Share

Bab 7: Tak Terduga

“Gimana rasanya?” tanya Keinan penasaran.

"Ehm, rasanya ...."

Alih-alih menjawab langsung, Keira justru menelan nasi goreng di mulutnya sampai habis dan memberi jeda sebentar. Menatap wajah Keinan yang sangat menunggu komentarnya itu membuat Keira merasa tertarik untuk menjahili Keinan.

“Aku belum pernah ngerasain rasa nasi goreng yang kaya gini sih,” ucap Keira datar dengan wajah dibuat bingung dan melirik Keinan untuk tahu ekspresi Keinan.

Keira menaikkan sudut bibirnya saat melihat Keinan menunduk dan terlihat kecewa dengan komentarnya.

“Rasanya benar-benar fantastis! Sampai-sampai aku nggak bisa komentar lagi! Kalau ada nasi goreng terenak di dunia, pasti ini!” ucap Keira kemudian dengan menggebu-nggebu sambil menunjuk nasi goreng.

Keinan tersenyum mendengar kalimat pujian dari Keira.

Keira yang melihat senyum Keinan itu merasa jika Keinan imut seperti anak kucing sehingga Keira tanpa sadar mengelus kepala Keinan pelan. Sampai saat Keira menyadarinya, wajah Keinan sudah memerah malu dan menunduk. Keira pun mengangkat tangannya menjauh dan memandang ke arah lain. Kemana saja asal bukan ke Keinan.

“Ya-yaudah kalau gitu Mas juga makan!” ucap Keira cepat sambil menunduk memakan makannya sendiri.

Keinan tersenyum tipis saat melihat Keira yang salah tingkah dan mulai memakan makanannya.

Setelah sarapan yang berujung kecanggungan itu. Sekarang Keira dan Keinan sedang duduk di ruang tv sambil menikmati segelas minuman dingin. Keira akhirnya masih belum tidur sampai hari menuju siang. Sehingga saat menonton televisi yang bersuara lembut dan perutnya yang dalam keadaan kenyang membuat Keira tertidur dengan sendirinya dalam posisi duduk. Kepalanya bersandar di pundak Keinan secara tiba-tiba. Untung saja Keinan dengan sigap langsung meraih kepala Keira agar tidak terjatuh.

“Bisa-bisanya kamu tertidur dalam posisi seperti ini,” ucap Keinan sambil memandang wajah Keira yang terlihat polos dan menggemaskan.

Saat Keinan akan mengangkat tubuh Keira, Keira dengan sigap juga merangkulkan tangannya ke leher Keinan.

“Kamu seperti memang sudah merencanakan ini ya!” ucap Keinan tersenyum dan membawa tubuh Keira untuk dipindahkan ke kamarnya.

Secara perlahan dan dengan penuh kehati-hatian, Keinan menurunkan tubuh Keira di kasur agar Keira tidak terusik dari alam mimpinya. Keinan membenarkan posisi tidur Keira dan menyelimuti Keira sebelum berdiri menatap Keira dalam diam. Beberapa saat lamanya Keinan memandang Keira yang tertidur pulas sebelum memutuskan untuk beranjak dari kamar itu.

***

“Ehm,” gumam Keira yang masih mengumpulkan kesadarannya.

Keira secara perlahan membuka matanya dan melihat sinar matahari yang sudah sangat tinggi dan begitu panas menyengat masuk ke dalam kamarnya. Setelah kesadarannya pulih Keira merasa haus sehingga Keira berjalan dengan sedikit sempoyongan menuju ke dapur.

Saat meminum segelas air dingin, samar-samar Keira mendengar lantunan bacaan ayat suci Al-Quran di rumah itu. Sehingga Keira berjalan untuk mencari tahu asal suara itu. Setibanya di kamar Keinan yang memang tidak tertutup. Keira melihat Keinan yang sedang khusyuk membaca ayat suci dengan pakaian koko dan sarungnya.

‘Kenapa hati gua bisa sesejuk ini lihat Pak Keinan kaya gitu ya?’ monolog Keira dalam hati.

Keira terus memandangi Keinan yang membaca ayat suci itu sampai tidak sadar jika Keinan sudah selesai dan kini bergantian Keinan yang memandangi Keira dari dalam kamarnya.

“Kenapa kamu berdiri terus seperti itu?” tanya Keinan.

“O-oh.” Keira salah tingkah karena terpergok malah semakin menjadi tidak karuan.

Keinan berjalan sambil mengembalikan kitab sucinya di lemari penyimpannya. “Kamu sudah shalat?” tanya Keinan tanpa melihat Keira.

“Eh-ehm,” Keira tidak bisa menjawab.

Entah kapan sejak dirinya terakhir kali shalat. Mungkin saat dulu masih ada ibunya? Ayahnya tidak pernah menyuruh atau sekedar mengingatkan kepadanya. Bacaan-bacaannya pun mungkin Keira sudah lupa.

“Kenapa?” tanya Keinan bingung yang tidak mendapatkan jawaban dari Keira.

“Kamu lagi berhalangan?” tanya Keinan lagi.

