Share

Pernikahan

Author: Mi Casa
last update Last Updated: 2023-10-03 10:54:00

“Iya sih, masih keliihatan oke, ganteng juga. Tapi, ya Tuhan … masa jodoh gue seumuran bapak-bapak gini, sih? Yang bener aja?” 

Nala akhirnya menerima tawara gila dari pria asing bernama Bastian Wilantara itu. Entah bagaimana latar belakang laki-laki itu, Nala sendiri tak tau sama sekali. Karena satu-satunya hal yang dirinya ketahui adalah usia laki-laki itu yang sepantaran dengan mamanya.

Pernikahan mereka dilaksanakan begitu kondisi Nala pulih sempurna. Sudah tidak memakai kursi roda, Nala kini bisa berdiri kokoh, dengan riasan yang begitu pas di wajahnya. Sayang, riasan indah itu tidak seindah senyumannya.

Dibanding Bastian, pengantin prianya itu justru menebar senyum merekah, seakan-akan menipu dunia bahwa dirinya bahagia dengan pernikahan ini. Sedangkan Nala, tersenyum kaku, seolah memamerkan ia benar-benar terpaksa menikahi bandot tua itu.

"Awas jangan lama-lama, lanjut nanti malam aja!"

Teriakan seorang tamu di pernikahan mereka, disusul dengan siulan bernada menggoda itu membuat Nala cepat-cepat menarik dirinya yang tengah ‘menikmati’ ciuman pertama mereka sebagai sepasang suami-istri.

“Congor siapa sih itu, nggak sopan banget!"

Nala memberikan tatapan yang ramai disebut bombastic side eye pada laki-laki yang duduk di bangku paling depan dan kini tengah tertawa lebar tanpa beban.

"Akh!" Nala memekik pelan saat tiba-tiba saja pinggangnya dirangkul posesif. Saat ia menoleh, yang didapatinya adalah senyuman manis Bastian. Deretan gigi putihnya terlihat dengan jelas, begitu juga dengan lesung pipitnya yang menambah pesonanya.

Mudah bagi Bastian untuk membaca raut wajah kesal Nala. Ia memajukan wajahnya agar lebih dekat dengan telinga istrinya dan berbisik, "Udah, nggak usah diladenin. Anggep aja orang gila."

Nala membalas lembut senyuman itu sembari melepaskan dengan perlahan tangan besar yang masih melilit pinggangnya. Agak tak nyaman untuknya.

“Oke, tapi nggak usah curi-curi kesempatan juga, dong, Om!” katanya sarkastik.

Pesta pun terus berlanjut hingga malam hari, kedua pengantin tampak sibuk memberikan senyuman hangat—ralat, hanya berpura-pura memberikan senyuman hangat sebagai balasan dari do'a yang dilontarkan para tamu undangan. Menyalami satu per satu tamu yang datang benar-benar terasa menguras semua tenaga yang ada.

Rasanya, tamunya tak habis-habis. Seperti seluruh penduduk di dunia ini turut hadir dalam acara kali ini.

Sorot mata Nala langsung membola saat melihat kehadiran kawan-kawannya yang tampak tersenyum ke arahnya. Seketika saja rasa lelahnya hilang.

Namun, mata Nala terus memutar … mencari sosok yang ingin ia lihat, tetapi tidak ditemukan. 

"Dewa mana? Kok nggak bareng kalian?" Temannya kurang satu, apakah yang dimaksud Diana tadi adalah Dewa?

"Oh—Dewa, anu, dia lagi sakit, Nal. BAB. Tapi udah nitip amplop sama gue kok, jadi aman.”

Teman-teman Nala bukan tak tau bagaimana latar belakang pernikahan sahabatnya itu. Namun, mereka juga tak bisa berbuat apa-apa dan hanya bisa memberikan doa serta harapan baik untuk Nala dan juga pernikahannya, semoga sahabatnya itu bahagia. 

Usai sesi foto bersama teman-temannya, kening Nala kembali dibuat berkerut melihat interaksi antara salah seorang teman laki-lakinya dan laki-laki yang telah resmi berstatus sebagai suaminya tersebut.

