Share

Chapter 3 Cahaya Terakhir

     Tangan Elena yang memegang ponsel terkulai di samping tubuh rampingnya. Berita dari Kate membuatnya membeku seketika. Satu alternatif terakhir dari upaya meminta bantuan telah gagal.

“Ada apa, Elena?”

     Wajah yang memucat itu menatap ke arah Drake. Pikirannya berkecamuk, jantungnya terasa enggan berdetak. Satu – satunya harapan yang dimilikinya hanya pria di depannya ini.

“Antarkan aku pulang, sekarang.”

     Suara lirih Elena memecah kesunyian di antara keduanya. Bahunya merosot ke kursi mobil. Elena meremas – remas jarinya. Drake melajukan mobilnya perlahan, menembus gerimis yang mulai turun. Begitu tiba, Elena segera turun diikuti Drake.

“Aku tak suka melihatmu berlarian ke sana kemari mencari bantuan. Aku ingin merobek mulut pria gendut tadi karena perkataan busuknya.”

“Bukan urusanmu, Drake. Aku yang meminta bertemu dengannya dan meminta bantuan awalnya.”

“Karena itu jangan lakukan lagi! Jangan meminta bantuan orang lain.”

“Jangan memerintahku, Drake! Aku mencari pilihan terbaik untuk solusi atas masalahku.”

“Aku benci mendengar mereka merendahkanmu, Elena. Ayolah, terima saja bantuanku.”

“Bagaimana mungkin aku menerima bantuanmu? Kau sama saja dengan yang lain.”

     Elena menatap tajam mata Drake. Dulu, saat mereka masih kecil, di mata Elena, Drake selalu terlihat keren dan ramah. Tapi, seiring berjalannya waktu, Drake tumbuh menjadi pria berbahaya. Bukan sekali atau dua kali Elena merasa terintimidasi oleh Drake. Seolah Drake memang terlahir untuk mengendalikan kekuasaan.

“Apa mereka yang kau mintai bantuan meminta hal buruk padamu? Meminta tubuhmu?”

     Elena seketika terdiam. Ia tak ingin memberitahu Drake tawaran tak pantas seperti apa dan dari siapa saja. Itu hanya akan membuatnya semakin dipandang rendah oleh Drake. Elena menggelengkan kepala tanpa sadar.

“Katakan siapa saja yang berkata seperti itu?”

     Drake menggenggam tangan Elena. Drake tahu, Elena perlahan mengambil langkah mundur untuk kabur dari pertanyaan ini. Tentu saja, ia tak ingin Drake tahu hinaan yang diarahkan padanya.

“Jangan tanyakan itu.”

Elena menjawab lirih. Ia merasa malu kepada Drake tentang penawaran tak pantas yang hampir selalu didengar saat ia meminta bantuan kepada orang – orang di sekitarnya.

“Aku hanya ingin kau menjadi kekasihku, Elena. Aku tak memaksamu memberikan tubuhmu atau apa pun itu. Kau jangan salah paham.”

“Apa bedanya dengan ... merayu?”

Elene masih tak mengerti. Apa yang dimaksud merayu dalam konteks permintaan Drake?

“Merayu ... apa pun caranya. Berbeda dengan tidur bersama. Tapi, kalau kau memang bersedia memilih jalan untuk tidur bersama, aku ... “

“Tidak, tidak akan terjadi. Aku mengerti jika itu berbeda.”

Elena melepaskan genggaman tangan Drake. Perlahan, ia mengerti arah pembicaraan yang dimaksud Drake.

“Biar kuperjelas, Drake. Kau hanya memintaku merayumu, bukannya tidur bersama. Itu yang membedakanmu dari tawaran lain, kan?”

“Ya, kurang lebih seperti itu permintaanku. Tapi, lain cerita jika kau sendiri yang menginginkan tidur denganku, aku akan ...”

“Tidak, itu tak akan terjadi.”

     Elena memotong lagi kalimat Drake dengan cepat. Mendadak, suara petir menggelegar, membuat Elena berteriak dan terkejut. Ia segera kembali memikirkan nasibnya.

“Satu lagi, sahamku tetap lebih tinggi 10% darimu agar aku tetap menjadi pemilik sah perusahaan.”

“Tentu saja.”

     Elena membuka knop pintu rumahnya. Ia menghela napas panjang sebelum membalikkan tubuh.

“Beri aku waktu dua hari untuk berpikir.”

     Drake menganggukkan kepalanya, ia menggunakan ponselnya, tak lama setelah itu, ponsel Elena berdering.

“Itu nomorku. Hubungi aku kapan pun kau ingin.”

     Ulasan senyum Drake tak membuat suasana hati Elena membaik. Ia segera masuk ke dalam rumahnya. Mengakhiri hari yang buruk bersama iblis berwajah malaikat itu.

***

     Kate turun dari mobil dengan tergesa – gesa. Dengan langkah lebar ia segera memasuki rumah tersebut. Bahkan, Kate memasukkan password pintu dengan tangan gemetar. Begitu pintu terbuka, wanita berkaca mata itu setelah berlari menuju sebuah kamar.

“Elena!” teriak Kate dengan napas terengah – engah begitu membuka pintu kamar.