Keira menggeleng tak yakin.

“Lalu?” Keinan menaikkan alisnya.

Keira menunduk tidak berani menatap iris mata Keinan.

“Aku lupa bacaannya,” cicit Keira.

Keinan mengerutkan keningnya sebentar sebelum mendekati Keira dan menepuk pundak Keira.

“Mau aku ajarkan lagi?” tawar Keinan.

Keira menatap Keinan dengan pandangan yang sulit diartikan. Sebelum dirinya memutuskan untuk mengangguk kemudian.

***

“Ini coba kamu baca. Kamu masih ingat nggak?” tanya Keinan sambil menyodorkan buku bacaan shalat kepada Keira.

Keira menerima buku itu dan mencoba membaca bacaan-bacaan shalat. Memang sempat salah-salah di awal, tapi setelahnya Keira bisa membaca dengan lancar. Keira hanya melakukan pengulangan karena dulu sewaktu Ibunya hidup, Keira pernah diajarkan mengaji dengan ibunya.

Setelah selesai membaca bacaan-bacaan itu dan sedikit menghapalkannya kembali. Keira shalat dengan Keinan yang menjadi imamnya. Bukan shalat sesungguhnya, tapi hanya sebagai praktek untuk Keira.

Setelah melakukan praktek shalat dan melipat mukenanya. Keira meminta tangan Keinan untuk disalimi.

“Apa?” tanya Keinan yang tidak paham dengan kode Keira.

Keira tanpa izin langsung meraih tangan Keinan dan mencium telapak besar yang terasa hangat itu. Keinan yang mendapatkan perlakuan seperti itu, bahkan sempat tertegun sejenak.

“Mas?” tanya Keira lagi yang menyadarkan Keinan dari ketergunannya.

“Kenapa?” tanya Keinan kemudian.

“Kamu melamun?”

“Enggak kok,” bantah Keinan.

“Aku tanya, kamu kok bisa punya mukena? Aku aja nggak punya padahal,” heran Keira.

“O-oh, itu milik ibu yang tertinggal di sini,” jawab Keinan singkat.

“Lho, bukannya rumah ini baru ditempati ya?” tanya Keira yang semakin bingung.

“Kamu sudah makan belum?” tanya Keina mengalihkan pembicaraan.

“Belum, mau makan apa Mas kali ini?” tanya Keira yang terpedaya dengan pengalihan pembicaraan Keinan.

‘Untung masih polos kaya anak kecil,’ batin Keinan.

“Kita pesan online aja. Kamu ambil handphoneku, pesan sendiri,” titah Keinan.

Keira dengan spontan mengambil handphone Keinan yang terletak di atas meja dan langsung membuka handphone Keinan. Ternyata handphone Keinan tidak disandi sama sekali. Padahal Keira pikir Keinan akan menutup rapat hal pribadinya. Namun, kalau dipikir-pikir hubungan dirinya dan Keinan saat ini justru semakin membaik. Padahal Keira pikir akibat surat perjanjian itu, hubungan suami istri mereka akan terasa dingin dan terkesan hidup masing-masing.

“Udah?” tanya Keinan yang menyadarkan Keira.

“Ah, kamu mau makan apa Mas?”

“Terserah kamu saja!” Keinan beranjak sambil sedikit mengusak rambut Keira dan berlalu begitu saja.

Keira terdiam terpaku dengan tindakan Keinan sambil memegangi kepalanya. Lalu, perlahan jantungnya mulai berdetak lebih kencang.

‘Apa ini?’

***

"Saya mau tanya ke kamu," ucap Keinan yang memecah keheningan saat Keira dan Keinan makan.

"Apa?" tanya Keira yang juga menghentikan aktivitas makannya.

"Untuk pembayaran semester kamu mulai sekarang berikan ke saya. Nanti biar saya yang transfer ke kamu."

Keira mengerutkan keningnya. "Bukan Ayah yang bayar?"

"Kamu sekarang istri saya Keira. Sudah tanggung jawab saya untuk menafkahi kamu. Termasuk untuk pembayaran kuliah juga," tutur Keinan pelan.

Keira sempat terdiam selama beberapa saat sebelum memutuskan untuk mengangguk mengerti. "Nanti aku akan kasih nominal yang harus dibayar."

Keinan mengangguk mengiyakan dan melanjutkan aktivitas makannya.

"Besok kamu ada mata kuliah?" tanya Keinan lagi.

"Ada, besok aku berangkat pagi," jawab Keira.

Setelah pertanyaan itu, baik Keira maupun Keinan tidak membuka obrolan sama sekali. Mereka hanya membiarkan keheningan malam membuat suasana semakin sepi di rumah itu.

"Saya sudah selesai. Saya masuk ke kamar dulu," pamit Keinan beranjak dari duduknya.

"Oh, oke Pak," jawab Keira acuh.

Keira lupa jika dirinya memanggil Keinan 'Pak' lagi.

Keinan yang sudah akan beranjak pergi kembali berbalik dan justru melangkah mendekati Keira.

'A-apa ini?' batin Keira.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status