Samar, Nala mendengar apa yang diucapkan temannya itu.

"Tenang aja, Om. Ini obat ampuh banget biar nggak cepet loyo, bukannya mau ngeremehin Om nih ya, tapi umur emang nggak bisa dibohongin, Om." 

Tangan teman Nala itu bergerak pelan memasukkan sesuatu ke dalam kantung kemeja yang digunakan Bastian. Jangan lupakan senyuman jahil yang menghiasi bibirnya itu.

Bastian sendiri tampak menaikkan kedua alisnya dan membiarkan benda asing itu tersimpan masuk ke dalam sakunya, sebelum akhirnya teman Nala itu menepuk pelan pundaknya dua kali dan berlalu pergi. Sok akrab memang.

Tentu saja Nala tak bisa menahan senyum melihatnya, kelakuan temannya ini memang diluar brediksi BMKG. Sialnya senyuman itu tak berlangsung lama, Nala menghembuskan napas kesal saat melihat gerombolan temannya itu malah asik memakan berbagai macam hidangan yang tersedia. Memang, soal makanan tidak akan dilewatkan oleh mereka. Otak teman-temannya itu bisa dibaca dengan mudah, kaum mendang mending dan tak mau rugi seperti dirinya sendiri.

Melihat arah pandang Nala, Bastian pun sedikit mencondongkan tubuhnya agar bisa menjangkau Nala. "Laper? Mau aku ambilin makan dulu?"

Bisikan itu begitu dekat di telinga Nala, membuatnya terkejut karena tiba-tiba ada sesuatu yang hangat berembus di area sensitifnya. Buru-buru ia menggelengkan kepalanya serta menjauhkan dirinya. "Nggak usah, nanti aja makannya."

"Yakin? Masih sekitar satu jam lagi acaranya," tanya Bastian memastikan.

Nala memutar bola matanya malas, ia begitu sensitif saat ini. Rasanya melihat apapun yang suaminya lakukan padanya malah membuat emosinya semakin membara. Baginya, lebih baik laki-laki itu diam seperti patung saja. Ini juga, memangnya siapa lagi sih tamu yang belum datang? Kok banyak banget perasaan. Itu saja tidak ada yang dirinya kenal selain teman-temannya. "Iya, nanti aja. Tanggung. Udah deh, jangan bawel," balas Nala dengan nada sewot.

Bastian menganggukkan kepalanya, tak berniat memaksa jika si pemilik tubuh tak mau.

Satu jam setelahnya acara yang teramat panjang itupun benar-benar berakhir. Orang pertama yang merasa lega tentu saja Nala, karena secepatnya ia bisa melepaskan gaun yang berat ini dari tubuhnya.

"Biar saya bantu."

Kening Nala langsung berkerut saat melihat laki-laki yang usianya lebih cocok sebagai papanya itu melangkah mendekat ke arahnya, tangannya yang besar terulur untuk membuka resleting gaun yang dikenakannya. Rupanya kepekaan laki-laki itu begitu tinggi. Tentu saja Nala sendiri tak bisa menolaknya meskipun sebenarnya ia enggan, sebab tangannya sendiri tak mampu menjangkau bagian belakang tubuhnya.

Huh—Memang gaun pernikahan didesain seperti ini kah? Resleting dibuat susah untuk dibuka seorang diri agar pengantin wanita meminta bantuan pada suaminya untuk membukanya?

Nala menahan napas saat merasakan hembusan hangat itu menerpa punggungnya yang begitu polos. Bulu kuduknya merinding seketika, sebelum akhirnya ia memejamkan mata. Tiba-tiba saja otaknya malah membayangkan dirinya bersenggama dengan laki-laki tua. Dan, hal itu membuatnya terasa ingin muntah.

‘Palingan rasanya cuma kaya digelitiki capung, nggak bakalan berasa.’ Seketika, Nala kembali dihinggapi penilaian buruk terhadap Bastian, suaminya.

Mengingat akan malam pertama mereka, Nala seketika ingat juga pada sesuatu yang diberikan oleh temannya tadi pada Bastian.

