Mag-log inAkhirnya Kinara pun mengangguk setuju karena ia tak ingin terlibat perdebatan dengan sang CEO. Wanita itu pun lantas menenteng tasnya lalu turun dari mobil, ia mengikuti Raka hingga sampai di depan mobil pria itu lalu segera masuk setelah dibukakan pintu oleh sang pemilik.
“Terima kasih, Pak,” kata Kinara, setelah memastikan Kinara memakai sabuk pengaman Raka segera menyusul masuk lalu melajukan mobilnya menuju rumah Kinara. Sepanjang perjalanan, Kinara dan Raka hanya saling melirik satu sama lain. Tidak ada yang berani membuka pembicaraan di antara mereka, hingga Kinara memberi tahukan alamatnya dan Raka hanya mengangguk sebagai jawaban bahwa ia paham dengan alamat yang wanita itu tunjukkan. “Ya Tuhan, mengapa waktu terasa berjalan lambat sekali. Ingin rasanya melompat dari mobilnya, pria ini sungguh dingin sekali,” batin Kinara yang sedang mengalihkan pandangan ke arah luar jendela. “Ya Tuhan, mengapa debaran ini tidak juga menghilang. Mengapa waktu terasa berjalan begitu cepat saat bersamanya,” batin Raka yang sedang berusaha menyembunyikan kegugupan akan debaran di hatinya yang tak kunjung mereda. Sepuluh menit berlalu, akhirnya Kinara dan Raka tiba di halaman rumah Kinara. “Sekali lagi terima kasih ya, Pak. Maaf sudah merepotkan malam-malam begini,” ucap Kinara sambil tersenyum tipis. Raka mengangguk lalu Kinara segera turun dari mobil sang CEO yang tampan itu. Tanpa perkataan apa pun, Raka segera melajukan mobilnya kembali meninggalkan halaman rumah Kinara. “Baru sebentar saja bersama dia, rasanya jantungku seperti berdetak lebih cepat dari biasanya. Tapi aku tidak boleh membiarkan perasaan ini semakin tumbuh, aku hanya perlu menjaganya, bukan untuk mencintai apa lagi sampai memilikinya,” gumam Raka sambil tersenyum masam pada dirinya sendiri. Kinara pun tak ingin pikir panjang dengan sikap Raka padanya, wanita itu pun segera masuk ke rumahnya untuk beristirahat karena esok hari ia harus kembali ke lokasi untuk menjalani pemotretan film terbarunya. ** Pagi-pagi sekali Kinara sudah siap berada di lokasi, tentu saja ditemani oleh sang manajer—Shela. Kinara adalah artis yang sangat disiplin dan selalu tepat waktu sejak merintis karier hingga saat ini, hal itu yang menjadikannya banyak disukai bukan saja di kalangan penggemarnya tapi juga rekan-rekan kerjanya. Selain karena cantik, tapi tutur kata dan perilakunya juga sangat ramah membuatnya semakin diidolakan banyak kalangan. “Jadi bagaimana, apa kamu sudah mempertimbangkan dengan benar tentang rencana mundur dari dunia hiburan ini?” tanya Shela di sela-sela pemotretan, kini Kinara tengah beristirahat sebelum kembali melakukan pengambilan gambar. Kinara menghela napas panjang sebelum menjawab pertanyaan dari manajer sekaligus sahabatnya itu. “Aku masih akan membahasnya dengan kak Yura dan kak Dimas, selain karena masih ada kontrak kerja yang harus kuselesaikan juga. Jadi selama itu, aku sudah mencoba dengan memberikan surat pengunduran diriku pada HRD.” “Ya sudah, apa pun keputusan kamu nanti aku akan selalu mendukung. Jangan ragu untuk memberi tahuku jika kamu sedang ada masalah ya,” pesan Shela seraya menepuk pelan bahu Kinara. Kinara mengangguk lantas tersenyum pada sahabatnya itu. “Terima kasih, Shel.” Tak lama kemudian, Adam yang merupakan lawan main Kinara sudah siap dan mereka kembali melanjutkan pemotretan. Sang fotografer mengarahkan Kinara dan Adam untuk saling memeluk dan bertatapan dengan penuh perasaan. Di saat yang bersamaan, Raka datang ke lokasi untuk meninjau pemotretan film terbaru yang akan segera rilis di bawah produksi yang ia pimpin—Alva Management&Production. Raka melihat Kinara dan Adam yang sedang berpelukan, entah mengapa ada sesuatu di dalam hati yang membuatnya sakit. “Perasaan macam apa ini? Aku tidak boleh terus seperti ini,” batinnya sambil menepuk pelan dada sebelah kirinya. Menyadari ada sang CEO yang sedang berkunjung, semua segera menghentikan aktivitas mereka untuk menyambut kedatangan Raka. “Santai saja, silakan