     Elena menoleh ke arah Kate sekilas, sebelum kembali menatap luar jendela. Kate menarik napas panjang, seolah telah kehabisan oksigen.

“Ada apa, Kate?” tanya Elena dengan nada tenang.

“Aku datang karena sejak dua hari lalu kau tak bisa dihubungi sama sekali.”

“Aku hanya ingin menenangkan diri sejenak, Kate. Memangnya kau berpikir aku melakukan apa?”

“Aku pikir kau ... kau terlihat begitu putus asa kemarin lusa usai Simon membatalkan bantuannya. Aku takut kau ... sudahlah. Apa kau sudah makan?”

     Elena mengernyitkan kening saat menatap Kate lagi. Wajah cantik sahabatnya itu tampak sendu dan tegang.

“Sepertinya kau perlu minum dan sarapan, Kate.”

“Kau juga, Elena. Ayo, bangun. Kita sarapan seadanya saja.”

     Kate menarik tangan Elena setengah memaksa. Elena mendengus kesal saat Kate menariknya turun dari ranjang. Dengan langkah malas, Elena mengikuti Kate menuju ruang makan yang tak jauh dari dapur. Sementara Kate sibuk membuat sandwich ala kadarnya, Elena justru sibuk bergulat antara hati dan pikirannya.

“Akhirnya, sandwichnya sudah jadi.”

     Kate menyodorkan satu sandwich di atas piring ke arah Elena. Elena beranjak mendekati lemari pendingin, lalu mengeluarkan jus jeruk. Kate mendorong gelasnya mendekat ke Elena, isyarat meminta gelasnya juga diisi dengan jus tersebut.

     Sesaat, kedua wanita itu menikmati sarapan dalam diam. Kate memperhatikan gurat wajah Elena, sahabatnya itu terlihat buruk karena masalah perusahaan beberapa bulan terakhir.

“Elena, aku tahu kau sedang sedih dan merasa buruk. Tapi, separah apa pun situasinya, jangan pernah menyerah. Kita cari jalan keluar lainnya.”

“Ya, aku tahu, Kate.”

“Hal yang paling kubenci adalah melihatmu seperti ini. Aku suka melihat Elena yang penuh semangat dan mata berbinar saat bekerja.”

     Elena tak menjawab, pandangannya terpaku pada gelas di tangan kanannya. Ia berusaha keras mencari solusi lain beberapa hari terakhir, tapi, nihil. Ia tak bisa memikirkan apa pun, selain satu hal.

“Kate, aku akan meminta bantuan Drake.”

“Lagi?”

“Ya, kali ini aku yakin. Akan ada berita baik untuk kita.”

“Katamu kemarin juga gagal saat bernegosiasi dengannya.”

“Sekali lagi, aku akan mencobanya. Percayalah padaku, Kate. Apa pun yang kulakukan hanya untuk menyelamatkan perusahaan kita.”

     Kate mengernyitkan keningnya. Elena terdengar penuh keyakinan, tapi, ekspresi bosnya ini terlihat suram. Apa yang sebenarnya Elena rencanakan?

“Apa yang kau rencanakan? Strategi atau tawaran apa yang akan kau siapkan saat bertemu dengan Drake?”

“Tak ada yang spesifik. Tenanglah, aku bisa mengatasinya.”

     Senyum tampak di wajah Elena. Kate mengalihkan pandangan. Ia senang, Elena telah kembali sedikit bersemangat. Tapi, ada hal lain yang terlewat. Entah apa itu.

“Kapan kau akan menemui Drake?”

“Nanti malam.”

“Kenapa tidak besok?”

“Aku mencari tahu dari sekretarisnya, hari ini ia sangat sibuk. Drake punya waktu usai pulang bekerja.”

     Dalih Elena, sebenarnya, ia tak perlu mengecek kegiatan Drake. Hanya perlu sekali panggilan darinya,  Drake berjanji akan datang segera. Elena ingin membuktikan hal itu.

“Baiklah, kita coba lagi meminta bantuan Drake. Semoga ia bisa membantu kita.”

     Elena mengangguk setuju, Kate tak boleh tahu sekarang. Yang terpenting saat ini adalah menyelamatkan perusahaannya lebih dulu.

“Aku senang karena kau tampak lebih bersemangat, Elena.”

“Ya, Kate. Aku tak ingin membuatmu khawatir.”

“Baiklah, aku akan kembali ke kantor kalau begitu. Kabari aku jika ada berita penting.”

     Elena mengedipkan matanya seraya tersenyum. Ia turun dari kursinya, lalu, memeluk Kate. Bagai sahabat yang lama tak bertemu.

“Terima kasih telah menemaniku, Kate. Aku berjanji akan memulihkan keadaan perusahaan. Jangan khawatir.”

“Ya, aku yakin itu. Jadi, bersemangatlah!”

    Kate mengulas senyum lebar sebelum pergi. Elena tak tahu seberapa besar Kate merasa lega setelah melihatnya kembali bersemangat. Elena mengantar Kate sampai masuk ke mobil. Hingga mobil Kate lenyap dari pandangannya.

“Maafkan aku karena tak memberitahumu, Kate,” gumam Elena.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Scin tya
syuka sekalii ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status