LOGIN"Darren"
Usai diturunkan dari gendongan perempuan itu Darren langsung berlari dengan kaki kecilnya menuju Mas Deva lalu memeluk kakinya. Segera Mas Deva mengangkat Darren ke dalam gendongannya. Sungguh tatapanku tak bisa berpaling sama sekali dari si kecil imut Darren,, dia imut sekali. Dalam gendongan Mas Deva Darren terlihat mengintip ke arahku. Sontak saja aku tersenyum,, "Hai Darren" seraya melambaikan tangan. Dia tak menjawab melainkan menyembunyikan wajahnya ke leher Mas Deva. Senyumku seketika surut,, apa wajahnya menyeramkan? ku raba wajahku perasaan wajahku biasa-biasa saja,, aku juga tersenyum kok. Ahh sudahlah mungkin karena baru pertama kali bertemu saja nanti juga bakal gak takut lagi. "Mas apa kabar sudah lama ya kita gak bertemu?" ucap perempuan yang ia tak tahu namanya itu. "Hmm" astaga pria ini cuek sekali padahal tengah berbicara dengan perempuan cantik lohh. Bahkan wajahnya pun tetap flat tak ada ekspresi sama sekali. Perempuan itu terlihat canggung karena Mas Deva menjawabnya singkat-singkat. "Ohh iya ini siapa Mas?" tapi perempuan ini hebat lohh dia tak menyerah bahkan setelah mendapat reaksi dingin Mas Deva. "Dena,, calon istri saya" Ku ulurkan tanganku padanya memasang senyuman terbaikku biar kelihatan ramah,, "Salam kenal ya saya Dena" "Ohh iya salam kenal,, saya Sherly adiknya Mbak Tika, mantan istri Mas Deva" ucapnya jutek tanpa menerima uluran tanganku. Dengan canggung ku tarik kembali uluran tanganku meremasnya pelan. Lagi-lagi uluran tangannya tak dihiraukan. Moodnya terjun bebas menghadapi dua manusia menyebalkan ini. Gak ibu gak anak sama saja. Nyesel banget tadi dirinya memuji dia cantik. "Emm Mas aku boleh gak nginep di rumah kamu soalnya aku masih mau main sama Darren,, aku masih kangen?" matanya sontak melotot mendengar ucapannya. Bisa ya dia bilang mau menginap di rumah pria padahal di sini ada calon istrinya lohh. "Tidak!!" Wajah Sherly berubah murung,, "Kenapa?" "Ada beberapa alasan salah satunya karena saya sudah punya calon istri. Apa yang bakal dia pikirkan kalau saya mengizinkan perempuan lain menginap di rumah saya?" ku gulirkan pandanganku cepat ke arah Mas Deva. Dia memikirkan perasaanku? entah kenapa hatinya berbunga-bunga hanya karena mendengar ucapannya. "Pasti Mbak Dena gak masalah, iyakan Mbak? aku kan cuman mau main saja dengan Darren masa gitu saja Mbak gak memperbolehkan. Egois banget!" "Aku,," "Kalau pun Dena gak masalah saya yang akan mempermasalahkan. Lagian gak etis jika kamu harus menginap di rumah mantan kakak ipar kamu. Jika dulu saat saya masih bersama kakak kamu saya gak masalah kamu mau menginap entah itu seminggu atau bahkan sebulan karena kamu adik ipar saya" "Ada apa ini?" ibunda Sherly keluar membawa nampan di tangannya yang berisi air dan cemilan. "Ma aku mau menginap di rumahnya Mas Deva tapi wanita itu gak memperbolehkannya" pengaduannya sangat-sangat membuatku tercengang. Dia bilang apa? ia tak memperbolehkannya? perasaan daritadi dirinya diam kok sekarang malah yang dituduh. "Jaga bicara kamu Sherly saya yang tidak memperbolehkan kamu untuk menginap di rumah saya!!" nada suara Mas Deva terdengar begitu tegas dan tak