lanjutkan kembali pekerjaan kalian. Saya hanya ingin meninjau saja,” ujar Raka sambil tersenyum ramah. “Terima kasih, Pak,” ucap semua bersamaan. Raka yang mengenali Shela sebagai manajer Kinara lantas berjalan perlahan menghampiri wanita itu. Melihat Raka yang sedang berjalan ke arahnya, Shela segera berdiri dari tempatnya. “Selamat pagi, Pak Raka ... apa ada yang bisa saya bantu?” “Selamat pagi, kamu Shela manajernya Kinara, bukan?” “Iya benar sekali, Pak.” “Tolong sampaikan pada Kinara untuk menemui saya di ruangan setelah selesai pemotretan ini,” pinta Raka dengan wajah tegasnya sambil memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana, ia pun berjalan pergi setelah Shela mengiyakan perintah darinya. “Ya Tuhan, sepertinya pak Raka ingin mempertanyakan surat pengunduran diri Ara,” gumam Shela dengan wajah cemas yang tak bisa ia sembunyikan, membuat Kinara segera menghampiri manajernya itu setelah pengambilan gambar yang ia lakukan selesai. “Ada apa, Shel?” tanya Kinara yang merasa khawatir dengan Shela. “Ara, kamu diminta pak Raka untuk ke ruangannya sekarang.” “Apa?” “Iya, sekarang Ara. Cepat temui Beliau sekarang juga,” pinta Shela yang terpaksa harus Kinara turuti. Dengan langkah gontai, Kinara berjalan perlahan memasuki lift yang akan membawanya ke ruangan sang CEO. Tok! Tok! Tok! Kinara masuk ke ruangan Raka setelah pria itu mempersilakannya untuk masuk. Ternyata Raka sudah menunggu kedatangan artis cantik yang menjadi idola, baik dalam manajemen mau pun masyarakat luas. “Silakan duduk ... karena waktu saya tidak banyak, saya akan langsung saja,” ujar Raka mulai membuka percakapan di antara mereka. Kinara mengangguk paham lalu segera duduk di sofa yang berseberangan dengan tempat Raka duduk. “Kamu tahu bukan jika berhenti dari manajemen dan rumah produksi ini sebelum kontrak berakhir akan terkena penalti, saya sudah membaca kontrak kerja kamu dan saya rasa penalti yang harus kamu ganti itu cukup besar. Apa kamu sanggup?” **Minggu-minggu berikutnya berjalan cepat. Kinara kini fokus pada persiapan persalinan. Tingkah laku Raka memang tidak berubah; ia semakin posesif, terutama setelah Kinara memberinya daftar perlengkapan bayi yang sangat panjang. Raka membeli dua kali lipat dari yang diminta Kinara, ia bahkan membeli seluruh koleksi popok kain, khawatir popok sekali pakai akan menyebabkan alergi.Naka kini menjadi 'asisten' utama Raka. Ia sering menempelkan telinganya di perut Kinara, menunggu tendangan adiknya."Mama Kinara, Adik bayi tendang Naka! Dia mau main bola sekarang!" seru Naka gembira.Keluarga mereka kini dipenuhi aura kebahagiaan dan antisipasi. Raka telah memenangkan pertempuran kecemburuannya, Naka semakin dewasa, dan Kinara—wanita kuat itu—siap menyambut anggota keluarga baru.Kinara tahu, ia telah menemukan kebahagiaan sejati. Sebuah kebahagiaan yang dibangun di atas cinta sejati, pengorbanan, dan keberanian untuk menghadapi masa lalu.*Di suatu malam, saat Raka sedang membaca buku pand
Memasuki bulan keenam kehamilan, Kinara merasakan lonjakan energi yang membuat semangatnya kembali membara. Masa-masa morning sickness sudah sepenuhnya berlalu, digantikan oleh nafsu makan yang sehat dan keinginan kuat untuk beraktivitas. Namun, lonjakan energi Kinara berbanding terbalik dengan tingkat kewaspadaan Raka yang mencapai puncaknya.Raka tidak lagi hanya mengkhawatirkan sudut membungkuk, kini ia mulai mengkhawatirkan hal-hal yang benar-benar tidak masuk akal. Kinara ingin mengecat kamar bayi, Raka melarang karena takut bau cat; Kinara ingin menyusun lemari pakaian Naka, Raka melarang karena takut debu.Puncaknya terjadi ketika Kinara ingin berjalan kaki santai di taman kompleks, sesuai saran Dr. Adrian untuk menjaga stamina."Tidak, Alea. Jendela mobil saja yang kubuka. Kamu lihat pemandangan dari dalam mobil," ujar Raka sambil mengunci pintu mobil."Mas! Aku harus jalan kaki! Ini baik untuk peredaran darahku dan untuk bayi!" protes Kinara, frustrasi."Aku takut kamu bertem
