Share

Sentuhan Pertama

Aku menunggu Gus dengan gelisah. Segala sesuatunya telah kupersiapkan termasuk penampilan yang sudah mirip pelacur. Tapi bukankah menggoda dan genit pada suami itu halal dan dianjurkan? Jika aku tak bisa mendapatkan Gus lantaran dia menutup hati, biar aku yang datang dan membukanya dengan caraku. 

Dua jam menunggu Gus Bed, dan tak ada tanda-tanda ia datang. Aku mulai lelah dan mengantuk. Hingga kurasakan seseorang menyentuhku. Ketika membuka mata dengan berat, pria berwajah tampan itu memegangi tubuhku di atas ranjang.

Namun, bukan tatapan penuh gairah yang membuatku hangat, atau ciuman bahwa ia menginginkanku, Gus bergerak menjauh karena kaget. 

Dia masih dingin, meski raga kami tak ada jarak seperti ini.

Aku sangat malu. Segera kuraih selimut dan minta maaf. Bangkit dari ranjang. Untung saja obat yang kubeli kemarin masih dalam genggaman.

"Em, biar saya buatkan minuman hangat untuk Gus." 

Ini waktunya, aku tak boleh menyiakan kesempatan.

Namun, setelah masuk kamar kembali, Gus sudah tertidur. Ia pasti kelelahan. Sampai kapan kamu akan mengabaikanku Gus? Bukankah normalnya pria ketika melihat wanita telanjang di depannya akan bangkit syahwatnya.

Aku pasrah. Tidur di sampingnya dengan menangis. Aku bahkan tak bisa tidur. Merutuki kebodohanku mencintai pria seperti Gus Bed yang tak menginiku, pria yang jelas-jelas hanya mencintai istri pertamanya. Mengabaikanku meski telah dinikahi.

Lebih dari satu jam aku menangis, hingga tak bisa kutahan isaknya. Rupanya Gus terganggu dan bangun.

"Ukhty ...." ucapnya iba.

Ya Rabb. Aku benci sekali panggilan itu.

"Kenapa Gus terus memanggil saya Ukhty? Bukan adek seperti Gus memanggil Liana? Bukankah kami punya porsi yang sama? Sama-sama istri Gus Bed. Sampai kapan saya tidak dianggap seperti ini Gus?"

Untuk sesaat aku emosi dan mengatakan yang tidak-tidak. Namun, itu tak berhasil. Gus menyugar kasar rambutnya. Entah apa yang dipikirkan sekarang. Kuharap setidaknya dia kasihan padaku, dan menyayangi seperti sayangnya pada Liana.

Dalam keadaan menangis aku mengatakan hal lain dan mengeyampingkan perasaanku.

"Sudah lah. Kalau memang Gus tak bisa mencintai saya ... setidaknya Gus hargai jerih payah istri Gus. Tolong minum minuman yang saya buatkan," ucapku masih sambil menangis.

Pria itu mendesah. Lalu bangun dan mengambil cangkir di nakas. Ia meminumnya tanpa sisa, karena minuman itu sudah dingin ditinggalkan tidur.

"Terimakasih," ucap pria yang kini hanya mengenakan kaos dan celana sport menutup lutut.

Aku mengangguk. "Sama-sama." 

Masih sambil duduk menyandar di atas ranjang, menunggu reaksi obat itu bekerja. Sementara Gus akan kembali berbaring di tempatnya.

"Tidur lah. Kita perlu istirahat," ucapnya. Ia memegangi pelipis. Mungkinkah obat itu sudah mulai bereaksi? Cepat sekali?

Hampir satu jam aku mulai menyerah pria itu tak bergerak memunggungiku. Dia sepertinya benar-benar lelah hingga obat itu tak bekerja. Akhirnya kuputuskan untuk tidur saja. Aku lelah. Mungkin lain waktu, saat Gus tidak pulang dari bepergian.

Namun, mataku melebar sempurna. Terhenyak kaget, ketika tangan kekar melingkar di perut.

Next

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status