Share

bab 192. Banyak Tamu

Penulis: Yanti Soeparmo
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-12 02:34:54

Merasa hari itu adalah hari terakhirnya di Kota Cirebon, Marco mengajak Maryam jalan-jalan lagi. Maryam baru dapat waktu luang di atas pukul dua siang, karena dia sibuk membantu di warung nasi emaknya. Pada jam makan siang, warung cukup padat oleh pembeli yang makan di tempat ataupun makanannya dibungkus. Setelah customer surut, cucian piring dan gelas sudah selesai dikerjakan, Maryam mandi dan sedikit berdandan. Dia minta izin pada ibunya untuk jalan-jalan dengan Marco.

“Aja suwe-suwe ya Nok, kalian belum halal kalau berdua-duaan.” ucap ibunya. Aja suwe-suwe maksudnya jangan lama-lama.

“Hanya sebentar Mak, sebelum maghrib sudah pulang.”

Maryam menunggu kedatangan Marco. Tak lama Marco datang, kali ini dia mengendarai mobilnya. Marco sempat masuk ke warung, untuk minta izin pada emaknya Maryam.

“Makan dulu!” Itulah ucapan khas emaknya Maryam pada setiap tamu yang datang, maklum saja, namanya juga owner warung nasi.

“Terima kasih, Bu, tadi saya sudah makan siang.” jawab Marco.

Maryam m
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Mencintai Seorang Climber   bab 195. Pinjam Rumah

    Pagi hari, di markas polisi wilayah Cirebon, seorang reserse dari Satuan Reskrim, bernama Inspektur Polisi Dua [Ipda.] Jayadi, 25 tahun, melaporkan hasil penyelidikannya.“Rumah milik Almarhum Sugiyono, dijual oleh anak-anaknya. Sebulan lalu rumah itu dibeli oleh Ruhiyat, 50 tahun, seorang pengusaha transportasi. Menurut keterangan Ketua RT. setempat, Ruhiyat menikah dua minggu lalu di rumah itu. Pernikahan siri dengan wanita muda yang menjadi istri kedua. Kemudian ada laporan bahwa istri pertama serta kedua anak Ruhiyat melabrak ke rumah itu, dan melakukan tindak kekerasan serta pengeroyokan terhadap seorang wanita muda bernama Maryam.”“Apakah wanita yang dikeroyok itu istri muda Ruhiyat?” tanya komandan markas.“Bukan. Mereka memang hendak melabrak istri muda Ruhiyat, tapi salah sasaran. Sempat ada laporan polisi tentang kasus pengeroyokan itu, tapi Maryam sudah mencabut laporan. Kasus itu diselesaikan secara kekeluargaan. Tapi ternyata tadi malam ada yang sengaja membakar rumah Ru

  • Mencintai Seorang Climber   bab 194. Korban Kebakaran

    Seorang pria menghentikan laju motornya di depan pagar rumah Irma. Pria itu tercengang ketika melihat kobaran api di teras, tepat di depan pintu. Segera dia berlari ke halaman rumah itu. Dilihatnya lidah api sudah mulai menjilati pintu dan kusen jendela yang terbuat dari kayu. Dia tidak bisa memasuki rumah melalui pintu depan.“Kebakaran! Kebakaran! Tolong! Tolong!” Pria itu berteriak. Kemudian dia teringat ada pintu satu lagi di samping rumah. Pintu yang terhubung ke ruang tengah. Hanya saja dia belum pernah melewati pintu samping itu, dan seingatnya, belum pernah melihat pintu samping itu dibuka.“Kebakaran! Tolong! Ada kebakaran!” pria itu Kembali berteriak, untuk memberitahu tetangga, karena api bisa merembet ke rumah tetangga. Dia juga bakal butuh bantuan andai pintu samping itu tidak bisa dibuka karena mungkin saja terkunci dari dalam.Benar dugaannya, pintu samping itu terkunci, atau disel0t dari dalam. Sementara di dalam rumah, ada dua orang wanita. Pria itu sudah berusaha ber