suka. "Ishh Mas Deva jahat!!" perempuan itu berbalik pergi begitu saja sambil menghentakkan kakinya ke lantai. Dasar perempuan sinting,, makiku dalam hati. "Deva,," "Tidak Ma" ibunda Sherly itu langsung diam seribu bahasa tapi tatapannya begitu tajam menatap ke arahnya. Heyy memang apa salahnya kan yang tidak mengizinkan Mas Deva kenapa aku yang ditatap tajam? "Deva pulang dulu Ma" "Tapi,," "Assalamualaikum Ma,," "Waalaikumsalam" mereka pun pergi setelah mencium tangan wanita paruh baya tersebut. ... Lagi dan lagi suasana di dalam mobil terasa begitu awkward. Sepanjang jalan rahang Mas Deva mengetat tatapannya pun lebih tajam dari sebelumnya. Tau begitu mendingan ia tadi memilih duduk di belakang saja bersama dengan Darren walaupun sama-sama canggung tapi tak secanggung duduk di samping Mas Deva. "Kamu mau mampir dulu?" "Hah?" "Kamu mau mampir dulu kemana gitu atau mau beli sesuatu?" "Ohh gak usah Mas" kembali mereka saling diam. Ku lirik Darren lewat kaca spion tengah dia anteng sekali duduk diam tak bersuara. "Ohh boleh tidak kita beli es cream saja?" "Boleh" "Oke kita beli es cream" hmm,, anak kecil pasti suka es cream kan? "Mas" panggilku berbisik. Mas Deva menoleh sekilas ke arahku mengangkat satu alisnya, "Ada apa?" "Darren suka es cream kan?" Pria itu terdiam sejenak dengan setia aku menunggu jawabannya. "Suka kan?" "Suka" "Oke kita beli es cream" putusku. ... Akhirnya mereka bertiga sampai di kedai es cream segera saja turun dari mobil berjalan masuk ke dalam. Berdiri di depan gelato showcase,, memilih ws cream yang mereka suka. Ia menoleh pada Darren yang berada di gendongan Mas Deva,, "Darren mau es cream yang rasa apa?" Lama Darren terdiam menyembunyikan wajahnya di pundak Mas Deva. "Darren gak mau es cream? yaudah kita pulang saja" "Darren mau,," senyumku seketika mengembang akhirnya bisa membuat bocah kecil itu bersuara. Ahhh bukan hanya wajah suaranya pun imut sekali,, gemas dehh. "Kalau begitu Darren mau es cream yang mana" perlahan Darren berani menatap ke arahku dengan mata lebarnya itu. Sepertinya dirinya jatuh cinta dengan bocah kecil imut ini. Darren menoleh pada Mas Deva memanggilnya pelan,, "Papa" "Jawab dong ke tantenya Darren mau es cream rasa apa kan tantenya yang tanya!" Bocah kecil itu kembali menoleh ke arahnya,, "Cokat" cokat? ohh maksudnya coklat kali ya. "Oke" "Kalau Mas mau juga gak es creamnya?" "Samakan saja sama punya kamu" lantas ia pun mulai memesan menyebutkan satu-satu pesanan mereka. Untuk dia dan Mas Deva ia memilih untuk memesan cookies and cream,, kesukaannya. Entah Mas Deva akan suka atau tidak,, dia sendiri lohh yang bilang untuk memesankan yang sama dengannya. Lanjut mereka duduk di kursi depan. Kedai es cream ini memang ada yang indoor ada juga yang outdoor jadi mereka memilih yang outdoor saja sambil menikmati lalu lalang kendaraan. "Ini punya Darren dan ini punya Mas, silahkan menikmati" reflek tatapannya menatap Darren lamat-lamat,, menunggu ekspresi yang akan ditampilkan bocah kecil itu. Satu suapan telah masuk. Hmm kenapa reaksinya biasa saja? apa dia gak suka? "Darren gak suka sama es creamnya?" penasaran ia pun bertanya. "Darren suka" ucapnya. Karena