"Om, kalau mau minta jatah malam ini, mendingan obat dari temen gue diminum dulu deh, Om.” Matanya kemudian melirik ke arah pangkal paha Bastian dengan tanpa minat. “Gue nggak mau ya, Om, kalau tiba-tiba Om udah loyo duluan pas gue belum selesai.” Seolah belum cukup, ia kembali melanjutkan lontaran isi hatinya. “Tenang, gue nggak berharap Om bakalan puasin gue juga kok. Gue sadar diri juga gimana kondisi partner-nya."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mendadak Dinikahi Om-Om   Bab 105. Happy

    Tiga tahun kemudian"Mas, gendongg." Rengek Saluna, bocah yang hampir menginjak usia pendidikan pertama itu merengek pada sang kakak, tangannya terbentang luas meminta agar segera digendong.Bastian dan Nala yang sama-sama menuruni anak tangga dan melihat tingkah putrinya itu hanya menggelengkan kepala. Kedekatan antara Adimas dan Saluna sudah bisa diibaratkan seperti lem, saling menempel, meskipun lebih tepatnya Saluna yang selalu ingin ikut dengan kakaknya.Merogoh ponselnya dalam saku celana, Nala pun mengambil potret buah hatinya itu. Dimana Saluna yang masih merentangkan tangannya, sementara Adimas sengaja menggoda adiknya. "Adek, kan udah gede. Berat kalau digendong, kasihan Mas-nya.""Aaaa. Adek mau digendong Mas." Tak terima ditegur begitu saja, bocah kecil ini melipat kedua tangannya di depan dada, persis seperti orang yang tengah merajuk. "Mas," panggil Saluna pada Adimas dengan mata yang sudah mulai berkaca-kaca.Runtuh sudah pertahanan Adimas dalam misi mengganggu sang adi

  • Mendadak Dinikahi Om-Om   Bab 104. Nggak Boleh Ngalah Terus

    Sesuai rencana, hari ini keluarga kecil Bastian dan Nala mengadakan liburan singkat. Dufan, adalah tempat yang dipilih keluarga kecil ini.Sepanjang perjalanan, Adimas kecil yang duduk di belakang lebih banyak diam, bahkan hanya sesekali saja menimpali pertanyaan yang Nala atau Bastian lontarkan, mungkin karena masih belum nyaman."Mas, nanti mau naik apa?" tanya Nala yang langsung menoleh ke belakang, terlihat antusias sekali mengajak bicara anak laki-lakinya ini.Si kecil yang tadinya fokus memandang ke arah luar jendela pun lekas menoleh ke arah Nala. "Terserah aja, Ma. Adek mau main apa?""Adek nanti naik yang puter-puter aja sama Mama. Nanti Mas main sama Papa, ya. Seneng-seneng, biasanya Mas kalau sama papa Garren naik apa?""Biasanya naik bumcars, Ma.""Oke. Nanti naik sama Papa." Sahut Bastian yang membuat percakapan ini berakhir.Sesampainya di lokasi tujuan, dengan sigap Bastian menggandeng tangan kecil Adimas disisi kanannya, sementara tangan kirinya dikenakan untuk menyang

  • Mendadak Dinikahi Om-Om   Bab 103. Pendekatan

    Hari ini Bastian sudah kembali disibukkan dengan pekerjaannya. Bastian sengaja memberi jeda untuk Adimas beradaptasi di rumah ini terlebih dahulu beberapa hari sebelum membiarkan anak kecil itu kembali beraktivitas di sekolah.Dibandingkan kemarin, hari ini Adimas lebih banyak makan. Mungkin lebih merasa nyaman berada di sini perlahan-lahan, meskipun tak jarang juga bocah kecil ini ragu-ragu bersuara atau lebih memilih memendam diri.Seperti saat ini, saat Nala tengah sibuk mengecek Saluna. Adimas kecil yang berada di samping tampak seperti ingin mrnawarkan bantuan, tapi tak berani bersuara."Mas Dimas, boleh minta tolong, nggak?""Boleh." Langsung saja anak kecil itu membalasnya dengan penuh semangat.Tak dapat Nala menyembunyikan senyuman tipisnya, terlebih dahulu ia mengusap sayang puncak kepala anak laki-lakinya. "Tolong ambilin pempers adek di sana, Mas." Nala menunjuk pada pojok ruangan. Dengan cepat Adimas langsung beranjak dari posisi duduknya dan setengah berlari menuju area

