Share

Bab 5

Author: Naiynana
last update Last Updated: 2025-10-09 18:02:29

“Apa? Tuan Hamish?” Kalea yang sudah merasa lebih bugar di pagi hari terkejut mendengar cerita Diana.

“Mbak Di… apa aku akan disuruh pulang?” tanyanya cemas. Hari pertama di rumah itu saja ia sudah membuat kegaduhan. Dari cerita Diana, ia menangkap kesan bahwa Hamish marah karena dirinya merepotkan banyak orang.

“Sudah, jangan dipikirkan dulu. Sekarang lebih baik kamu makan yang banyak lalu minum obat. Siang nanti kamu akan dibawa ke rumah sakit untuk pemeriksaan kesehatan. Sopir akan mengantarmu, dan kamu tinggal mencari Dokter Stephen di sana.” Diana menepuk bahu Kalea sebelum kembali bekerja.

Kalea pun makan dengan lahap meski kepalanya masih pusing, tubuh lemas, dan lidah terasa pahit. Ia berjanji akan segera sehat agar dapat bekerja dengan baik. Jangan sampai ia dipulangkan kepada ayahnya hanya karena sakit.

Selesai makan dan minum obat, Kalea menuju ruang makan utama. Sesuai arahan Diana, ia mulai mengerjakan tugasnya: menata meja makan untuk sarapan Tuan Hamish. Jus, air mineral, dan sumber protein harus sudah tersedia saat jam delapan.

“Kamu kuat, Kal?” tanya Diana ketika Kalea datang ke dapur mengambil jus dan makanan.

“Kuat, Mbak. Jangan cemas,” jawab Kalea sambil tersenyum.

Diana yang sibuk karena May tidak masuk akhirnya membiarkan Kalea melanjutkan pekerjaannya. Gadis itu pun kembali ke ruang makan, menata hidangan dengan hati-hati.

Baru saja ia selesai meletakkan teko jus di meja, Hamish datang. Tubuh bagian atasnya telanjang, dan dia hanya mengenakan celana pendek, memamerkan otot-otot dada dan perut berkilau penuh keringat setelah berolahraga.

Kalea sontak melotot dengan mulut menganga. Buru-buru ia membalikkan badan dengan mata memejam. Ia malu sendiri.

Gadis itu memutuskan untuk pergi tanpa suara, tetapi tiba-tiba Hamish memanggilnya.

“Lea.”

Kalea seketika mematung. Dengan pelan-pelan ia memutar tubuhnya kembali menghadap Hamish dengan kepala menunduk.

“I-iya, Tuan?”

Hamish tidak segera bicara, tapi langkah kakinya yang mendekat terdengar jelas. Kalea menggigit bibir panik saat melihat ujung sepatu olahraga itu kini tepat di depan kakinya yang telanjang.

Dengan jantung berdegup kencang, Kalea memberanikan diri mengangkat wajah. Napasnya sesak saat menatap dada bidang dan perut berotot yang begitu dekat terpampang di depan mata. Ia juga mau tak mau harus melihat bagaimana tetes-tetes keringat mengalir berkelok-kelok di setiap lekuk otot-otot tersebut. 

Gadis itu mengerjap tanpa henti. Hatinya pun bertanya-tanya mengapa bisa tubuh tuannya itu terlihat sekeras batu. Tanpa sadar ia menelan ludah, rikuh, sebelum akhirnya matanya beradu tatap dengan Hamish.

“Kenapa kamu masih di sini?” suara Hamish datar, menekan, dan tanpa ekspresi. “Bukankah kamu seharusnya sudah pergi?”

Kalea terperangah. Jantungnya serasa jatuh ke perut. Apakah Hamish benar-benar akan mengusirnya?

Ketakutan menelannya bulat-bulat. Ia pun langsung bersujud di lantai.