Darren duduk tepat di sebelahnya ia jadi bisa melihat lebih jelas saat bulu matanya naik-turun,, lucu sekali. "Hmm tapi kenapa ekspresi kamu biasanya saja?" "Dia suka kok sudahlah kamu makan saja!!" hah,, like father like son. Benar-benar jiplakan Mas Deva,, minim ekspresi. Bagaimana bisa dirinya dikelilingi orang-orang minim ekspresi begini. Sepertinya hari-harinya ke depan akan susah.Satu tahun kemudian. Deva, Dena dan si kecil Darren berhenti melangkah saat tiba di depan sebuah makam bertuliskan Atika. "Darren kasih bunganya sama Mama Atika!" perintah Dena pada Darren yang tengah membawa sekuntum bunga mawar di tangan. Darren menurut dia meletakkan bunga tersebut di atas makam Mama kandungnya, menyandar pada baru nisannya. Kemudian Dena juga menaburkan bunga serta air di atas makam wanita itu dan terakhir mereka berdoa bersama. Mbak sudah satu tahun berlalu dan aku masih menepati janjiku untuk menjaga anak kamu. Kamu yang tenang ya di sana, ucap Dena dalam hati. "Kalian ada di sini?" spontan ketiga orang itu menoleh mendengar suara yang sangat mereka kenali. "Sherly, kamu datang juga?" "Iya, sekarang hari peringatan 1 tahun kepergian Kak Atika" menjawab pertanyaan Dena. "Mas,," sapa Sherly pada Deva. Deva mengangguk sebagai balasan sapaan Sherly. "Hai ponakan Tante" giliran Sherly menyapa keponakannya itu. "Halo Tante," balas Darren. ..
Dena sampai di lobby kantor Deva, dia langsung menuju lift dan masuk ke sana. Tombol lantai paling atas dia tekan, yahh dia akan ke sana tepatnya dia akan ke rooftop perusahaan suaminya. Untuk urusan apa? entahlah, tadi saat tengah asik nonton televisi ada sebuah panggilan masuk, nomornya tak dia ketahui. Takut bahwa itu telfon penting dia pun mengangkatnya dan ternyata yang telfon adalah Atika, mantan istri suaminya. Dia menyuruhnya untuk ke rooftop perusahaan pria itu katanya sih ada yang ingin dia bicarakan, penting entahlah seberapa penting yang dia maksudkan. Jadi di sinilah dia,,, "Ada apa?" tanyaku begitu sampai di belakang mantan istri suaminya itu. Atika yang semula membelakangi Dena membalikkan badan lalu tersenyum tipis. Kenapa dia tersenyum,,? bertanya-tanya dalam hati. "Dena,," Atika melangkahkan kaki lebih mendekat ke arah Dena. Dena sontak mundur bukan karena takut melainkan jaga-jaga saja, dia juga tak percaya dengan wanita itu. Siapa tau dia tiba-tib
Keluarga kecil Dena dan Deva tengah menjalankan sarapan bersama seperti pagi-pagi biasanya, namun kali ini ada yang beda karena suasana di meja makan begitu sunyi, ketiganya kompak diam, menutup mulut rapat-rapat.Deva tak terbiasa dengan ini, merasa aneh karena istrinya sepanjang sarapan terus saja diam seribu bahasa.Usai sarapan bersama Dena tetap melakukan kebiasaannya, mengantarkan anak dan suami ke depan.Deva telah membantu Darren untuk duduk di kursi samping kemudi namun setelah itu dia tak langsung masuk ke dalam mobil melainkan menghampiri Dena.Dia tak bisa terus-terusan dalam suasana seperti ini dengan Dena, mereka harus bicara."Kamu baik-baik saja?" tanya Deva."Hah?" ujar Dena tak mengerti, wajahnya terlihat bingung."Dari kemarin kamu diam, kamu baik-baik saja, kan?" mengulang pertanyaannya lagi."Aku gapapa" sembari menggeleng pelan.Katanya kalau perempuan bilang gapapa artinya malah kebalikannya, entah benar atau tidak,, pikir Deva."Kalau ada masalah cerita sama a