  • Mencintai Seorang Climber   bab 193. Menyala

    Marco masih berada di sebuah rest area wilayah Kabupaten Cirebon. Ketika dia sudah memasuki mobilnya, dia melihat kedua pria yang tadi ada di toilet, sedang berjalan menuju tempat parkir. Marco tidak buru-buru menyalakan mobilnya, dia melihat dulu kedua orang itu, apakah naik mobil bersama, atau masing-masing. Ternyata keduanya naik mobil masing-masing. Pria yang pernah ditampar Marco, bernama Daffa, naik mobil berwarna gelap, tapi bukan mobil yang pernah dipakai menabrak pagar rumah Irma. Sedangkan pria yang seorang lagi naik mobil warna silver.Marco mengemudikan mobilnya ke luar dari rest area. Sempat dilihatnya mobil yang dinaiki Daffa mampir dulu di pom bensin yang ada di rest area tersebut. Sedangkan mobil warna silver yang dinaiki oleh rekannya Daffa, sudah melaju ke luar dari rest area itu. Marco tidak peduli lagi dengan kedua orang itu, dia fokus memegang kemudi dan melihat jalan. Rencananya dia tidak akan mampir lagi di rest area. Setelah keluar dari gerbang tol Palimanan, M

  • Mencintai Seorang Climber   bab 192. Banyak Tamu

    Merasa hari itu adalah hari terakhirnya di Kota Cirebon, Marco mengajak Maryam jalan-jalan lagi. Maryam baru dapat waktu luang di atas pukul dua siang, karena dia sibuk membantu di warung nasi emaknya. Pada jam makan siang, warung cukup padat oleh pembeli yang makan di tempat ataupun makanannya dibungkus. Setelah customer surut, cucian piring dan gelas sudah selesai dikerjakan, Maryam mandi dan sedikit berdandan. Dia minta izin pada ibunya untuk jalan-jalan dengan Marco.“Aja suwe-suwe ya Nok, kalian belum halal kalau berdua-duaan.” ucap ibunya. Aja suwe-suwe maksudnya jangan lama-lama.“Hanya sebentar Mak, sebelum maghrib sudah pulang.”Maryam menunggu kedatangan Marco. Tak lama Marco datang, kali ini dia mengendarai mobilnya. Marco sempat masuk ke warung, untuk minta izin pada emaknya Maryam.“Makan dulu!” Itulah ucapan khas emaknya Maryam pada setiap tamu yang datang, maklum saja, namanya juga owner warung nasi.“Terima kasih, Bu, tadi saya sudah makan siang.” jawab Marco.Maryam m

  • Mencintai Seorang Climber   bab 191. Sudah Biasa Dilabrak

    Sore hari, ketika sudah berada di rumah, Maryam menelepon Irma.“Teh, lagi ada di mana?”“Aku di rumah emak.”Maryam merasa lega karena Irma ada di rumah ibunya yaitu Wartini. Setahu Maryam, di rumah Wartini ada keponakan Wartini yang ikut tinggal di situ. Lagipula, rumah Wartini berada di sebuah wilayah yang cukup padat penduduknya. Beberapa kerabat Wartini tinggal tak jauh dari rumah Wartini. Jika ada orang-orang yang datang ke situ untuk melabrak Irma, pastinya bakal banyak kerabat yang membela Irma.“Teteh aman, kan?”“Kenapa kamu nanya begitu, Maryam? Aku mah, selalu aman-aman saja.”“Aku khawatir kalau Teteh tinggal sendirian di rumah yang kemarin dipakai tempat akad nikah itu. Khawatir Teteh dilabrak lagi sama keluarga suamimu.”“Aduh Maryam, soal dilabrak mah, aku sudah biasa ....”“Hah? Memangnya ... istri pertama suamimu sudah pernah melabrak Teteh sebelum kasus yang kemarin itu?”“Bukan dia sih ... Aku ini biduan Pantura, banyak bapak-bapak yang nyawer aku kalau aku pentas.

  • Mencintai Seorang Climber   bab 190. Janji

    Maryam dan Marco mengobrol di kafe, sembari menikmati makanan dan minuman.“Aku sudah melamar kerja jadi guru di madrasah tempat aku pernah sekolah.” ujar Maryam.“Sudah diterima?”“Belum tahu, tapi aku melamar ke situ juga karena ada seorang guru IPA yang bakal cuti melahirkan, dan kemungkinan guru itu belum akan mengajar lagi setelah bayinya lahir. Dia guru honorer. Jadi lamaran kerjaku mungkin baru dipertimbangkan kalau guru itu sudah mengajukan cuti, atau bahkan resign.”Marco teringat wawancara kerja di Jakarta yang pernah dilakoninya, tapi belum ada lagi kabar mengenai kelanjutan dari perekrutan pegawai oleh perusahaan itu. Marco mengira dirinya tidak lolos, tidak bisa diterima oleh perusahaan itu. Itu berarti dia mesti mencari lowongan pekerjaan lain, atau bekerja di perusahaan milik keluarganya.Ketika Marco melamar kerja dengan lokasi kerja di luar Jawa, alasannya karena pada saat itu dia mengira bahwa Maryam sudah memilih pria lain. Ketika itu, dirinya merasa tidak akan sang