“J-jangan, Tuan! Maafkan saya. Saya tahu saya salah karena semalam sakit dan merepotkan banyak orang. Tapi saya mohon, jangan kirim saya kembali ke rumah. Jangan kembalikan saya pada ayah saya. Saya akan melakukan apa saja, Tuan. Tolong biarkan saya di sini.”

Hamish mengerutkan alis, lalu meminta Kalea berdiri.

“Siapa bilang aku mau menyuruhmu pulang? Aku tanya karena seharusnya kamu sudah pergi ke rumah sakit menemui Dokter Stephen. Apa Diana tidak memberitahumu?”

Kalea tersentak. Mulutnya terbuka lebar, mata sembabnya mendadak berbinar. Perlahan, senyum merekah di wajahnya yang pucat.

“J-jadi Tuan tidak mengusir saya? Tuan tidak menyuruh saya pulang?” Gadis itu memekik tak percaya.

Hamish hendak menjawab, namun tiba-tiba Kalea meraih tangan kanannya dan mencium punggung tangannya penuh hormat, layaknya seorang anak pada orang tua.

“T-terima kasih, Tuan Hamish!”

“Hei!” Hamish buru-buru menarik tangannya. Diperlakukan begitu, ia merasa seolah-olah seorang pria tua.

“Dasar bocah,” gerutunya.

Tapi Kalea tidak peduli. Ia terus membungkuk berulang kali.

“Terima kasih, Tuan! Terima kasih banyak!”

“Ck! Sudahlah! Simpan tenagamu untuk pergi ke rumah sakit. Aku melakukan ini karena tidak mau pekerjaan di rumah ini terganggu hanya karena ada yang sakit. Menyusahkan!”

Kalea mengangguk penuh semangat.

“Siap, Tuan! Saya akan cepat sehat!” serunya dengan senyum lebar. Ia pun undur diri dengan langkah riang.

Hamish mendengkus, geleng kepala.

“Sudah bisa tersenyum rupanya.”

Namun sebelum Kalea benar-benar keluar ruangan, ia memanggil lagi.

“Lea!”

Kalea berbalik.

“Kemari.” Hamish menjentikkan jarinya.

Kalea menurut. “Ya, Tuan?”

Hamish maju selangkah hingga keduanya hampir tak berjarak.

Kalea mengkerut dan mundur selangkah dengan takut-takut, gugup melihat tatapan pria itu yang begitu lekat menelanjangi. Sorot matanya turun ke arah leher, lalu dada, membuat Kalea cepat-cepat menyilangkan tangan di depan tubuhnya.

“T-tuan… ada apa?” tanyanya terbata.

Hamish tidak menjawab. Ia hanya memberi perintah singkat, “Berputar.”

Kalea menelan ludah. Namun, ia menurut, memutar tubuh hingga membelakanginya. Jantungnya hampir copot ketika tangan besar itu mendarat di pundaknya, lalu bergeser perlahan ke punggung, turun sampai ke pinggang.

Tubuh Kalea tegang. Kedua kakinya bergetar lemas. Apa yang sedang Tuan lakukan? pikirnya panik. Namun kepalanya juga berdebat, Bukankah aku ingin memikatnya? Tapi baru disentuh begini saja sudah gemetar…

“Pergi!”

“Hah?” Kalea menoleh terkejut.

Hamish mendorong punggungnya pelan, lalu berjalan tenang ke meja makan. Ia duduk santai, menyeruput jus seolah tak ada apa pun yang terjadi.

Kalea masih ingin bertanya, tapi nyalinya langsung ciut saat Hamish melirik galak.

“S-saya pergi, Tuan,” katanya tergesa.

Tanpa bersuara pun, Kalea merasa mendengar perintah dari pria itu.

Ia pun berlari kecil kelaur ruangan sambil bersungut-sungut.

