Apa kamu sanggup?” tanya Raka sekali lagi karena Kinara tak kunjung menjawab pertanyaan darinya.
Kinara mengangguk ragu. “Saya akan berusaha untuk bisa menyelesaikan semua kontrak kerja yang sudah saya sepakati, tapi setelah itu saya tidak bisa lagi menerima kontrak yang baru. Karena selain berhenti dari manajemen dan rumah produksi ini, saya juga akan berhenti dari dunia hiburan,” terang Kinara sambil membalas tatapan Raka yang terasa dingin padanya. “Mengapa mendadak? Apa ada masalah?” “Tidak ada, Pak. Memang keputusan ini sudah saya rencanakan sejak lama, saya harap Bapak bisa mengerti.” “Di saat kita mulai terasa dekat, mengapa kamu malah ingin menjauh dariku, Kinara?” batin Raka sambil menatap lurus ke arah Kinara dengan pandangan kosong. “Maaf, Pak ... Pak Raka ....” Panggilan dari Kinara membuat Raka tersadar akan lamunannya, ia pun sedikit berdeham sebelum kembali melanjutkan percakapan dengan Kinara. “Baiklah, untuk sementara ini saya simpan dulu surat pengunduran diri kamu. Saya harap kamu bisa berubah pikiran dan kembali melanjutkan kerja sama dengan perusahaan kami,” ujar Raka terdengar penuh harap agar Kinara tetap bisa bekerja bersamanya. Setelah percakapan mereka selesai, Kinara pun segera pamit untuk melanjutkan kembali pekerjaannya. Sedangkan Raka tengah dilanda kegelisahan hebat akan perasaannya sendiri pada wanita yang selama ini ia kagumi secara diam-diam. ** Malam harinya, Kinara sudah tiba di rumah dan kini tengah menikmati makan malam bersama kedua kakaknya. “Kakak senang sekali Ara, akhirnya kamu bisa makan malam bersama kami lagi di rumah. Apa lagi jika kamu sudah mundur dari dunia hiburan, kami akan mendukung apa pun keputusan kamu,” ujar Yura dengan tersenyum bahagia. Kinara lantas membalas senyuman kakak kandungnya itu. “Terima kasih karena sudah selalu mendukungku selama ini. Aku juga senang bisa meluangkan waktu bersama kalian, maaf karena akhir-akhir ini aku sangat sibuk sekali,” sesalnya. “Tidak apa-apa, Ara. Kami sangat mengerti bagaimana sibuknya artis terkenal seperti kamu,” canda Dimas—sang kakak ipar. “Jangan lupa, tolong luangkan waktu untuk bertemu dengan pria yang sudah kita bicarakan kemarin ya,” sambungnya. Kinara telah selesai dengan makannya, lantas ia pun menghabiskan segelas air putih di hadapannya sebelum menjawab perkataan Dimas. “Aku kira kalian hanya bercanda, jadi ini serius ya aku akan dijodohkan?” tukas Kinara. “Tentu saja, Ara. Kakak dan mas Dimas tidak akan main-main jika itu menyangkut masa depan adik kami tercinta, jadi tolong ya luangkan waktu satu hari untuk bertemu dengan pria itu,” pinta Yura dengan tatapan memohon pada sang adik, membuat Kinara akhirnya mengiyakan permintaan kedua kakak tercintanya itu. “Baiklah, demi kalian ... aku mau bertemu dengannya, tapi hanya untuk berkenalan dan tidak lebih,” kata Kinara dengan tegas. Yura dan Dimas tersenyum bersamaan dengan jawaban Kinara. “Tenang saja, yang penting kalian bertemu dulu. Untuk selanjutnya, kami akan menyerahkan keputusan itu sepenuhnya kepada kalian nantinya.” Kinara akhirnya mengangguk sepakat dengan perkataan kedua kakaknya. “Aku tidak ingin menjalin hubungan lebih dengan pria lain, tidak ada yang bisa menggantikan Davian dari hatiku,” batin Kinara seraya tersenyum masam. ** Hari yang ditentukan telah tiba, Kinara sudah sampai di lokasi tempatnya akan bertemu dengan pria yang ingin kedua kakaknya jodohkan padanya. Kinara mengedarkan pandangan di sekitar taman yang menjadi tempat mereka akan bertemu nantinya, tepat pukul 5 sore saat wanita itu melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. “Seharusnya dia sudah sampai, tapi ternyata tidak ada. Apa lebih baik aku pulang saja?” gumam Kinara sambil masih mengedarkan pandangan lalu netranya berhenti tepat saat Raka menghampirinya dengan membawa sebuket bunga mawar berwarna merah. “Hai, kamu Kinara, kan? Sedang apa di sini?” sapa Raka saat sudah berdiri berhadapan dengan Kinara. “Hai, Pak Raka. Saya sedang menunggu seseorang, tapi sepertinya dia tidak jadi