Share

Bab 5

Author: Isha
Kania tidak bisa tidur dengan lelap, jadi dia segera terbangun karena suara gaduh itu.

Aroma parfum yang familier dari kerah pria itu membuatnya langsung mengenali siapa dia.

"Om Sandi?"

Kenapa Om Sandi tiba-tiba masuk dan menciumnya?

Seluruh tubuhnya gemetar. Belum sempat dia bereaksi, terdengar suara serak Sandi yang bercampur dengan napas panasnya, "Zita ...."

Saat itu, seluruh tubuh Kania membeku.

Dan bau alkohol yang menyengat langsung membuatnya sadar akan situasi saat ini.

Om Sandi mabuk dan mengira dia adalah Zita.

Saat kehilangan konsentrasi sejenak, kedua tangan Sandi perlahan mulai bergerak turun.

Kania langsung panik, satu tangannya menahan tangan Sandi yang bergerak di pinggangnya, sementara tangan lainnya mencoba mendorong pria itu. Suaranya terdengar cemas.

"Om, kamu salah orang! Aku Kania!"

Sandi mungkin terlalu mabuk hingga tidak bisa memahami kata-kata itu, atau mungkin perlawanan dari Kania justru membangkitkan keinginannya untuk menguasai.

Ciumannya makin ganas, bibirnya menekan lembut bibir Kania, menggigitnya perlahan.

Kania hampir kehabisan napas.

Air matanya jatuh karena panik, membasahi kain kasa dan menetes ke luka di tubuhnya, membuatnya nyeri seperti ditusuk jarum.

"Om, kamu membuatku kesakitan … lukaku sakit sekali .…"

Entah karena efek alkohol atau karena jeritan Kania, tubuh Sandi menegang dan akhirnya dia melepaskan genggamannya.

Kania cepat-cepat berbalik ke samping dan keluar dari pelukan Sandi, bahkan tidak sempat memakai sepatu. Dia berlari ke ruang tamu, membungkus dirinya dengan selimut dan baru bisa tidur menjelang pagi.

Keesokan siang, begitu dia membuka mata, dia melihat Sandi berdiri di hadapannya dengan ekspresi yang sulit ditebak.

Ingatan tentang kejadian tadi malam langsung menyeruak ke kepalanya, membuatnya ketakutan dan meringkuk di pojok sofa.

Melihat reaksinya, mata Sandi menunjukkan sedikit rasa dingin.

"Tadi malam, apa kamu yang membawaku ke kamarmu?"

Kania terkejut mendengar pertanyaannya, dan ketika dia hendak menjelaskan, dia melihat Sandi mengerutkan kening.

"Jangan pernah ada lagi pikiran seperti ini. Kalau nggak, kamu harus pindah keluar."

Melihat wajahnya yang begitu yakin, Kania menahan kalimat "Kamu yang mabuk" yang hampir meluncur dari bibirnya.

Karena pengalaman mencium curi-curi sebelumnya, dia tahu apa pun yang dia jelaskan sekarang, Sandi pasti tidak akan percaya.

Jadi dia memilih untuk tidak menjelaskan, menutup mulut dengan patuh.

Bayangan mereka berdua terpantul di lantai, dan Kania melihat bayangan di depannya sepertinya mengangkat tangan, mau tak mau Kania menatapnya.

Tangan Sandi hampir menyentuh kepala Kania seolah-olah ingin mengelusnya.

Kania langsung membeku, matanya penuh ketidakpercayaan.

Saat masih kecil, setiap kali dia merindukan keluarganya, dia menangis hingga tak bisa bernapas. Atau saat dia merasa sangat sedih dan kesepian, Sandi selalu mengelus kepalanya, menenangkannya dengan lembut.

Ini hampir menjadi semacam kode rahasia yang tak pernah diucapkan di antara mereka.

Namun, sejak dia berusia tujuh belas tahun, mereka hampir tidak pernah lagi saling bersentuhan.

Kania begitu cemas sampai hampir tak bisa bernapas.

Detik berikutnya, Sandi mengangkat tubuhnya sedikit, lalu mengambil sebotol anggur merah dari lemari di belakangnya.

Ternyata semua itu hanya prasangka buruknya saja.

Kania tersenyum miris pada dirinya sendiri.

Karena dijual dengan mendesak, barang-barang yang sebelumnya terdaftar dan rumah tua itu dijual dengan harga di bawah harga pasar, jadi semuanya cepat laku.

Di rekening Kania terkumpul lebih dari 18 miliar, tetapi masih kurang beberapa ratus juta dari jumlah yang perlu dia bayar.