Pagi itu, Raka dan Kinara kembali ke klinik Dr. Adrian untuk kontrol rutin. Kinara berjalan dengan senyum bahagia, sementara Raka, meskipun semalam baru saja melampiaskan semua kecemburuannya, kini kembali tegang, tetapi dengan alasan yang berbeda.Di ruang pemeriksaan, setelah Dr. Adrian memastikan bahwa janin berkembang dengan sangat baik, Raka langsung mengambil kesempatan untuk mengajukan permintaan tanpa basa-basi.“Dokter, kami butuh resep lagi,” ujar Raka terang-terangan, tanpa merasa malu sedikit pun.Adrian menatap Raka. “Resep apa, Raka? Vitamin Kinara masih ada?”“Bukan vitamin, Dok. Pelumasnya. Yang Anda berikan tempo hari,” kata Raka, mencondongkan tubuhnya ke meja. “Kami... kami terlalu bersemangat semalam, Dok. Pelumasnya hampir habis. Jadi, kami butuh cadangan.”Kinara langsung menutup wajahnya, menahan rasa malu yang luar biasa. Raka mengatakannya seolah sedang meminta tambahan stock barang kantor.Wajah Adrian, yang semula tersenyum profesional, seketika menegang. Me
Setelah mengantar Kinara, Adrian mengemudikan mobilnya pulang, namun pikirannya terasa sangat jauh. Kinara. Wanita itu. Bayangan wajahnya di kegelapan bioskop, tawanya saat berbagi kenangan SMA, dan yang paling mengganggu, sentuhan spontan Kinara di lengannya saat hantu muncul. Sentuhan itu terasa begitu nyata, memicu memori lama dan rasa yang sudah ia kubur dalam-dalam sejak tragedi yang menimpanya.Adrian duduk di sofa ruang tamunya yang sunyi. Ia membuka ponselnya, membuka galeri, lalu menatap foto profil Kinara—foto Kinara bersama Raka dan Naka, tampak sangat bahagia. Ia merindukan kehangatan yang dipancarkan wanita itu. Bayangan malam-malam yang ia lalui sendirian kembali menusuk. Ia merasakan dorongan yang sangat kuat untuk mendengar suara Kinara, untuk memastikan bahwa kehangatan yang ia rasakan tadi nyata.Adrian bergumul dengan dirinya sendiri. Sebagai seorang dokter, ia harus profesional. Sebagai seorang pria yang berduka, ia merindukan sentuhan dan kehadiran.*Di rumah, Ki
Kinara mulai merasa tercekik. Sikap Raka yang berlebihan dan overprotective telah merenggut semua kebebasan kecilnya. Setelah berminggu-minggu dikelilingi kekhawatiran dan larangan, Kinara merasa sangat lelah. Ia rindu menjadi dirinya sendiri, tanpa harus diukur sudut membungkuknya atau diawasi saat mengambil remote TV.Suatu sore, saat Raka sedang menghadiri rapat penting yang tidak bisa ditinggalkannya, Kinara mengambil keputusan impulsif. Ia mengirim pesan singkat kepada Raka.> [Kinara]: Mas, aku butuh waktu untuk diriku sendiri. Ponselku aku matikan. Jangan khawatir, aku baik-baik saja. Aku janji akan pulang sebelum gelap. Love you.>Setelah mengirim pesan itu, Kinara mematikan ponselnya. Ia meninggalkan mobil di rumah dan memesan taksi online. Langkah pertamanya adalah pergi ke salon langganannya untuk creambath dan manikur—sesuatu yang dilarang Raka karena takut ‘bahan kimia’ yang tidak jelas. Kemudian, ia menikmati waktu sendirian di mal, membeli beberapa baju hamil yang lucu
Pagi harinya, saat sesi kontrol kehamilan, Raka sudah siap dengan keluhannya. Begitu Adrian masuk, Raka langsung menyerbu dengan pertanyaan, mengabaikan sapaan ringan sang dokter.“Dokter, semalam kami... kami mencoba berhubungan, tapi Kinara merasa sakit saat saya masuk,” kata Raka, wajahnya terlihat frustrasi dan cemas. “Itu kenapa, Dok? Apakah bahaya bagi janin? Apakah ada yang tidak normal?”Adrian mendengarkan keluhan itu dengan tenang, tanpa menunjukkan ekspresi terkejut sedikit pun. “Kinara, mari kita periksa kandungannya dulu. Setelah itu, saya perlu melakukan pemeriksaan internal singkat untuk mengetahui penyebab nyerinya,” jelas Adrian, beralih ke Kinara.Kinara mengangguk, ia sudah menduga ini. Setelah pemeriksaan USG memastikan janin baik-baik saja, Adrian kembali.“Baik, Kinara. Sekarang, silakan ke meja periksa,” instruksi Adrian. “Mohon lepaskan pakaian dalammu untuk pemeriksaan ini.”Seketika, Raka terkejut hebat. Matanya melotot. Wajahnya langsung memerah, perpaduan a







