“Bukannya tadi pagi sudah? Nggak sabaran banget kamu, Syam.” Painem sekarang memiliki hobi baru, menggoda Syams sangat menyenangkan. Dia suka sekali melihat wajah Syams memerah.
“Syams, Mak. Pakai ‘es’ ya!”“Syamsul.” Starla terkekeh geli. Dia pikir nama Syams itu keren, tetapi setelah tahu nama lengkapnya, dia tak kuat lagi menahan tawa.Painem memberikan sepiring nasi kepada Syams. “Suapi istrimu. Jangan biarkan dia kelaparan! Mulai sekarang kamu memiliki kewajiban memberi makan anak orang, bukan hanya anak burung yang dielus-elus setiap hari.”“Tidak usah diperjelas, Mak!” Syams segera menutup pintu kamar dan mendorong emaknya keluar.Starla terkekeh geli. Syams ikut tersenyum melihat tingkah istrinya. Dia baru sadar jika Starla sebenarnya manis dan cantik.“Mau makan sendiri atau aku suapi?” tanya Syams.“Aku bisa makan sendiri,” jawab Starla kemudian mengambil alih piring dari tangan suaminya.Syams duduk di sebelah Starla dan melihat betapa lahap istrinya ketika makan. Starla seperti tidak pernah makan dalam waktu yang cukup lama. Beberapa saat kemudian, semua nasi yang ada di piring sudah habis.“Kamu lapar apa doyan?” tanya Syams.“Lapar. Dari kemarin sore belum makan.”Syams menggeleng. “Makanya kalau kabur itu mikir dulu. Kamu menyesal tidak menikah denganku? Lelaki kere dan tidak punya pekerjaan. Hidup di desa pula.”“Waktu kecil kami pernah hidup di desa. Hidup di tempat seperti ini rasanya damai.”Jawaban Starla membuat Syams terkejut. Istrinya terlalu lugu sepertinya. Bagi Starla, hidup di desa itu nikmat. Dia bisa melihat keindahan alam yang masih alami. Warga di desa juga saling membantu satu sama lain. Tidak ada kesenjangan sosial, dia bagaikan liburan saat mengunjungi tempat seperti ini. Namun, Starla salah karena dia tidak tahu akan terjebak selamanya di tempat ini bersama Syams.“Kamu tidak takut menikah denganku?” Pertanyaan Syams membuat Starla menoleh.“Takut kenapa? Aku tidak takut denganmu.”“Yakin?” Syams tiba-tiba mendekat dan mulai mengikis jarak di antara mereka. “Aku bisa berbuat apa pun kepadamu,” bisik Syams di telinga Starla.“Aku sudah biasa melakukannya,” jawab Starla enteng. “Mau coba?” Starla mengedipkan sebelah matanya.Hal itu tentu membuat Syams terkejut. Tadinya dia hendak mengerjai Starla, tetapi malah dia yang kena mental. Sebenarnya dia yang ketakutan ketika bersama Starla. Dia takut keperjakaannya direnggut oleh gadis yang sekarang sudah sah menjadi istrinya tersebut.Syams berdehem untuk mengurangi kegugupannya. “Nanti malam saja. Aku mau pergi dulu.”Setelah mengatakan keinginannya, Syams pergi keluar rumah sedangkan Starla tertawa hingga matanya berair. “Sebenarnya yang lugu itu aku apa dia, sih?”Starla keluar dari kamar menuju ke dapur. Di sana dia bertemu dengan ibu mertuanya. “Ada yang bisa aku bantu, Emak?” tanya Starla.“Owalah, kamu, Nduk. Istirahat saja di kamar. Emak mau beresin dapur dulu.”“Starla mau numpang ke kamar mandi, Mak.”