Share

Bab 1

Author: annauthor
last update Last Updated: 2025-02-01 08:15:30

"Hoam... Mami!!" ia menuruti tangga dengan mata setengah terpejam.

Matanya lengket banget rasa-rasa ingin tidur kembali memeluk guling empuknya tapi apa daya perutnya sudah keroncongan minta diisi.

"Anak gadis jam segini baru bangun belum mandi pula!!" omel wanita kesayangannya.

"Makan dulu Mi Dena laper" ucapnya dengan mata setengah terpejam.

"Setidaknya mandi dulu kamu gak malukah?"

"Kenapa harus malu Mami kan biasa lihat aku begini?"

"Iya Mami mah sudah biasa tapi kamu gak malu itu dilihat Nak Deva?" otaknya seketika ngeblank,, Nak Deva? Deva? Deva siapa?

Deva,, Deva,, Deva? ulangnya dalam otak selama beberapa kali.

Tunggu,,

Matanya berubah segar tanpa sisa kantuk sama sekali,, menoleh pada seorang pria yang tengah duduk diam di ruang tamu sontak matanya melotot,, "Mami!!" serunya kencang.

Kemudian secepat kilat ia membalikkan badan berlari menaiki tangga, "Mami kenapa gak bilang!!" seraya berseru kencang.

"Astaga anak itu. Maaf ya Nak Deva Dena itu kadang-kadang masih suka kekanak-kanakan" masih bisa ia dengar perkataan Maminya itu walaupun sedikit samar.

Brakk,,

Pintu ia tutup kencang sampai menimbulkan suara berdebam keras.

Sensasi panas menjalar di pipinya perlahan wajahnya berubah memerah seperti kepiting rebus.

"Ishh malu banget" ia tangkupkan pipinya dengan telapak tangan.

"Ngapain juga sih itu orang pagi-pagi sudah ada di sini?"

Sontak saja ia berlari menuju kaca melihat bagaimana penampilannya saat ini,, "Astaga,," sungguh ia amat terkejut melihat penampilannya saat ini. Rambutnya kayak singa muka juga buluk banget.

"Ishh mau ditaruh mana muka aku setelah ini" udahlah hancur sudah image dan harga dirinya.

Sebenarnya gak selebay itu juga sih.

Berbalik badan ingin ke kamar mandi. Setidaknya ia harus cuci muka dulu walaupun tidak mandi.

Tapi tatapannya salah fokus dengan jam di atas nakas buru-buru berlari menuju nakas samping tempat tidurnya. Ia ambil itu jam,, "Hah sudah jam 9"

Ternyata memang bukan pagi lagi sudah menjelang siang ini. Nyatanya dia yang bangun kesiangan.

Ia menggaruk kepala. Sekarang kira-kira apa yang pria itu pikirkan tentangnya? pasti dia berpikir bahwa dirinya adalah wanita pemalas.

Padahal kan,, yahh memang dia siang sih bangunnya.

"Hah,, bagaimana ini?"

Apa dirinya tetap di kamar saja gak usah ia temui?

Tok... Tok... Tok.

"Dena sudah selesai belum kenapa lama sekali buruan turun?!" gagal sudah. Baru saja dia pikirkan opsi itu teriakan my Mami sudah menyambutnya.

Udahlah,, tebal muka saja seakan-akan tak terjadi apa-apa.

"Dena!!"

"Iya Ma sebentar!!" balasnya berteriak.

Lantas buru-buru ia pergi ke kamar mandi setelah menyambar handuk. Sebenarnya ia malas mandi tapi untuk saat ini dirinya harus,, wajib mandi.

Kalau biasanya? hahaha cukup satu kali sehari. Yang penting mandi daripada gak sama sekali. Tinggal pakai parfum yang banyak selesai deh,, gak akan kentara kalau kita gak mandi.

...

Kini dirinya dan Mas Deva sudah berada di dalam mobil,, entah kemana tujuan mereka saat ini. Kenapa tadi dirinya ngikut-ngikut aja ya?

Beberapa kali tanpa sadar matanya melirik pria yang sebentar lagi menjadi suaminya itu.

Mana suasana di dalam mobil terasa awkward lagi,, pria itu tak mengeluarkan sepatah kata apapun.

Haruskah dia bertanya tentang kemana tujuan mereka kali ini?

Ahh tidak-tidak,,

Akhirnya ia mengurungkan niat berakhir menatap jalanan lewat jendela mobil tapi karena ia orang yang aktif baru sebentar saja rasanya sudah bosan.

Hah dia harus ngapain lagi ya? apa masih jauh?

Kemudian ia pun mengeluarkan ponsel demi membunuh kebosanan yang tengah ia rasakan.