Tak lama lagi dia akan pergi ke luar negeri, waktu yang tersisa tidak banyak, dan selisih uang itu sulit dikumpulkan. Dia adalah seorang pelukis, meskipun masih pemula, tapi selama beberapa tahun ini dia telah meraih banyak penghargaan dan cukup dikenal di dunia seni. Oleh karena itu dia berniat mengadakan pameran seni untuk menjual lukisannya.

Dia merasa sulit untuk mengatur semuanya seorang diri dalam waktu singkat, jadi dia meminta bantuan Sandi.

Saat itu Zita yang kebetulan mendengar tersenyum kaget dan mendekat.

"Kebetulan, aku juga sedang merencanakan pameran seni. Bagaimana kalau kita adakan bersama?"

Kania menoleh pada Sandi, dan melihat dia tidak keberatan, akhirnya Kania setuju.

Lima hari kemudian, pameran mereka berdua diadakan di galeri seni yang sama.

Zita sudah belajar seni lukis selama lebih dari sepuluh tahun, dan ini adalah pameran besar pertamanya, sehingga Sandi pun sangat perhatian.

Sandi bahkan memberikan ruang utama yang luasnya lebih dari seratus meter untuknya, mendekorasinya dengan hati-hati, dan melakukan berbagai upaya untuk mempromosikannya.

Jadi, pada hari pembukaan, para tokoh masyarakat dan intelektual yang hadir langsung membuat rekor jumlah pengunjung galeri seni.

Sementara itu, pameran seni yang diadakan di ruang samping tidak seberuntung itu.

Ruangan yang hanya sekitar sepuluh meter persegi itu dipenuhi hampir seratus lukisan. Saking sempitnya orang-orang hampir tidak bisa bergerak. Tidak ada yang datang untuk melihat, apalagi untuk membeli lukisan.

Dia berdiri di pintu, memandang jauh ke arah keramaian, matanya penuh rasa kecewa dan kesedihan.

Beberapa teman yang datang membantunya ingin menghiburnya, tapi tiba-tiba terdengar teriakan keras dari dalam ruangan.

"Kania, ada masalah!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mencintai dalam Diam   Bab 26

    Meskipun Keluarga Kurnia bukan dari kalangan pejabat atau pedagang kaya, mereka selalu dihormati di Jintara berkat warisan budaya literatur mereka yang sudah turun-temurun.Hingga generasi Zita, Keluarga Kurnia hanya memiliki satu anak perempuan, sehingga mereka membesarkannya dengan penuh perhatian, mencurahkan banyak sumber daya sejak kecil untuk memastikan masa depan cerah yang dapat mendukung keluarga.Untuk itu, Keluarga Kurnia secara khusus mengundang seorang maestro seni lukis tradisional yang paling terkenal di negeri ini untuk mendidik Zita sejak kecil. Dengan reputasi sebagai murid langsung dari Pak Jayadi, Zita berhasil menciptakan nama besar di dunia seni lukis meski usianya masih muda.Melalui Pak Jayadi pula Zita bisa mengenal Sandi.Ketika berita pertunangan mereka menyebar, Keluarga Kurnia sangat gembira, mengira inilah kesempatan untuk mencapai puncak kesuksesan.Namun, tidak sampai satu bulan kemudian, berita bahwa Zita diusir dari vila Keluarga Buwono menyebar luas d

  • Mencintai dalam Diam   Bab 25

    Setelah upacara pembukaan selesai, Kania mengantar keluarga tantenya keluar dari kampus, lalu berbalik menuju fakultasnya.Baru saja sampai di gerbang, dia mendongak dan langsung bertemu dengan sepasang mata yang sangat tidak asing.Entah kenapa, setelah sepenuhnya melepaskan perasaan itu, setiap kali bertemu Sandi, dia selalu merasa seperti anak kecil yang ketahuan berbuat salah oleh orang tuanya.Rasanya persis seperti saat dia diam-diam memberikan kalung ibunya kepada temannya dan ketahuan.Apakah ini yang disebut wibawa dari seorang senior?Bertemu langsung seperti ini, dia tidak mungkin berpura-pura tidak melihatnya. Dengan gugup, dia maju untuk menyapa Sandi."Om, kenapa Om ke sini?"Melihat matanya yang menghindar, hati Sandi terasa sakit.Namun, dia menekan gejolak emosinya dan berpura-pura tenang."Aku datang untuk melihat upacara pembukaan."Kania mengangguk pelan tanpa berkata apa-apa lagi.Keduanya berjalan dalam diam, perlahan memasuki fakultas.Keheningan ini membuat Sand