“Itu di pojokan.” Painem menunjuk ke arah pintu plastik bergambar pantai.Starla membuka pintu tersebut, tetapi dia urung masuk melihat bagian dalamnya. Tidak ada shower di sana, hanya ada ember untuk tampungan air dan WC jongkok. Kakinya bisa lecet jika kelamaan jongkok di sana. Namun, karena panggilan alam, dia tetap masuk dan mengabaikan gengsinya.Siang harinya, Syams baru pulang. Dia pergi ke pasar untuk mengurus warung karena tadi ketika akad nikah, Emak belum mengunci pintu. Dia pulang membawa buah yang dia beli dari pasar.“Sudah pulang, Syams?” tanya Painem.“Sudah, Mak. Ini ada titipan dari Mbak Mita.”“Owalah, ini dia yang Emak cari. Sudah satu minggu Emak pesan dan baru datang barangnya.”Syams menaikkan sebelah alis mendengar ucapan emaknya. “Memangnya Emak beli apa?”“Baju tidur.” Painem mengeluarkan barang pesanannya kemudian menunjukkannya kepada Syams. “Berikan ini kepada Starla. Dia pasti sangat cantik memakai baju ini.”“Starla bisa kedinginan pakai baju itu, Mak. Nanti Syams akan menukarnya dengan daster di toko Mbak Mita.” Syams menenteng sebuah baju tipis tanpa lengan berwarna maroon.“Eh jangan. Ini tuh baju Anti pelakor. Emak nggak mau punya mantu lain. Pokoknya cuma Starla menantu Emak satu-satunya.” Painem melipat lingerie berwarna maroon itu dan kembali memasukkannya ke dalam plastik. “Biar Emak yang kasih ke Starla kalau kamu tidak mau.”“Pelakor apaan, sih, Mak? Ini bukan sinetron ikan terbang.”Belum sempat Painem menjawab, ada suara seorang wanita yang mengucapkan salam dari luar. “Assalamualaikum, Mak Painem.”Dari suaranya, Syams sangat hafal dengan pemiliknya. Gadis itu adalah Lastri, teman Syams. Dia pasti datang karena mendengar kabar pernikahan Syams yang mendadak. Dulu Syams pernah berjanji tidak akan menikah sebelum Lastri lebih dahulu menikah. Sayang, takdir berkata lain.“Tuh, baru juga diomongin sudah datang pelakornya. Biar Emak yang hadapi. Kamu ke kamar saja!” Painem memberikan lingerie itu kepada Syams.Akhirnya Syams mengambil benda itu dari tangan emaknya. Bisa berabe urusannya kalau Emak yang menyerahkan langsung kepada Starla. Pasti Painem akan mengatakan hal yang tidak-tidak kepada menantunya.Syams masuk ke kamar tanpa mengetuk pintu. Dilihatnya Starla sedang tidur pulas. Dia bingung bisa menikah dengan Starla. Apakah ini sebuah musibah atau anugerah? Starla memang cantik, tetapi kelakuannya sepertinya minus. Syams bahkan belum tahu latar belakang gadis itu seperti apa. Syams teringat tentang kejadian tadi pagi. Siapa sebenarnya orang yang tega melakukan perbuatan tidak mengenakkan itu kepada Starla? Apakah istrinya memiliki mantan yang dendam dengannya atau seseorang yang iri dengan ayahnya sengaja melakukannya supaya nama baik mereka tercemar? Dia yakin jika ada yang mereka sembunyikan hingga identitas Starla tidak dipublikasikan pada publik.Syams membuka pintu almari dan menaruh lingerie itu di atas bajunya. Starla tidak memiliki baju di rumah ini. Mungkin Syams akan meminjam baju Emak untuk sementara sampai mertuanya mengirimkan baju milik Starla.“Aku juga ngantuk, tetapi gadis ini tidurnya kayak bayi. Menghabiskan tempat saja.” Syams hendak mengangkat tubuh ramping Starla dan menggesernya, tetapi baru Syams meletakkan tangan di bawah leher istrinya, Painem masuk.Syams mendengkus sebal. Dia tidak jadi tidur, padahal sudah sangat mengantuk.