“Tadi menyuruh datang, terus pegang-pegang, sekarang malah disuruh pergi. Dasar aneh!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Elipurwati
Tuan hamis lg ngukur baju... leaa
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Mencuri Hati Tuan Hamish   Bab 13

    Pria itu melumat dan menyesap bibir Kalea bergantian. Atas dan bawah, bergelora penuh desakan. Bahkan lidahnya ikut merangsek, menelusup mencari-cari lidah Kalea yang pasif, tak bergerak.Kalea kewalahan. Napasnya memburu, dadanya naik-turun tak terkendali. Ia belum pernah merasakan ciuman sama sekali. Semua terasa asing, terlalu cepat, terlalu mendebarkan. Gadis itu hanya bisa megap-megap, lalu pasrah. Membiarkan dirinya hanyut pada arus yang Hamish ciptakan untuknya.Tautan bibir mereka terlepas sejenak. Hamish mundur, menatap wajah Kalea yang memerah padam, rambutnya sudah berantakan. Napas pria itu berat, tersengal, namun tatapannya masih begitu membakar. Tanpa berkata apa pun, ia menggamit lengan Kalea untuk berdiri, lalu kembali meraih bibirnya.Kali ini, ciuman Hamish tak seburu-buru sebelumnya. Pria itu jauh lebih lembut dan perlahan seperti tahu bahwa lawannya masihlah sangat amatir. Dan kali ini, Kalea dengan malu-malu mulai membalas ciuman pria itu. Keduanya saling berpagut

  • Mencuri Hati Tuan Hamish   Bab 12

    Seperti terkena mantra beku, Kalea tak bergerak sama sekali. Kaku. Bahkan untuk sesaat, nyawanya seperti keluar dari tubuhnya.Ia tak percaya sama sekali dengan apa yang sedang terjadi. Kalea bisa merasakan bibir yang lembut dan hangat itu menempel di bibirnya. Benarkah Hamish menciumnya? Kenapa dia menciumnya?Namun, tiba-tiba Hamish menjauh. Pria itu tampak linglung sejenak, menatap Kalea, lalu berdehem sebelum duduk tegak kembali.“Ayo, kita keluar,” ucapnya seraya bangkit.Hamish menoleh karena Kalea tak ikut berdiri bersamanya. Gadis itu masih mematung di tempatnya.“Sudah malam,” ucap Hamish.Kalea yang masih kaget juga bingung akhirnya bangkit dan mengikuti langkah Hamish keluar dari sana.“Jangan salah paham. Aku … hanya ingin meredakan ketakutanmu,” ucap Hamish setelah beberapa saat hanya mereka habiskan dengan diam.“Besok aku akan suruh seseorang mengganti lampunya. Sekarang, pergilah tidur,” sambungnya, lalu berjalan lebih dulu meninggalkan Kalea.***Sejak malam itu, seja

  • Mencuri Hati Tuan Hamish   Bab 11

    “Semua orang mencarimu, dan kamu malah bersembunyi di sini.” Hamish berkata seraya membuka lembar-lembar buku sketsa milik Kalea.“Jam berapa sekarang? Saya ketiduran! Saya belum merapikan makan malam Tuan.” Kalea grasak-grusuk. Sementara itu, Hamish justru duduk santai di kursi lipat kosong di sebelah Kalea.“Jangan cemas, semua tugasmu sudah dikerjakan Diana. Sekarang sudah jam sepuluh.”“Apa? Jam sepuluh?” Kalea memekik kaget.Hamish tidak menanggapi. Perhatiannya terpusat pada salah satu halaman buku sketsa. Sampai kemudian, dia melihat satu gambar yang membuatnya terdiam cukup lama.“Apa ini… aku?”DEG!Jantung Kalea serasa berhenti berdetak saat Hamish menanyakan hal itu. Ia baru teringat sesuatu!Gadis itu membeliak dan langsung berusaha merebut buku sketsanya. Namun, dengan cepat Hamish menjauhkan buku tersebut hingga tak terjangkau Kalea. “Kamu diam-diam menggambarku?” Hamish berdiri dengan satu tangan menahan buku tinggi-tinggi. “Kenapa menggambarku tanpa izin?”“I-Itu…” Ka