"Kamu bosen?"

"Apa?" kaget spontan dirinya menoleh kepada Mas Deva.

"Kamu bosen?"

Menggaruk kepala,, "Hahaha kelihatan jelas ya Mas?"

"Hmm,,"

Ishh cuek banget sih ini orang. Aku kan jadi mati kutu.

"Ada camilan di situ"

"Hah?"

"Di situ ada camilan makanlah!!" ulangnya.

"O-ohh iya Mas,,"

"Di dashboard mobil"

Kemudian ia pun membuka dashboard mobil dan benar saja ada beberapa macam camilan di dalamnya, semua favoritnya lagi.

Kenapa bisa ada camilan di sini? punya siapa? jangan-jangan punya anaknya. Bagaimana kalau anaknya mencari cemilan ini nantinya?

"Tapi ini punya siapa Mas?"

"Makan saja gak usah banyak tanya!!"

"O-ohh iya,,"

Yaudahlah makan saja lagian semuanya cemilan kesukaannya.

Ia pun membuka satu bungkus camilan yang sangat ia sukai,, berbentuk stik dengan rasa keju.

"Ohh iya Mas tiba-tiba banget jemput ke rumah gak bilang-bilang lagi"

Mas Deva menoleh sekilas lalu kembali fokus dengan jalanan di depannya.

"Saya kan sudah mengirim pesan ke kamu"

Sontak keningku mengerut. Mengirim pesan? kapan?

"Kapan Mas Deva kirim pesan ke aku?"

"Kamu sudah baca lohh Dena pesan dari saya"

"Iyakah?" lantas ia mengutak-atik ponselnya membuka aplikasi untuk berkirim pesan.

"Mana Mas gak ada?"

"Ada"

"Tunggu!! jangan bilang yang semalem,,?"

"Iya itu saya" potong pria itu.

"Aku kira itu orang iseng. Kenapa Mas gak nyantumin identitas sama sekali terus pesannya cuman berisi besok saya jemput?"

Coba,, gak aneh kan kalau dirinya berpikir itu orang iseng kalau isi pesannya begitu?! to the point sih to the point tapi pria ini terlalu to the point.

"Okay,, aku simpen nomernya Mas" lantas ia pun menyimpan nomer pria itu dengan nama Mas Deva dengan emoji kedinginan.

"Terus sebenarnya kita mau ke mana dari tadi kok gak sampai-sampai?"

"Kita bakal jemput Darren"

"Darren?"

"Anak saya"

"Ohh,, jemput ke mana?"

"Ke rumah neneknya"

Neneknya berarti mantan mertua Mas Deva?

Oh iya dirinya gak tau alasan perceraian pria itu dengan mantan istrinya,, yahh terlalu banyak hal yang ia tak tahu tentang pria itu.

Ia tau pria itu bercerai saja dari Maminya, beliau yang bilang kepadanya kemarin saat pertemuan untuk membahas perjodohan mereka.

"Ohh jadi Darren menginap di sana?"

"Hmm,,"

Sisa perjalanan mereka dibarengi dengan keterdiaman masing-masing hanya terdengar suara yang ia hasilkan dari mengunyah camilan.

...

Satu jam ia bertahan di situasi tak mengenakkan itu. Ia pantas sih mendapat penghargaan karena bisa bertahan selama itu di situasi yang kalian tau sendiri lah ya bagiamana.

"Akkhh akhirnya sampai juga" turun dari mobil ia mulai merenggangkan punggungnya.

Punggungnya terasa pegal karena duduk selama satu jam lamanya di dalam mobil.

"Ayo!!" Mas Deva langsung saja berjalan menuju sebuah rumah mewah dengan gaya eropa klasik,, catnya dominan berwarna putih.

"Assalamualaikum,," ucap pria itu.

Dirinya sendiri senantiasa mengikuti bagai anak itik di belakang pria itu.

"Nak Deva kamu sudah datang?" suara lembut seorang wanita terdengar dari dalam rumah.

Mengintip sedikit dilihatnya seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik berjalan menuju pintu,, jalannya amat anggun sekali.

Berbeda sekali dengan dirinya yang petantang-petenteng.

Petantang-petenteng kalau ditantang kayak ayam sayur. Ihh apasih Dena kebanyakan scroll tok-tok nih.

"Ma" pria itu pun menyalami tangan wanita paruh baya tersebut.

"Iya,, gimana perjalanan amankan?"

"Aman Ma"

"Ehh ini siapa?"

Ini perasaannya saja atau ekspresi ibu-ibu itu memang berubah saat melihatnya?