datang. Jadi, saya akan pulang saja. Permisi,” pamit Kinara sambil berjalan melewati Raka tanpa menunggu tanggapan pria itu. “Tunggu, Ara ....” Panggilan dari Raka membuat Kinara menghentikan langkah lantas memutar kembali jalannya menghampiri pria itu. “Pak Raka memanggil saya? Anda tahu dari mana nama panggilan itu?” cecar Kinara tak sabaran. Raka lantas tersenyum lalu memberikan buket bunga yang ia bawa pada Kinara. “Saya Alva ... Raka Alvareza,” ujar Raka memperkenalkan dirinya. “Jadi, Pak Raka itu Alva yang mau dijodohkan dengan saya?” tukas Kinara sambil menerima dengan ragu bunga pemberian Raka. Raka mengangguk sambil tersenyum kembali, membuat Kinara menutup mulut dengan tangan kananya seakan tak percaya akan kenyataan yang sedang terjadi padanya. “Ya Tuhan, mimpi apa aku semalam bisa dijodohkan dengan pak Raka. Tidak, ini tidak mungkin. Aku tidak mau meneruskan perjodohan ini,” batin Kinara berusaha mengelak dari kenyataan. “Sudah hampir senja, bagaimana kalau kita pergi dari sini sekalian mencari makan malam?” tawar Raka yang kembali dengan wajah datarnya. Teringat dengan permintaan kedua kakaknya untuk mengenal terlebih dahulu pria yang akan dijodohkan dengannya, membuat Kinara akhirnya mengangguk setuju lalu mengikuti Raka untuk pergi dari taman menggunakan mobil pria itu. ** Kinara dan Raka kini tengah menikmati makan malam di sebuah restoran yang tidak jauh dari taman tempat mereka bertemu tadi. Selama makan, keduanya hanya saling terdiam dan sesekali hanya saling melirik satu sama lain. Tidak ada yang berani memulai percakapan di antara mereka, hingga akhirnya Kinara merasa jenuh dan ia pun mulai membuka pembicaraan di antara mereka. “Sebelumnya saya mohon maaf ya Pak, bukannya saya bermaksud tidak sopan. Tapi ... saya tidak mau dijodohkan, jadi saya harap Pak Raka bisa mengerti dengan keputusan saya,” ungkap Kinara dengan menatap ragu pada Raka yang kini telah selesai dengan makanan di hadapannya. Raka membersihkan kedua sudut bibirnya, lalu membalas Kinara dengan tatapan tajamnya. “Kamu kira saya mau menerima perjodohan ini?”Raka dan Dimas yang baru saja selesai menata tempat makan untuk semua, berjalan menghampiri ketiga orang yang tengah asyik berbincang. Raka langsung berdiri di antara Kinara dan Gavi, lantas memeluk pinggang kekasihnya itu dengan posesif seakan menunjukkan bahwa wanita itu hanyalah miliknya.“Pasti perempuan,” tebak Kinara dan Gavi bersamaan, membuat mereka menjadi pusat perhatian. Terutama Raka yang langsung memberikan lirikan tajamnya pada Gavi. “Wah, kalian ini kompak sekali. Bagaimana kalian bisa tahu?” tanya Dimas.“Hanya menebak,” sahut Gavi singkat.“Terlihat dari penampilan Kak Yura yang sepertinya semakin rajin merawat diri, auranya terlihat berbeda dari biasanya,” tutur Kinara.“Iya, kamu benar sekali, Ara. Semenjak hamil, kakak jadi semakin senang berdandan dan merawat diri. Lalu waktu kami periksa kemarin, dokter bilang saat USG bahwa calon anak kami perempuan,” terang Yura antusias.“Ya sudah, sebaiknya sekarang kita segera makan karena semuanya sudah siap,” ajak D
Gavi menatap wajah mereka satu persatu hingga tiba saatnya ia bertemu tatap dengan Kinara, wajah yang menjadi penyemangat hidupnya selama ini. Namun ia tak bisa berlama-lama memandang wajah itu, mengingat tengah ada Raka saat ini yang seakan mengawasinya.“Aku ... mungkin akan pindah, Kak,” kata Gavi sambil mengalihkan pandangan pada Yura.“Kenapa? Kamu tidak betah ya tinggal di sini? Katakan apa yang membuatmu ingin pergi dari sini?” cecar Yura menuntut jawaban Gavi secepatnya.Gavi menggeleng lalu tersenyum tipis. “Tidak, bukan seperti itu. Sebenarnya, apartemenku sudah selesai direnovasi. Jadi, mungkin aku akan kembali ke sana,” terangnya.“Tidak usah kembali, sewakan saja apartemen itu. Jadi, kamu bisa tinggal di sini bersama kami. Lagi pula apa enaknya tinggal sendirian, pasti kamu akan kesepian nanti. Lebih baik di sini saja ya,” pinta Yura dengan tatapan memohon.“Benar apa yang dikatakan istriku, lebih baik kamu di sini saja bersama kami. Kamu bilang kami ini kan sudah se
