuah bar. Ramon telah menghabiskan sebotol minuman keras. Ia sudah mabuk saat Shawn tiba."Marco atau Shawn kau datang juga. Hmm ayo kita minum bersama sauda
"Apa Ayah mencintai kak Ganis? kenapa Ayah baru bisa menemukanku setelah aku berusia 7 tahun?" berondong Givani dengan mata penuh ingin tahu. Ramon menyugar rambutnya. Givani anak cerdas tentu saja banyak membutuhkan penjelasan."Ayah akui Ayah telah lalai. Lalai dalam melindungi kalian berdua. Dulu Ayah dan ibumu saling mencintai. Ayah punya banyak musuh. Jadi salah satu musuh Ayah mencoba melukai ibumu saat hamil dirimu. Ayah saat itu sama sekali tak mengira kalau ibumu akan dijadikan target. Ibumu sama sekali tak tahu kalau Ayah punya banyak musuh," tutur Ramon mulai berkisah. Ia harus mengubah fakta tanpa mengubah inti. "Kenapa Ayah punya banyak musuh? Apa Ayah pernah berbuat jahat?" tanya Givani lagi.Ramon menggeleng cepat."Ayah orang Argentina. Di sana banyak mafia jahat. Ayah punya usaha yang kebetulan menyinggung salah satu bisnis mereka. Jadi ibumu salah satu targetnya begitu tahu kalau ibumu adalah orang penting bagi kehidupan Ayah," tukas Ramon cepat tanggap. Beginilah
Hari itu tepat sehari menjelang pesta pernikahannya Shawn membuka paket yang dikirimkan Ramon untuknya. Sungguh aneh setelah bertahun-tahun ua menjadi anak tunggal kini tiba -tiba memiliki kakak laki-laki. Ganis dan bibi Merry sedang duduk di dekatnya menantikan dengan rasa ingin tahu sebenarnya apa yang ada di dalam paket itu. Shawn segera membuka sebuah kotak yang tak terlalu besar. Pertama ia meraih dokumen hasil tes DNA asli yang menyatakan kalau dirinya adalah seorang Soares. Dokumen itu tak terlalu mengejutkan dikirimkan Ramon untuknya.Dokumen kedua ini yang membuat menarik nafas berat. Dokumen itu adalah surat dimana semua kekayaan warisan bagian untuknya. Awalnya dulu Ramon menyiapkannya untuk Marco tapi nasib berkata lain. Marco meninggal dunia tanpa sempat menikmati warisan keluarga dari Soares. Shawn hanya tak menyangka kalau sekarang dia adalah orang yang lumayan kaya. Kehidupannya dari awal sebenarnya lebih dari. cukup. Ia hanya melempar senyum dan meletakkan surat sur
Sampai di rumah sakit Ganis dan Shawn langsung bergegas ke meja informasi. Mulut Ganis terasa pahit tatkala petugas mengatakan ada yang meninggal dalam taksi yang ditumpangi Ramon. Gimanapun ia ingin ketiganya selamat. Tapi apa di kata perempuan paroh baya dalam taksi yang tak lain adalah bi Sunnah meninggal dunia dalam perjalanan ke rumah sakit. Ramon sendiri berjuang antara hidup dan mati. Ia terbaring lemah kini di ranjang ICU. Ganis tak bisa bersyukur lebih banyak lagi ketika tahu ternyata Givani hanya terluka ringan. Ganis bergegas menuju bangsal Givani. Ganis langsung memeluk Givani dan menciuminya berulang kali. Shawn sendiri menyempatkan menghubungi ibunya untuk datang dan membantunya mengurus jenazah bibi Sunnah sementara ia mengurus administrasi dan pendaftaran di rumah sakit. Givani mungkin selamat tapi mentalnya begitu terguncang hebat. Ia hanya bengong dengan tatapan kosong."Kak, ibu! Ibu! Ayah!" ujarnya terbata. Ganis menghapus air matanya. Saatnya ia harus tegar unt