  • Mendadak Dinikahi Om-Om   Bab 102. Adimas

    "Ren, lo pasti bisa, Ren. Percaya sama gue." Bastian mencengkeram pelan punggung tangan Garren. Mayakinkan laki-laki itu jika semuanya akan baik-baik saja.""Huwaaa. Pa, Papa ayo besok main, Pa. Pengen main bola." Suara isakan tangis terselip dalam rengekan anak laki-laki berusia sekitar lima tahun itu. Matanya memerah dengan air mata yang terus membasahi pipi tembamnya, ingusnya bahkan sudah meleber ke area pipi. "ayo, Pa, bangun. Kita pulang, nggak suka di sini." Tangan kecil itu terus berusaha mengguncang tubuh besar yang tengah berbaring di depannya ini.Bangunan rumah sakit menjadi tempat di mana do'a tulus sering dilangitkan dengan sepenuh hati, bahkan lebih tulus dan dalam dari pada di rumah ibadah sekalipun.Nala sendiri tak dapat menahan bendungan air matanya melihat anak kecil bernama Adimas itu terus merengek. Menarik tangan papanya, seakan ingin cepat membawa laki-laki itu pergi dari tempat ini.Melihat bagaimana reaksi anak semata wayangnya membuat Garren tertawa pelan, t

  • Mendadak Dinikahi Om-Om   Bab 101. Jalan Masing-Masing

    Sentuhan terakhir, Nala menambahkan bando manis untuk putri kecilnya. Disambut dengan gelak tawa dan tubuh mungil itu yang meronta-ronta, terlihat senang sekali."Nah, anak Mama udah cantik banget." Tak rela jika harus melewatkannya begitu saja, Nala langsung mencium wajah putrinya bertubi-tubi, gemas sekali rasanya. Tangannya langsung terulur untuk meraih kasar ponselnya di atas nakas, setiap momen harus diabadikan. Nala mengambil beberapa gambar mengemaskan Saluna, sebelum membawa gadis itu dalam gendongannya, mengajak foto bersama.Puas dengan banyak gambar yang berhasil diambilnya, Nala pun langsung meraih tas dan membawa putrinya pergi. Baru saja Dewa mengatakan sudah hampir sampai, Dina tak bisa menjemputnya karena berangkat bersama Argi. Terlalu mutar jauh jika menjemputnya terlebih dahulu.Timingnya pas sekali. Baru saja Nala selesai dengan menutup pintu, mobil putih itu berhenti tepat di depan rumahnya. Dengan senyuman lebar, Nala yang menggendong Saluna menghadap depan itupu

  • Mendadak Dinikahi Om-Om   Bab 100. Papa Bas dan Mama Nal

    "Mbrrr hik hik hik.""Loh! Kok nyembur." Nala pura-pura kaget, melihat putri kecilnya yang menyemburkan air susu dimulutnya. Bukannya takut, gadis mungil ini justru tertawa lebar menunjukkan gusi lucunya sembari bertepuk tangan. Mamanya terlihat menggemaskan di matanya."Abmrrrr."Nala meletkkan putri kecilnya di atas ranjang, tak lupa memberikan mainan gigit-gigitan padanya. Langsung saja Saluna memainkannya, menggigit-gigitnya. Tak terasa gadis kecil ini akan segera memasuki fase pertumbuhan gigi.Tak berselang lama Bastian pun datang dengan handuk kecil di kepalanya, menggosok-gosoknya agar rambut basahnya lekas mengering.Melihat buah hatinya berbaring riang di atas ranjang membuat Bastian langsung melompat menyusul putrinya, melemparkan asal handuk kecil yang tadi dikenakannya. Tanpa permisi laki-laki beranak satu itupun langsung mencium wajah putri kecilnya bertubi-tubi. "Ih anak papa lagi apa, emesnya. Emesnya anak Papa. Mwah mwah mwah.""Hek hek." Bibir Saluna langsung mengeru

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status