Semua mata kini tertuju pada Raka dan Kinara, mereka tak sabar jawaban apa yang akan diberikan keduanya. Kinara dan Raka saling menatap kemudian mengangguk bersamaan dengan penuh keyakinan.“Kami akan bertunangan bulan depan,” jawab Kinara diiringi tepukan dan ucapan selamat sekali lagi untuk mereka.“Aku dan Niko pasti akan membantu persiapkan semuanya, akhirnya hari yang dinanti akan segera tiba. Sekali lagi selamat ya,” ucap Shela dengan antusias sambil memberi pelukan pada Kinara.Kemudian berganti dengan Yura yang hanya bisa menangis haru karena akan segera melepas adik tersayangnya untuk menikah dengan pria pilihannya. “Aku tidak menyangka hari ini akan tiba juga, tugas kakak menjagamu akan segera digantikan dengan Raka. Kami pasti akan sangat merindukanmu jika kita berpisah nanti,” ujar Yura sambil mendekap erat sang adik tercinta.Melihat sang kakak menangis membuat Kinara turut bersedih karena akan berpisah dengan keluarga satu-satunya. “Aku juga pasti akan sangat merindu
Usai berbagi cerita tentang kisah cintanya pada Shela, kini Kinara mengajak sahabatnya itu untuk makan siang bersama. Namun Shela tidak bisa karena harus mengantar makanan ke kantor sang suami.“Maaf ya, Ara. Aku harus ke kantor Niko sekarang juga, lain kali saja kita atur waktu makan bersama. Bagaimana?”“Ya sudah, mau bagaimana lagi. Suami lebih penting dari sahabat,” sahut Kinara berpura-pura merajuk.“Maafkan aku, tolong jangan seperti ini. Aku janji, kita akan atur waktu secepatnya ya,” pinta Shela sambil memegangi lengan Kinara.Kinara pun lantas tertawa karena tak tahan melihat wajah sang sahabat yang memohon padanya. “Iya, aku mengerti, Shel. Tenang saja aku hanya berakting,” balasnya.“Kamu ini, pasti rindu main film lagi ya sampai harus berakting seperti tadi,” ujar Shela sambil menepuk perlahan lengan Kinara.“Aduh, sakit Shel ... tega sekali kamu ini,” canda Kinara sambil mengusap lengannya dan berpura-pura kesakitan.“Aku tidak akan tertipu lagi dengan aktingmu,” b
Raka dan Gavi sama-sama menelan kekecewaan saat Kinara memutuskan untuk tak memilih salah satu di antara mereka. Ia tak ingin menjadi bahan pertengkaran kedua pria itu, hingga akhirnya ia memilih untuk pulang sendiri menggunakan taksi online.“Lihat bagaimana egoisnya Anda, Pak Raka? Kinara harus pulang sendiri karena tidak ingin menyakiti salah satu di antara kita. Bagaimana jika terjadi sesuatu dengannya nanti? Apa Anda akan bertanggung jawab!” bentak Gavi kemudian segera pergi menyusul Kinara.“Aku semakin yakin jika ada sesuatu di antara kalian,” gumam Raka dengan tersenyum masam.Sementara itu Kinara sudah tiba di rumah dan segera masuk ke dalam kamarnya. Ia pun merasa kesal dengan dirinya sendiri yang tidak bisa tegas dengan perasaannya. “Harusnya aku bisa langsung memilih Raka, tapi mengapa rasanya begitu sulit mengatakan itu di depan Gavi. Aku tidak boleh seperti ini terus,” sesalnya sambil mengusap air matanya dengan kasar.**Esok paginya, Gavi ingin menepati janji untu
Kinara mencoba mengingat kembali gambar mobil yang Gavi tunjukkan padanya itu, hingga beberapa detik kemudian ia pun mengingat sesuatu. “Aku pernah melihatnya terparkir di depan gedung Alva Management&Production,” terangnya.“Kapan kamu melihatnya?”“Hmmm ... sekitar lima atau enam tahun yang lalu, aku hanya pernah melihatnya sekali itu saja. Setelahnya sudah tidak pernah terlihat lagi,” terang Kinara sambil mengedikkan bahu.“Apa kamu tahu mobil itu milik siapa?”“Mobil itu parkir di depan gedung, setahuku yang boleh parkir di sana hanya untuk pemilik dan para petinggi perusahaan. Tapi aku tidak tahu mobil itu milik siapa,” jelas Kinara panjang lebar membuat Gavi semakin yakin dengan hal yang tengah ia selidiki.“Memangnya ada apa?” tanya Kinara penasaran.“Tidak apa, aku hanya ... hanya menyukai modelnya saja,” kilah Gavi sambil tersenyum menutupi kebohongannya. “Maafkan aku, Kin. Belum saatnya aku memberi tahukan semua ini padamu,” batinnya dalam hati.Kinara menaruh rasa cu