Share

Bab 6

Author: Naiynana
last update Last Updated: 2025-10-10 12:50:39

“Aku tidak punya baju bagus, Kal. Dua pertiga gajiku selalu kukirim ke kampung untuk biaya sekolah adik-adik. Ibuku janda, jadi hanya aku yang bisa diandalkan untuk membantu perekonomian keluarga.” Diana berujar sambil membantu Kalea memilih pakaian yang layak dipakai ke rumah sakit.

“Aku pakai yang mana saja boleh, Mbak Di. Asal ada pakaian. Piyama ini juga tidak masalah.”

“Eh, jangan! Tidak pantas. Nanti kamu dikira pengemis. Bagaimana kalau malah diusir satpam? Lagi pula, karetnya terlalu longgar. Kalau sampai melorot di jalan, bagaimana coba?”

Keduanya tertawa membayangkan hal itu. Namun, tawa mereka terhenti saat terdengar ketukan di pintu kamar. Diana menoleh, lalu cepat-cepat membukakan pintu.

“Eh, Bang Jordi.” Diana tersenyum ramah pada pengawal sekaligus asisten pribadi Hamish yang berdiri di sana.

Pria tinggi besar berwajah kaku itu tidak menjawab, bahkan tidak tersenyum. Ia hanya mengulurkan sebuah paper bag besar.

“Berikan pada Kalea. Ada baju untuk ke rumah sakit,” ucapnya singkat, lalu segera pergi.

Diana menatap paper bag itu sebentar, lalu menyerahkannya pada Kalea.

“Apa ini, Mbak?” tanya Kalea penasaran.

Diana hanya mengangkat bahu. Kalea pun membuka paper bag itu dengan cepat. Betapa terkejutnya ia saat melihat isinya.

“Mbaaaak! Astaga!” serunya memekik, lalu mengeluarkan sebuah dress biru langit.

“Cantik sekali!” Kalea hampir menangis melihatnya. Ia terisak ketika melihat merek desainer ternama yang tersemat pada gaun itu.

“Ya ampun… ini baju desainer terkenal. Benar-benar untukku? Ini bukan mimpi, kan?” katanya tak percaya.

“Cepat dicoba, Kal!” Diana ikut bersemangat.

Kalea mengangguk. Ia segera mengenakan dress selutut itu, dan ternyata begitu pas di tubuhnya. Tidak lebih, tidak kurang. Sempurna, seolah memang dibuat khusus untuknya.

“Apa ini pemberian Tuan Hamish? Tidak mungkin dari orang lain, kan?” celetuk Diana.

Kalea terdiam. Seketika ia teringat tatapan Hamish beberapa waktu lalu yang terasa menelanjanginya. Apakah waktu itu dia sedang mengukur tubuhku? batinnya.

“Astaga! Kalau benar begitu… aku sudah salah paham padanya,” bisiknya. Meringis, penuh penyesalan.

“Lihat, Kal! Masih ada satu dress lagi, ada pakaian rumahan juga. Ya ampun! Bahkan ada pakaian dalam.” Diana mengeluarkan isi paper bag satu per satu.

“Kal, sepertinya ini sudah lampu hijau,” ujarnya sambil menaikkan alis.

“Lampu hijau?” Kalea mengerutkan dahi.

“Iya. Sepertinya Tuan Hamish mulai tertarik padamu. Lihat saja semua perhatian ini, sampai urusan pakaian dalam pun ia perhatikan. Kalau bukan tanda, lalu apa lagi? Jangan-jangan, sebentar lagi kamu akan menjadi wanitanya, Kal!”

Mendengar itu, Kalea menggigit bibir. Dia menatap pakaian cantik itu dan membatin, apa … benar begitu?

***

Jam sembilan malam, Kalea belum juga tidur. Sejak tadi ia berdiri di depan pintu, menunggu Hamish pulang.

Namun, hingga hampir tengah malam, sosok pria itu tak kunjung muncul.

Kalea mulai mengantuk. Berkali-kali ia menguap lebar, nyaris terlelap sambil berdiri. Ia hanya ingin menyampaikan bahwa hasil tesnya tidak terlalu serius, sekaligus mengucapkan terima kasih atas pakaian-pakaian cantik yang diberikan Hamish.

“Mungkin besok saja?” gumamnya. Tapi ia sadar, esok pagi dan dua hari berikutnya ia tidak akan bertemu Hamish, sebab pria itu hanya terlihat di rumah saat pagi. Sedangkan esok ia sudah mulai diajari berbelanja kebutuhan dapur dan rumah, serta harus memahami semua tugas-tugas barunya.

Kalea menguap lagi. Rasa lelah dan bosan mulai menguasainya. Ia hendak berbalik menuju kamar ketika sayup-sayup suara mesin mobil terdengar dari luar.