“Sulastri mau ketemu, Syams. Dia kayaknya patah hati. Coba kamu jelaskan pelan-pelan kalau kamu sudah menikah,” ujar Painem.“Patah hati? Jangan aneh-aneh, Mak. Mana ada patah hati sama sahabatnya sendiri?” tanya Syams keheranan.“Sudah kamu keluar sana. Emak nggak bisa atasi dia!”Syams dan Lastri sudah berteman sejak kecil. Persahabatan mereka tidak pernah kandas meski sekolah dan kuliah di tempat berbeda. Mereka selalu menyempatkan waktu untuk sekadar nongkrong di warung kopi.Syams keluar dari kamarnya. Dia melihat Lastri duduk sambil menyangga dagu dengan kedua tangannya.“Lastri!” panggil Syams.Lastri langsung berdiri dan memukul dada Syams berulang-ulang. “Kamu jahat, Syams. Kamu bohongin aku. Kenapa kamu mengingkari janji?”Syams mencoba menghindar, tetapi gadis tomboi dengan celana sobek di bagian lutut itu malah semakin membabi buta. Dia pukuli Syams hingga mengaduh kesakitan.“Aku nggak ada niat bohongin kamu, Lastri. Aku juga terpaksa menikahinya.”“Terpaksa kamu bilang?” Lastri melunak mendengar penjelasan Syams.“Dia sudah ternoda, dan hanya aku yang ada di sana. Mereka memaksaku bertanggung jawab.”“Kalau begitu lepaskan dia. Aku mau menjadi istrimu, Syams!”“Apa?” Suara seorang perempuan tiba-tiba mengalihkan perhatian mereka.Syams terkejut mendengar suara itu. Saat dia menoleh, dilihatnya Starla dengan rambut acak-acakan dan memakai baju tidur kurang bahan. Syams membulatkan kedua mata bahkan sampai meneguk ludahnya sendiri melihat penampilan istrinya yang sangat menggoda.Suara seorang perempuan tiba-tiba mengalihkan perhatian mereka.Syams kemudian mendorong tubuh Lastri supaya menjauh. Meski bagaimana pun, dia sudah menikah dan tidak ingin ada yang salah paham. “Kamu sudah bangun?” tanya Syams. “Sudah, tetapi aku masih ngantuk. Ayo kita ke kamar lagi. Lanjut ronde kedua,” ucap Starla sambil memberikan cium jauh kepada Syams. Lastri terlihat kesal melihat Syams mendekati Starla. Kulit putih Starla yang meninggalkan jejak kemerahan semakin membuat Lastri jengkel. Dia mengepalkan tangan dan berkali-kali menarik napas dalam-dalam, dadanya naik turun seolah kehilangan oksigen di sekitarnya.“Terpaksa tapi banyak cupang! Dasar munafik kamu, Syams.” Lastri mengentak-entakkan kakinya kesal kemudian pergi dari rumah Syams. Syams sekarang sudah berdiri di depan Starla. Sebenarnya dia takut melihat istrinya, takut tergoda. Namun, bukankah mereka sudah halal? “Ngapain lihat-lihat?” tanya Starla ketus. “Lihat istri sendiri kan halal. Apa aku lihat Lastri aj
Tubuh Syams basah kuyup akibat perbuatan istrinya. Kepalanya masuk ke dalam ember hingga membuat hidung dan telinganya kemasukan air. Telinganya berdengung. “Starla! Awas kamu, ya!” Syams sudah hendak memaki istrinya, tetapi dia malah terpaku melihat Starla yang hanya memakai handuk. Rasanya dia ingin menerkam Starla sekarang juga. Gadis itu memang polos atau sengaja memancing Syams? “Mak! Tolongin Starla.” Starla bersembunyi di balik punggung ibu mertuanya. Dia sepertinya takut melihat wajah Syams yang memerah. Entah memerah karena melihat istrinya yang aduhai atau karena marah. “Kamu mandi sekalian, Syams. Nanti ajak Starla jalan-jalan keliling kampung. Biar semua orang tahu kalau kamu sudah menikah. Dengan begitu, Emak tidak perlu memperingatkan mereka supaya berhenti mengejarmu lagi.”Selama ini Syams memang memiliki banyak penggemar sampai Emak bingung harus memilih yang mana. Pun malas dengan pertanyaan orang yang menanyakan 'kapan mantu?' Sesuai saran emaknya, Starla diajak