  • Mencuri Hati Tuan Hamish   Bab 10

    Sejak Hamish memberinya satu set alat gambar untuk membuat desain, Kalea kembali mengurus meja makan untuk Hamish.Gadis itu juga sudah tak pernah murung lagi. Lebih sering tersenyum dan bertingkah ceria. Ia juga mulai senang tertawa saat berkumpul dengan pekerja yang lain.“Apa … Tuan sudah memutuskan?” tanya Jordi pada Hamish yang sedang duduk santai di balkon lantai dua yang menghadap ke halaman belakang.Sudah setengah jam Hamish duduk diam di sana dengan mata tak putus memperhatikan ke para pekerjanya yang sedang merapikan rumpun-rumpun bunga. Di sana, ada May, Diana, Kalea, dan dua orang tukang kebun. Mereka sedang gotong royong sambil bersenda gurau.“Memutuskan apa?” tanya Hamish tanpa menoleh. Matanya kini mengekori Kalea yang berlari gara-gara melihat seekor ulat bulu.“Bukankah Tuan memperhatikan Kalea? Apakah Tuan akan menjadikannya salah satu wanita Tuan?”Hamish sontak menegakkan tubuh, lalu menoleh tajam.“Sejak kapan mulutmu selancang itu, Jordi?”“Maaf, Tuan.” Jordi m

  • Mencuri Hati Tuan Hamish   Bab 9

    “Hah?”“Apa kamu tuli?”Kalea mengerjap, lalu buru-buru bangkit dan berlari menuju mobil Hamish.Pria yang selalu tampil perlente dan rambut tersisir rapi ke samping itu menyusul, lalu membukakan pintu mobil untuk Kalea. “Masuk!”Kalea menurut, duduk kaku di kursi depan. Hamish pun masuk ke sisi kemudi.“Besok mau sembunyi di mana lagi?” tanyanya dingin. “Apa kamu tidak lelah terus-terusan menghindariku?”Kalea menelan ludah. “Apa selama ini Tuan tahu?” batinnya.“Tapi… bukankah itu perintah Tuan? Tuan melarang saya menampakkan diri. Saya hanya menjalankan perintah Tuan.”Hamish terdiam sejenak, lalu mengangguk pendek.“Tuan… apa saya akan dikirim kembali pada ayah saya?” Kalea memberanikan diri bertanya dengan perasaan was-was.Hamish menatapnya. Melihat wajah Kalea yang pucat dengan mata berkaca-kaca, ia memilih menjawab singkat.“Tidak.”Mendengar itu, Kalea langsung meniup napas lega sambil memegangi dada. “Lea,” ucap Hamish ketika mobil berhenti di halaman rumah. “Ikut aku ke r

  • Mencuri Hati Tuan Hamish   Bab 8

    Sudah dua hari Hamish tidak melihat keberadaan Kalea. Saat sarapan pun, meski ia datang lebih awal, gadis itu tak pernah tampak.“Apa Kalea sakit lagi?” tanya Hamish pada Diana yang sedang membereskan meja.“Tidak, Tuan. Kalea sehat.”“Lalu kenapa dia tidak pernah terlihat? Maksudku, kenapa sekarang yang bertugas di meja makan bukan dia lagi?”“Kami bertukar tugas, Tuan. Kalea meminta pekerjaan di gudang dan area belakang.”Hamish terdiam. Ingatannya kembali pada kejadian di tepi kolam renang.“Apa Tuan mencari Kalea?” tanya Diana hati-hati.“Apa? Tidak!” Hamish menjawab terlalu cepat.Selepas sarapan, bukannya bersiap ke kantor, Hamish justru berjalan ke belakang rumah, menyusuri petak-petak halaman luas yang dipenuhi pepohonan langka. Langkahnya terhenti ketika dari kejauhan ia melihat Kalea sedang membawa sapu sambil berbicara pada sebatang pohon.Sesekali gadis itu berkacak pinggang dengan wajah marah, bahkan mengacungkan tinju berkali-kali ke arah pohon, seakan batang kayu itu la

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status