"Ini Dena Ma calon istri Deva"

"Halo Tante saya Dena" ku ulurkan tangan namun tak mendapat sambutan baik dari wanita paruh baya tersebut.

"O-ohh calon istri. Yaudah ayo masuk Deva biar Mama panggilin Darren,, dia di atas lagi main sama tantenya!" beliau pun menggiring Mas Deva masuk. Yahh hanya Mas Deva sedangkan dia ditinggal begitu saja bahkan dengan tangan yang masih menggantung di udara.

Ia pun menurunkan kembali uluran tangannya dengan perasaan canggung.

Ishh dasar nenek-nenek peot nyesel aku tadi bilang dia cantik.

Tak lama Mas Deva balik lagi menarik tangannya, "Ayo masuk Dena ngapain bengong?"

"Mas kayaknya mantan mertua kamu gak suka deh sama aku"

"Husstt jangan bicara yang aneh-aneh!"

"Ishh tapi bener Mas,,"

"Sudahlah!"

"Ishh yaudah kalau gak percaya" ku sentak tangan Mas Deva sampai genggaman tangan kami terlepas lalu ia melengos begitu saja.

Lalu mereka pun duduk di sofa menunggu Darren turun.

"Mas Deva kamu datang?"

"Hmm"

Seorang perempuan cantik tengah menggendong bocah laki-laki menuruni tangga.

Si kecil itu pasti Darren lalu perempuan itu siapa ya apa mantan istri Mas Deva?

Ahh tapi bodo amatlah siapapun dia.

Ia salfok dengan si kecil Darren,, imut sekali.

Pipinya tembem terus matanya lebar dengan bulu mata lentik,, imut sekali jadi pengen gigit pipinya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mendadak Jadi Ibu Tiri   Bab 60

    Satu tahun kemudian. Deva, Dena dan si kecil Darren berhenti melangkah saat tiba di depan sebuah makam bertuliskan Atika. "Darren kasih bunganya sama Mama Atika!" perintah Dena pada Darren yang tengah membawa sekuntum bunga mawar di tangan. Darren menurut dia meletakkan bunga tersebut di atas makam Mama kandungnya, menyandar pada baru nisannya. Kemudian Dena juga menaburkan bunga serta air di atas makam wanita itu dan terakhir mereka berdoa bersama. Mbak sudah satu tahun berlalu dan aku masih menepati janjiku untuk menjaga anak kamu. Kamu yang tenang ya di sana, ucap Dena dalam hati. "Kalian ada di sini?" spontan ketiga orang itu menoleh mendengar suara yang sangat mereka kenali. "Sherly, kamu datang juga?" "Iya, sekarang hari peringatan 1 tahun kepergian Kak Atika" menjawab pertanyaan Dena. "Mas,," sapa Sherly pada Deva. Deva mengangguk sebagai balasan sapaan Sherly. "Hai ponakan Tante" giliran Sherly menyapa keponakannya itu. "Halo Tante," balas Darren. ..

  • Mendadak Jadi Ibu Tiri   Bab 59

    Dena sampai di lobby kantor Deva, dia langsung menuju lift dan masuk ke sana. Tombol lantai paling atas dia tekan, yahh dia akan ke sana tepatnya dia akan ke rooftop perusahaan suaminya. Untuk urusan apa? entahlah, tadi saat tengah asik nonton televisi ada sebuah panggilan masuk, nomornya tak dia ketahui. Takut bahwa itu telfon penting dia pun mengangkatnya dan ternyata yang telfon adalah Atika, mantan istri suaminya. Dia menyuruhnya untuk ke rooftop perusahaan pria itu katanya sih ada yang ingin dia bicarakan, penting entahlah seberapa penting yang dia maksudkan. Jadi di sinilah dia,,, "Ada apa?" tanyaku begitu sampai di belakang mantan istri suaminya itu. Atika yang semula membelakangi Dena membalikkan badan lalu tersenyum tipis. Kenapa dia tersenyum,,? bertanya-tanya dalam hati. "Dena,," Atika melangkahkan kaki lebih mendekat ke arah Dena. Dena sontak mundur bukan karena takut melainkan jaga-jaga saja, dia juga tak percaya dengan wanita itu. Siapa tau dia tiba-tib