“Jadi, kamu tadi nggak salat Zuhur dan Asar?” Dengan pola Starla menggeleng. “Aku Islam, kok. Kamu tenang aja walaupun hanya di KTP.” Jawaban Starla rasanya ingin membuat Syams pingsan. Bagaimana mungkin dia bisa menikahi gadis seperti itu? Starla dari kecil memang tidak pernah melaksanakan kewajibannya sebagai muslim. Apalagi kedua orang tuanya selalu sibuk. Dia menjadi anak yang sangat bandel sehingga papa dan mamanya lelah menghadapinya. Dia berbeda dengan sang kakak yang selalu taat beribadah. Kakanya lulusan pesantren, sedangkan dia baru sehari di pesantren sudah kabur. Orang tuanya sudah sampai frustrasi memiliki anak sepertinya. Hal terakhir yang membuat orang tuanya sangat murka yaitu ketika dia kabur bersama pacarnya saat hendak dijodohkan. “Sekarang kamu ambil wudu, aku akan ajarin kamu salat.” “Aku nggak mau!” “Aku akan memaksa. Kamu sudah menjadi tanggung jawabku. Kamu mau aku tinggal di neraka?” “Jahat banget sama istrinya. Aku bilangin sama emak, nih!” Starla sud
“Ngapain kamu di sini?” tanya Starla sambil menarik selimutnya. “Aku ini suami kamu. Baru tadi pagi kita menikah. Apakah kamu lupa?” tanya Syams. Starla duduk dan menarik selimut supaya menutupi tubuhnya. Dia masih memakai daster milik Painem. “Jangan mendekat. Aku nggak bisa layanin kamu malam ini.” “Eh!” Syams terkejut mendengar perkataan Starla. Dia tidak berniat meminta jatah sebenarnya, tetapi sepertinya istrinya menganggap Syams adalah lelaki yang menginginkannya. Muncullah ide jahil dalam otak Syams. “Bukankah tadi siang kamu yang nantangin? Aku tagih malam ini.” Syams mengucapkannya sambil menahan tawa. Terlihat sekali ketakutan di wajah Starla. Namun, hal itu malah membuat Syams semakin ingin menggoda istrinya. Dia yang awalnya ketakutan, kini malah berbalik. Segalak-galaknya Starla, pasti mempunyai sisi lemah dan lembut. Pada dasarnya wanita itu makhluk yang paling rapuh karena dia diciptakan dari tulang rusuk, bukan tulang punggung. “Tadi siang aku bercanda, Syams. Ema
Syams terbangun kala mendengar azan Subuh. Dia bergegas untuk pergi ke masjid. Namun, pergerakannya terhenti kala melihat tangan Starla memeluk tubuhnya. Semalam mereka sempat berdebat sebelum tidur hingga akhirnya memutuskan untuk damai dan tidur di kasur yang sama. “Oke, aku nggak akan tidur sama emak kamu, tetapi aku butuh guling. Aku nggak bisa tidur kalau nggak meluk guling.”“Dasar bocah! Maaf aku enggak punya guling.” Syams berkata jujur. Dia memang tidak memiliki guling di kamarnya. “Ya sudah, aku mau ke kamar Emak aja.”“Di sana juga nggak ada guling, Starla. Kami tidak memiliki guling, syukur masih bisa tidur di atas kasur. Banyak orang yang hanya tidur beralaskan tikar.”Sangking kesalnya, Syams menaikkan suaranya hingga membuat Starla menangis. Ah, rasanya dia ingin menjedotkan kepalanya di tembok. Entah berapa umur istrinya hingga terlihat kekanakan dan masih sangat cengeng.“Kamu boleh jadikan aku guling. Tapi jangan grepe-grepe. Hanya dipeluk, oke?”Starla mengangguk