"Dena kenapa gak langsung masuk, kenapa berdiri di sini?" Dena tersentak dari lamunannya. Dia menatap sang suami dalam diam. Tadi dia gak salah lihatkan penampilan Atika berantakan apalagi yang membuatnya begitu salah fokus adalah lipstiknya belepotan, mereka habis ngapain di dalam ruangan cuman berdua? Pikiran Dena tak luput dari segala pikiran-pikiran negatif. Yahh, bagaimana bisa berpikir positif setelah melihat hal seperti itu."Dena,,?" Deva memegang lembut lengan Dena, "Kenapa? kenapa diam saja?" "O-ohh gapapa,," menggelengkan kepala pelan.Dari jarak sedekat ini Dena bisa mencium bau parfum perempuan yang menguar dari baju suaminya dan bau parfum itu familiar, sama seperti bau parfum Atika."Kayaknya aku harus pergi sekarang tiba-tiba teringat ada urusan, aku pergi dulu Mas" tanpa menunggu jawaban sang suami Dena membalikkan badan dan pergi begitu saja."Ehh,," terlambat, Dena keburu jauh."Dia kenapa?" gumam Deva bingung sendiri.Kembali ke Dena, dalam lift wanita itu ter
Dengan langkah lebar Atika berjalan menuju ruangan kerja Deva di perusahaan. Terlihat raut wajahnya seperti menahan tangis, entah apa yang membuatnya menjadi seperti itu.Brak,,Suara kencang terdengar tatkala Atika membuka dan membanting pintu ruangan Deva dengan kencang.Seketika Deva yang berada di dalam ruangan terkejut bukan main mendengar suara keras barusan. Dia sontak mendongakkan kepala, alisnya mengerut melihat mantan istrinya berdiri di ambang pintu, "Atika kamu apa-apaan sih?" dengan suara tegas dia bertanya.Tanpa mengatakan sepatah katapun Atika kembali melangkahkan kaki mendekati meja kerja Deva dan langsung memeluk tubuh atletis pria itu."Atika kamu apa-apaan sih lepasin, ngapain peluk-peluk gini?" Deva berusaha mendorong namun pelukan Atika begitu kuat."Mas,," suara Atika bergetar disusul bahunya ikut bergetar naik-turun, rupanya dia tengah menangis.Kenapa dia tiba-tiba menangis?? bertanya-tanya sendiri dalam hati."Atika lepas dulu takut ada yang melihat, nanti
PLAK,,"BERLUTUT!!" bentak seorang wanita paruh baya kepada wanita di depannya yang berstatus sebagai anak."Ma,,""Berlutut Atika!!" bentaknya lagi memotong ucapan Tika.Tika menurut dia langsung berlutut sesuai perintah sang Mama.Mama Tiwi berjalan mendekati soga lalu duduk di sana, menumpangkan kaki kanan ke kaki kiri, "Kenapa sampai sekarang kamu belum juga juga bisa rujuk dengan Deva?" "Ma Deva sudah punya istri jadi gak mungkin aku rujuk dengan dia" "Kenapa memangnya kalau Deva sudah punya istri seharunya kamu itu lebih penting dari istrinya karena kamu sudah memberikan dia anak, memberikan dia pewaris" Tiwi menghela nafas panjang dan kasar, tangannya mengepal.Bagaimana dia harus memberikan pengertian pada Mamanya kalau memang dia dan Mas Deva tak mungkin bisa rujuk kembali, kenapa Mamanya sangat ngotot menyuruhnya kembali pada pria itu sih? Dia tersiksa, dia tak mencintainya,,"Mama gak mau tau kamu harus bisa kembali rujuk dengan Deva, Mama hanya mau dia yang menjadi me