“Tuan pulang!” serunya pelan, senyumnya merekah. Ia berdiri tegap, dua tangan bertaut di depan dada, posenya mirip SPG mall yang menyambut pengunjung.

Tak lama, derap langkah terdengar. Pintu terbuka.

“Selamat datang, Tuan.”

“!!”

Hamish terlonjak. Pria yang terbiasa hidup dalam keheningan itu terkejut setengah mati melihat Kalea berdiri di sana.

“Apa yang kamu lakukan di sini?!” Tatapannya galak. Namun, Kalea tak kemana-mana, tetap tersenyum manis.

“Tuan, biar saya yang bawakan tasnya.” Ia lekas mengambil tas Hamish.

Pria itu tidak menolak. Lelah setelah seharian penuh rapat, ia tak punya energi untuk berdebat.

“Tuan mau minum? Biar saya bawakan?” tanya Kalea sambil mengikuti langkahnya.

“Tidak perlu. Aku tidak haus.”

“Atau makan malam? Camilan, mungkin? Mau saya siapkan?”

“Aku tidak lapar.”

“Tuan pasti lelah. Mau saya pijat? Bahu atau kakinya?”

Hamish mendadak menghentikan langkah. Kalea yang berjalan tepat di belakangnya menabrak punggungnya sampai hampir terjengkang. Pria itu berbalik dengan tatapan tajam.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mencuri Hati Tuan Hamish   Bab 13

    Pria itu melumat dan menyesap bibir Kalea bergantian. Atas dan bawah, bergelora penuh desakan. Bahkan lidahnya ikut merangsek, menelusup mencari-cari lidah Kalea yang pasif, tak bergerak.Kalea kewalahan. Napasnya memburu, dadanya naik-turun tak terkendali. Ia belum pernah merasakan ciuman sama sekali. Semua terasa asing, terlalu cepat, terlalu mendebarkan. Gadis itu hanya bisa megap-megap, lalu pasrah. Membiarkan dirinya hanyut pada arus yang Hamish ciptakan untuknya.Tautan bibir mereka terlepas sejenak. Hamish mundur, menatap wajah Kalea yang memerah padam, rambutnya sudah berantakan. Napas pria itu berat, tersengal, namun tatapannya masih begitu membakar. Tanpa berkata apa pun, ia menggamit lengan Kalea untuk berdiri, lalu kembali meraih bibirnya.Kali ini, ciuman Hamish tak seburu-buru sebelumnya. Pria itu jauh lebih lembut dan perlahan seperti tahu bahwa lawannya masihlah sangat amatir. Dan kali ini, Kalea dengan malu-malu mulai membalas ciuman pria itu. Keduanya saling berpagut

  • Mencuri Hati Tuan Hamish   Bab 12

    Seperti terkena mantra beku, Kalea tak bergerak sama sekali. Kaku. Bahkan untuk sesaat, nyawanya seperti keluar dari tubuhnya.Ia tak percaya sama sekali dengan apa yang sedang terjadi. Kalea bisa merasakan bibir yang lembut dan hangat itu menempel di bibirnya. Benarkah Hamish menciumnya? Kenapa dia menciumnya?Namun, tiba-tiba Hamish menjauh. Pria itu tampak linglung sejenak, menatap Kalea, lalu berdehem sebelum duduk tegak kembali.“Ayo, kita keluar,” ucapnya seraya bangkit.Hamish menoleh karena Kalea tak ikut berdiri bersamanya. Gadis itu masih mematung di tempatnya.“Sudah malam,” ucap Hamish.Kalea yang masih kaget juga bingung akhirnya bangkit dan mengikuti langkah Hamish keluar dari sana.“Jangan salah paham. Aku … hanya ingin meredakan ketakutanmu,” ucap Hamish setelah beberapa saat hanya mereka habiskan dengan diam.“Besok aku akan suruh seseorang mengganti lampunya. Sekarang, pergilah tidur,” sambungnya, lalu berjalan lebih dulu meninggalkan Kalea.***Sejak malam itu, seja