  • Mencintai Seorang Climber   bab 189. Seperti Wajah Psikopat

    Bapaknya Maryam yang bernama Wardoyo akhirnya berangkat menuju Markas Polres Cirebon. Dia bertemu lagi dengan Sunedi yang baru tiba di situ. Karena Sunedi harus meminta bantuan dulu ke pengacara kenalannya, makanya dia baru tiba di kantor polisi itu. Namun, mereka tidak serta merta boleh masuk ke dalam kantor polisi itu. Mereka menunggu dulu di luar, hingga akhirnya seorang polisi mendatangi Sunedi. Polisi itu adalah teman Sunedi, keduanya berbincang serius. Lantas pengacara yang datang bersama Sunedi dipersilakan masuk ke dalam kantor. Sunedi juga boleh masuk. Sebelum beranjak, Sunedi bicara pada Pak Wardoyo.“Waktu Marco dijemput oleh polisi dari penginapannya, ternyata Marco sempat saling kontak telepon dengan Maryam. Makanya Maryam tahu kalau Marco dibawa ke polres atas laporan seseorang. Sepertinya Maryam menyusul ke polres, untuk jadi saksi, karena memang anak sampeyan itu yang tahu persis masalah sebenarnya.”Sore itu, akhirnya Daffa mencabut laporannya terhadap Marco, dengan p

  • Mencintai Seorang Climber   bab 188. Mencari Maryam

    Bapaknya tampak tidak suka saat Maryam mengatakan bahwa dirinya mau bicara dulu dengan Marco, untuk urusan mencabut laporan di kantor polisi.“Maryam, kamu itu belum menikah! Marco itu bukan siapa-siapa kamu! Tanggung jawab terhadap dirimu itu masih ada di tangan bapak! Jadi yang mestinya kamu patuhi itu adalah bapakmu ini, bukan Marco! Ngerti kamu?”“Bapak pilih kasih, Bapak lebih mikirin kepentingan Irma daripada harga diriku yang sudah direndahkan oleh istri dan anak-anaknya Ruhiyat, menantu Bapak!” Setelah bicara begitu, Maryam berjalan ke luar dari rumah.Mulanya kedua orang tua Maryam mengira jika anak gadisnya itu hanya pergi ke rumah tetangga, curhat ke teman-temannya. Namun, ketika ponsel Maryam dihubungi, tidak aktif. Kemudian beberapa tetangga ditelepon, bahkan rumahnya didatangi untuk mencari Maryam, ternyata Maryam tidak datang ke situ.“Jangan-jangan anak itu malah nyamperin Marco! Gawat!” Bapaknya Maryam menelepon Marco, namun ponselnya tidak aktif juga.Karena khawatir

  • Mencintai Seorang Climber   bab 187. Terancam Jadi Janda

    Muslikah menceritakan kepada pengacara itu, bahwa suaminya menikah lagi tanpa izinnya sebagai istri pertama. Suaminya beli rumah, tapi merahasiakannya dari istri. Namun, Muslikah sudah menemukan bukti pembelian rumah itu. Kemudian Muslikah dan kedua anaknya ingin melihat rumah itu, namun ternyata rumah itu ada penghuninya. Kemungkinan besar rumah itu diisi oleh istri muda suaminya.Muslikah masih ingin menjaga nama baik suaminya, jadi dia enggan membuka pernikahan siri suaminya kepada polisi. Maka dari itu, pengacara memberi saran agar Muslikah cukup bicara soal pembelian rumah baru yang dilakukan oleh suaminya, dan tidak usah bicara soal istri muda suaminya.Setelah mengantar klien melapor pada polisi dan melakukan visum, pengacara itu mengajak Muslikah dan kedua anaknya untuk bicara lebih tenang, di sebuah rumah makan. Mereka memilih duduk di pojok. Muslikah dan kedua anaknya masih terus kepikiran urusan melabrak istri muda Ruhiyat, yang ternyata salah sasaran, padahal sudah terlanj

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status