“Jangan ngomong begitu, Mak. Setiap ucapan itu jadi doa. Memangnya emak nggak ingin anaknya sukses gitu?” Mendengar ucapan anaknya, Painem menjewer telinga Syams. “Tanpa kamu minta, emak selalu mendoakanmu, Syams.” “Ampun, Mak! Syams udah beristri. Jangan jewer telinga Syams terus. Malu dong kalau dilihat orang.” “Kamu juga ngeselin, Syams.” Mereka sudah sampai di pasar desa yang tidak jauh dari tempat mereka tinggal. Di pasar itu memang pedagangnya tidak sebanyak di pasar pusat pada umumnya. Namun, berbagai kebutuhan bahan pokok untuk kehidupan sehari-hari sudah cukup lengkap di sana. Painem juga berjualan di pasar itu semenjak Syams masih kecil. Hanya dari situlah mata pencaharian mereka selama ini. “Nggak buka warung, Mak?” tanya Mita yang baru saja membuka tokonya. “Libur, Mbak Mita. Besan saya mau datang. Jadi mau beli daging sama sayuran.” “Sendiri, Mak?” tanya Mita. “Sama Syams. Dia kayaknya di warung.” Mendengar jawaban Painem, Mita hanya ber oh ria kemudian masuk ke k
Dada Syams naik turun. Rasanya dia sangat marah kepada Starla, tetapi dia yakin semua akan percuma karena Starla tidak peka. Syams kembali ke rumah setelah memberi makan semua peliharaannya dan memakamkan burung yang meninggal tadi. Untung saja murainya masih hidup. “Makanan sudah siap, Syams. Buruan bantu Emak siapin di meja. Habis ini kamu cepat mandi. Jangan sampai orang tua Starla mencium tai burung di bajumu!” Syams tetap membantu emaknya meski dengan diam seribu bahasa. Tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya. Dia enggan berbicara karena sedang berduka hingga kehadiran Starla membuatnya tercengang. “Mak, aku udah siap.” Starla memakai baju yang kemarin dibelikan Syams. Sebuah gamis dengan lengan tiga perempat membuat Starla terlihat begitu anggun. Meski wajahnya polos tanpa make up, Starla masih saja cantik bahkan mampu membuat Syams terpana. Suaminya itu memandang Starla tanpa berkedip hingga tepukan di
“Maksud Anda apa, Pak?”Syams tidak habis pikir dengan apa yang diperbuat oleh mertuanya. Dia mencoba menelaah dan memahami perkataan Antonio, tetapi dia belum yakin. “Saya tidak bisa menjelaskan semuanya kepadamu. Yang jelas tidak ada orang tua yang tega membuang anaknya. Kami sangat menyayangi Starla lebih dari apa pun. Namun, untuk saat ini biarkan dia membenci kami. Jadilah suami yang baik. Jangan manjakan dia, ajarkan dia kesabaran dan hidup sederhana. Saya akan memberikan pekerjaan untukmu. Besok datang ke kantor kecamatan. Temui Pak Umar, dia akan membantumu mendapatkan pekerjaan. Tinggal kamu bilang bidang apa yang kamu kuasai.” Syams hanya mengangguk meski banyak sekali pertanyaan yang ingin disampaikan kepada mertuanya, tetapi sepertinya papa Starla tidak akan menjawabnya. Pernyataannya sudah cukup jelas bagi Syams. “Terima kasih, Nak!” Antonio mengembuskan napas lega setelahnya. Mereka bertiga masuk membawa t