  • Mencuri Hati Tuan Hamish   Bab 11

    “Semua orang mencarimu, dan kamu malah bersembunyi di sini.” Hamish berkata seraya membuka lembar-lembar buku sketsa milik Kalea.“Jam berapa sekarang? Saya ketiduran! Saya belum merapikan makan malam Tuan.” Kalea grasak-grusuk. Sementara itu, Hamish justru duduk santai di kursi lipat kosong di sebelah Kalea.“Jangan cemas, semua tugasmu sudah dikerjakan Diana. Sekarang sudah jam sepuluh.”“Apa? Jam sepuluh?” Kalea memekik kaget.Hamish tidak menanggapi. Perhatiannya terpusat pada salah satu halaman buku sketsa. Sampai kemudian, dia melihat satu gambar yang membuatnya terdiam cukup lama.“Apa ini… aku?”DEG!Jantung Kalea serasa berhenti berdetak saat Hamish menanyakan hal itu. Ia baru teringat sesuatu!Gadis itu membeliak dan langsung berusaha merebut buku sketsanya. Namun, dengan cepat Hamish menjauhkan buku tersebut hingga tak terjangkau Kalea. “Kamu diam-diam menggambarku?” Hamish berdiri dengan satu tangan menahan buku tinggi-tinggi. “Kenapa menggambarku tanpa izin?”“I-Itu…” Ka

  • Mencuri Hati Tuan Hamish   Bab 10

    Sejak Hamish memberinya satu set alat gambar untuk membuat desain, Kalea kembali mengurus meja makan untuk Hamish.Gadis itu juga sudah tak pernah murung lagi. Lebih sering tersenyum dan bertingkah ceria. Ia juga mulai senang tertawa saat berkumpul dengan pekerja yang lain.“Apa … Tuan sudah memutuskan?” tanya Jordi pada Hamish yang sedang duduk santai di balkon lantai dua yang menghadap ke halaman belakang.Sudah setengah jam Hamish duduk diam di sana dengan mata tak putus memperhatikan ke para pekerjanya yang sedang merapikan rumpun-rumpun bunga. Di sana, ada May, Diana, Kalea, dan dua orang tukang kebun. Mereka sedang gotong royong sambil bersenda gurau.“Memutuskan apa?” tanya Hamish tanpa menoleh. Matanya kini mengekori Kalea yang berlari gara-gara melihat seekor ulat bulu.“Bukankah Tuan memperhatikan Kalea? Apakah Tuan akan menjadikannya salah satu wanita Tuan?”Hamish sontak menegakkan tubuh, lalu menoleh tajam.“Sejak kapan mulutmu selancang itu, Jordi?”“Maaf, Tuan.” Jordi m

  • Mencuri Hati Tuan Hamish   Bab 9

    “Hah?”“Apa kamu tuli?”Kalea mengerjap, lalu buru-buru bangkit dan berlari menuju mobil Hamish.Pria yang selalu tampil perlente dan rambut tersisir rapi ke samping itu menyusul, lalu membukakan pintu mobil untuk Kalea. “Masuk!”Kalea menurut, duduk kaku di kursi depan. Hamish pun masuk ke sisi kemudi.“Besok mau sembunyi di mana lagi?” tanyanya dingin. “Apa kamu tidak lelah terus-terusan menghindariku?”Kalea menelan ludah. “Apa selama ini Tuan tahu?” batinnya.“Tapi… bukankah itu perintah Tuan? Tuan melarang saya menampakkan diri. Saya hanya menjalankan perintah Tuan.”Hamish terdiam sejenak, lalu mengangguk pendek.“Tuan… apa saya akan dikirim kembali pada ayah saya?” Kalea memberanikan diri bertanya dengan perasaan was-was.Hamish menatapnya. Melihat wajah Kalea yang pucat dengan mata berkaca-kaca, ia memilih menjawab singkat.“Tidak.”Mendengar itu, Kalea langsung meniup napas lega sambil memegangi dada. “Lea,” ucap Hamish ketika mobil berhenti di halaman rumah. “Ikut aku ke r

  • Mencuri Hati Tuan Hamish   Bab 8

    Sudah dua hari Hamish tidak melihat keberadaan Kalea. Saat sarapan pun, meski ia datang lebih awal, gadis itu tak pernah tampak.“Apa Kalea sakit lagi?” tanya Hamish pada Diana yang sedang membereskan meja.“Tidak, Tuan. Kalea sehat.”“Lalu kenapa dia tidak pernah terlihat? Maksudku, kenapa sekarang yang bertugas di meja makan bukan dia lagi?”“Kami bertukar tugas, Tuan. Kalea meminta pekerjaan di gudang dan area belakang.”Hamish terdiam. Ingatannya kembali pada kejadian di tepi kolam renang.“Apa Tuan mencari Kalea?” tanya Diana hati-hati.“Apa? Tidak!” Hamish menjawab terlalu cepat.Selepas sarapan, bukannya bersiap ke kantor, Hamish justru berjalan ke belakang rumah, menyusuri petak-petak halaman luas yang dipenuhi pepohonan langka. Langkahnya terhenti ketika dari kejauhan ia melihat Kalea sedang membawa sapu sambil berbicara pada sebatang pohon.Sesekali gadis itu berkacak pinggang dengan wajah marah, bahkan mengacungkan tinju berkali-kali ke arah pohon, seakan batang kayu itu la

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status