Share

Kenapa Rujuk?

Setiap hari aku dan Ibu Liana menjaga Gus juga Liana secara bergantian. Di samping keluarga yang datang setiap hari.

Menebus obat, melapor kondisi terbaru. Juga memeriksa barangkali ada pergerakan. Meski memiliki kecemburuan pada Liana, aku berusaha ikhlas. Menjaga dan merawatnya, tak membedakan dengan yang kulakukan pada Gus Bed.

Ibu Liana banyak diam saat aku memasuki kamar puterinya. Dia sepertinya belum ridha atas pernikahan kedua sang menantu. 

Sudah hampir seminggu, keduanya belum juga sadar. Kami bahkan punya kekhawatiran bahwa keduanya tak akan bisa bangun. Lantaran kecelakaan yang mereka alami mengakibatkan luka dalam serius. 

Hingga memasuki minggu kedua, saat aku menjaga Gus Bed di malam hari ... 

"Dek ...." 

Terdengar pelan suara dari lisan Gus yang sudah sangat kurindukan kesadarannya.

Tak apa Gus. Tidak masalah kamu hanya ingat Liana sekarang. Yang penting Gus bangun dan selamat dari kematian.

"Alhamdulillah. Ya, Gus saya di sini." Kugenggam erat-erat tangan pria yang sudah membuka mata dengan tatapan lemah.

"Di mana Liana?" Pelan sekali suara itu terdengar.

"Sabar ya, Gus. Liana masih belum sadar."

"Belum sadar?"

"Ya."

"Aku ingin merujuknya ...."

"Rujuk?" Mataku melebar. Apa artinya Gus telah menjatuhkan talak pada Liana?

Pria yang tak berdaya di hadapanku, mengiyakan dengan isyarat mata, yang lantas membuatku mendesah kecewa.

"Gus tenang lah. Biar saya panggil dokter dulu." Aku berusaha menghapus jejak air mata, bangkit dan berlari ke luar memanggil petugas.

Sementara Gus Ubed, saat kukirim dari ekor mata tadi, kembali menatap langit-langit. Entah, apa yang dipikirkan. Kuharap, ia bisa melihat pengorbananku, karena saat membuka mata, aku lah yang ada di sampingnya. 

Aku berlari dan terus berlari. Sampai di tempat jaga para perawat aku berteriak seperti orang gila. Senang dan khawatir sekaligus. Senang pada akhirnya Gus sadar dari koma, tapi juga khawatir jika terjadi apa-apa karena terlambat ditangani. Ya ... aku sangat takut. 

"Suster, Dokter! Tolong! Suami saya sudah bangun. 

Mereka sontak berdiri dan membawa alat-alat entah apa. Kami berjalan cepat beriringan menuju kamar Gus Bed. 

Namun, yang tak kami harapkan terjadi. Pria itu menarik selang infus di tangan. Aku dan semua orang terkejut. 

"Gus jangan!" seruku yang datang bersama dokter dan asistennya.

Terlambat selang infus berubah warna jadi merah, karena posisinya yang jatuh karena ditarik oleh Gus. 

"Tolong, saya ingin bertemu Liana," ucapnya dengan wajah yang menunjukkan kecemasan. 

Hatiku lagi-lagi sakit. Kenapa Gus, kenapa musti Liana yang harus terus kamu ingat dalam kondisi seperti ini? Kenapa bukan aku yang dengan sabar menjagamu, dan menangis tiap malam karena khawatir padamu?

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status