  • Mendadak Jadi Ibu Tiri   Bab 58

    Keluarga kecil Dena dan Deva tengah menjalankan sarapan bersama seperti pagi-pagi biasanya, namun kali ini ada yang beda karena suasana di meja makan begitu sunyi, ketiganya kompak diam, menutup mulut rapat-rapat.Deva tak terbiasa dengan ini, merasa aneh karena istrinya sepanjang sarapan terus saja diam seribu bahasa.Usai sarapan bersama Dena tetap melakukan kebiasaannya, mengantarkan anak dan suami ke depan.Deva telah membantu Darren untuk duduk di kursi samping kemudi namun setelah itu dia tak langsung masuk ke dalam mobil melainkan menghampiri Dena.Dia tak bisa terus-terusan dalam suasana seperti ini dengan Dena, mereka harus bicara."Kamu baik-baik saja?" tanya Deva."Hah?" ujar Dena tak mengerti, wajahnya terlihat bingung."Dari kemarin kamu diam, kamu baik-baik saja, kan?" mengulang pertanyaannya lagi."Aku gapapa" sembari menggeleng pelan.Katanya kalau perempuan bilang gapapa artinya malah kebalikannya, entah benar atau tidak,, pikir Deva."Kalau ada masalah cerita sama a

  • Mendadak Jadi Ibu Tiri   Bab 57

    "Dena kenapa gak langsung masuk, kenapa berdiri di sini?" Dena tersentak dari lamunannya. Dia menatap sang suami dalam diam. Tadi dia gak salah lihatkan penampilan Atika berantakan apalagi yang membuatnya begitu salah fokus adalah lipstiknya belepotan, mereka habis ngapain di dalam ruangan cuman berdua? Pikiran Dena tak luput dari segala pikiran-pikiran negatif. Yahh, bagaimana bisa berpikir positif setelah melihat hal seperti itu."Dena,,?" Deva memegang lembut lengan Dena, "Kenapa? kenapa diam saja?" "O-ohh gapapa,," menggelengkan kepala pelan.Dari jarak sedekat ini Dena bisa mencium bau parfum perempuan yang menguar dari baju suaminya dan bau parfum itu familiar, sama seperti bau parfum Atika."Kayaknya aku harus pergi sekarang tiba-tiba teringat ada urusan, aku pergi dulu Mas" tanpa menunggu jawaban sang suami Dena membalikkan badan dan pergi begitu saja."Ehh,," terlambat, Dena keburu jauh."Dia kenapa?" gumam Deva bingung sendiri.Kembali ke Dena, dalam lift wanita itu ter

  • Mendadak Jadi Ibu Tiri   Bab 56

    Dengan langkah lebar Atika berjalan menuju ruangan kerja Deva di perusahaan. Terlihat raut wajahnya seperti menahan tangis, entah apa yang membuatnya menjadi seperti itu.Brak,,Suara kencang terdengar tatkala Atika membuka dan membanting pintu ruangan Deva dengan kencang.Seketika Deva yang berada di dalam ruangan terkejut bukan main mendengar suara keras barusan. Dia sontak mendongakkan kepala, alisnya mengerut melihat mantan istrinya berdiri di ambang pintu, "Atika kamu apa-apaan sih?" dengan suara tegas dia bertanya.Tanpa mengatakan sepatah katapun Atika kembali melangkahkan kaki mendekati meja kerja Deva dan langsung memeluk tubuh atletis pria itu."Atika kamu apa-apaan sih lepasin, ngapain peluk-peluk gini?" Deva berusaha mendorong namun pelukan Atika begitu kuat."Mas,," suara Atika bergetar disusul bahunya ikut bergetar naik-turun, rupanya dia tengah menangis.Kenapa dia tiba-tiba menangis?? bertanya-tanya sendiri dalam hati."Atika lepas dulu takut ada yang melihat, nanti

  • Mendadak Jadi Ibu Tiri   Bab 55

    PLAK,,"BERLUTUT!!" bentak seorang wanita paruh baya kepada wanita di depannya yang berstatus sebagai anak."Ma,,""Berlutut Atika!!" bentaknya lagi memotong ucapan Tika.Tika menurut dia langsung berlutut sesuai perintah sang Mama.Mama Tiwi berjalan mendekati soga lalu duduk di sana, menumpangkan kaki kanan ke kaki kiri, "Kenapa sampai sekarang kamu belum juga juga bisa rujuk dengan Deva?" "Ma Deva sudah punya istri jadi gak mungkin aku rujuk dengan dia" "Kenapa memangnya kalau Deva sudah punya istri seharunya kamu itu lebih penting dari istrinya karena kamu sudah memberikan dia anak, memberikan dia pewaris" Tiwi menghela nafas panjang dan kasar, tangannya mengepal.Bagaimana dia harus memberikan pengertian pada Mamanya kalau memang dia dan Mas Deva tak mungkin bisa rujuk kembali, kenapa Mamanya sangat ngotot menyuruhnya kembali pada pria itu sih? Dia tersiksa, dia tak mencintainya,,"Mama gak mau tau kamu harus bisa kembali rujuk dengan Deva, Mama hanya mau dia yang menjadi me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status