  • Mencintai dalam Diam   Bab 24

    Sejak mengetahui bahwa Nona Kania bukan kabur dari rumah melainkan pindah ke luar negeri, dahi pengurus rumah selalu berkerut.Dulu, saat Nona Kania masih di sini, jika mereka melakukan kesalahan, masih ada yang membela mereka.Selama Nona Kania yang bicara, kesalahan sebesar apa pun, Sandi pasti akan memaafkannya.Karena sekarang dia tidak ada, yang menderita adalah para pelayan di bawah Sandi.Entah kenapa, Sandi belakangan ini tidak hanya murung, tetapi juga gemar mencari kesalahan.Juru masak tidak memasak bubur pagi, Sandi langsung marah besar. Juru masak yang panik hanya bisa buru-buru memasak sambil menggerutu. "Nona Kania nggak ada, Pak Sandi sendiri juga nggak suka bubur. Wajar dong, kalau nggak dimasak?"Tukang kebun memangkas dua pohon di halaman, gajinya langsung dipotong dua bulan. Tukang kebun itu berpikir keras, tetapi tidak mengerti. Bukankah dua pohon itu ditanam oleh Nona Kania, yang sebelum pergi terus berpesan agar sering dipangkas supaya bisa tumbuh tinggi? Apa yan

  • Mencintai dalam Diam   Bab 23

    Setelah tiba di Jintara, asisten yang pengunduran dirinya ditolak langsung datang menjemput Sandi dengan mobil.Setelah melewati peristiwa ini, asisten itu melihat banyak hal dengan lebih jelas. Sekarang dia bekerja dengan sungguh-sungguh, pikirannya hanya tertuju pada atasannya dan Nona yang pernah menyelamatkan nyawanya.Selama dua hari ini, ponselnya hampir tidak berhenti berdering karena masalah pernikahan yang dibatalkan. Namun, dia tetap tutup mulut, tidak mengungkapkan sepatah kata pun.Kini bosnya sudah kembali, beban dan tekanan yang dia pikul akhirnya bisa dilepaskan, membuat suasana hatinya jauh lebih baik.Satu-satunya masalah adalah suasana hati bosnya tampaknya tidak terlalu baik, sehingga dia menyampaikan laporan dengan nada yang sangat hati-hati."Pak Sandi, meskipun pernikahan telah dibatalkan, Nona Zita terus membuat keributan. Kemarin dia bahkan membawa barang-barangnya dan pindah ke vila, tinggal di kamar yang dulu dihuni oleh Nona Kania."Mendengar hal ini, Sandi l

  • Mencintai dalam Diam   Bab 22

    Kemala tidak bicara, hanya memandanginya dengan tatapan tajam.Malam musim panas yang terik membuat Sandi berkeringat dingin di bawah tatapan itu.Sandi mengira Kemala tidak mendengarnya dengan jelas, dan saat hendak bertanya lagi, Kemala akhirnya berbicara."Kania bilang hari ini hari pernikahanmu. Kenapa kamu ada di Zelandia? Pengantin pria nggak perlu menghadiri pernikahan sendiri, ya?"Nada suaranya terdengar sangat tenang, tetapi kata-katanya mengguncang hati Sandi seperti badai besar.Di bawah tekanan dan aura kuatnya, akal sehat Sandi yang sempat hilang akhirnya kembali."Pernikahan dibatalkan.""Kenapa dibatalkan? Apa karena mau menemui Kania? Apa Om Buwono tahu soal ini?"Kemala tidak memberinya kesempatan untuk bernapas sama sekali. Rentetan pertanyaan itu seperti butiran mutiara yang jatuh ke piring keramik, menimbulkan suara gemerincing.Setelah beberapa menit hening, Sandi akhirnya memaksa dirinya memberikan jawaban."Dibatalkan sebelum aku datang. Ini nggak ada hubunganny

  • Mencintai dalam Diam   Bab 21

    Setelah Kania membawa Liana pergi, Sandi duduk sendirian di ruang pribadi hingga langit gelap.Baru setelah pelayan masuk untuk membereskan meja dan dengan hormat mengatakan bahwa restoran akan tutup, dia membayar ganti rugi atas barang-barang yang rusak, lalu meninggalkan restoran itu dengan linglung.Dalam gelapnya malam, lampu jalan mulai menyala di mana-mana.Saat dia membuka ponselnya, ada lebih dari seratus panggilan tak terjawab dan 99+ pesan yang belum dibaca.Ada dari Zita, dari orang tuanya, dari teman-temannya, dan dari pembawa acara.Pembawa acara?Oh, benar. Hari ini adalah hari pernikahannya. Dia hampir lupa.Namun, ingat atau tidak, apa bedanya?Pernikahan ini pada dasarnya hanya pura-pura. Sebuah sandiwara yang diatur olehnya dan Zita untuk menghancurkan delusi Kania terhadap dirinya.Apa yang dia inginkan sudah didapatkan tanpa usaha berarti, jadi pernikahan ini tidak lagi diperlukan.Mengingat bagaimana selama dua bulan ini dia menahan rasa tidak nyaman, berpura-pura

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status