"Hoam... Mami!!" ia menuruti tangga dengan mata setengah terpejam.
Matanya lengket banget rasa-rasa ingin tidur kembali memeluk guling empuknya tapi apa daya perutnya sudah keroncongan minta diisi. "Anak gadis jam segini baru bangun belum mandi pula!!" omel wanita kesayangannya. "Makan dulu Mi Dena laper" ucapnya dengan mata setengah terpejam. "Setidaknya mandi dulu kamu gak malukah?" "Kenapa harus malu Mami kan biasa lihat aku begini?" "Iya Mami mah sudah biasa tapi kamu gak malu itu dilihat Nak Deva?" otaknya seketika ngeblank,, Nak Deva? Deva? Deva siapa? Deva,, Deva,, Deva? ulangnya dalam otak selama beberapa kali. Tunggu,, Matanya berubah segar tanpa sisa kantuk sama sekali,, menoleh pada seorang pria yang tengah duduk diam di ruang tamu sontak matanya melotot,, "Mami!!" serunya kencang. Kemudian secepat kilat ia membalikkan badan berlari menaiki tangga, "Mami kenapa gak bilang!!" seraya berseru kencang. "Astaga anak itu. Maaf ya Nak Deva Dena itu kadang-kadang masih suka kekanak-kanakan" masih bisa ia dengar perkataan Maminya itu walaupun sedikit samar. Brakk,, Pintu ia tutup kencang sampai menimbulkan suara berdebam keras. Sensasi panas menjalar di pipinya perlahan wajahnya berubah memerah seperti kepiting rebus. "Ishh malu banget" ia tangkupkan pipinya dengan telapak tangan. "Ngapain juga sih itu orang pagi-pagi sudah ada di sini?" Sontak saja ia berlari menuju kaca melihat bagaimana penampilannya saat ini,, "Astaga,," sungguh ia amat terkejut melihat penampilannya saat ini. Rambutnya kayak singa muka juga buluk banget. "Ishh mau ditaruh mana muka aku setelah ini" udahlah hancur sudah image dan harga dirinya. Sebenarnya gak selebay itu juga sih. Berbalik badan ingin ke kamar mandi. Setidaknya ia harus cuci muka dulu walaupun tidak mandi. Tapi tatapannya salah fokus dengan jam di atas nakas buru-buru berlari menuju nakas samping tempat tidurnya. Ia ambil itu jam,, "Hah sudah jam 9" Ternyata memang bukan pagi lagi sudah menjelang siang ini. Nyatanya dia yang bangun kesiangan. Ia menggaruk kepala. Sekarang kira-kira apa yang pria itu pikirkan tentangnya? pasti dia berpikir bahwa dirinya adalah wanita pemalas. Padahal kan,, yahh memang dia siang sih bangunnya. "Hah,, bagaimana ini?" Apa dirinya tetap di kamar saja gak usah ia temui? Tok... Tok... Tok. "Dena sudah selesai belum kenapa lama sekali buruan turun?!" gagal sudah. Baru saja dia pikirkan opsi itu teriakan my Mami sudah menyambutnya. Udahlah,, tebal muka saja seakan-akan tak terjadi apa-apa. "Dena!!" "Iya Ma sebentar!!" balasnya berteriak. Lantas buru-buru ia pergi ke kamar mandi setelah menyambar handuk. Sebenarnya ia malas mandi tapi untuk saat ini dirinya harus,, wajib mandi. Kalau biasanya? hahaha cukup satu kali sehari. Yang penting mandi daripada gak sama sekali. Tinggal pakai parfum yang banyak selesai deh,, gak akan kentara kalau kita gak mandi. ... Kini dirinya dan Mas Deva sudah berada di dalam mobil,, entah kemana tujuan mereka saat ini. Kenapa tadi dirinya ngikut-ngikut aja ya? Beberapa kali tanpa sadar matanya melirik pria yang sebentar lagi menjadi suaminya itu. Mana suasana di dalam mobil terasa awkward lagi,, pria itu tak mengeluarkan sepatah kata apapun. Haruskah dia bertanya tentang kemana tujuan mereka kali ini? Ahh tidak-tidak,, Akhirnya ia mengurungkan niat berakhir menatap jalanan lewat jendela mobil tapi karena ia orang yang aktif baru sebentar saja rasanya sudah bosan. Hah dia harus ngapain lagi ya? apa masih jauh? Kemudian ia pun mengeluarkan ponsel demi membunuh kebosanan yang tengah ia rasakan. "Kamu bosen?" "Apa?" kaget spontan dirinya menoleh kepada Mas Deva. "Kamu bosen?" Menggaruk kepala,, "Hahaha kelihatan jelas ya Mas?" "Hmm,," Ishh cuek banget sih ini orang. Aku kan jadi mati kutu. "Ada camilan di situ" "Hah?" "Di situ ada camilan makanlah!!" ulangnya. "O-ohh iya Mas,," "Di dashboard mobil" Kemudian ia pun membuka dashboard mobil dan benar saja ada beberapa macam camilan di dalamnya, semua favoritnya lagi. Kenapa bisa ada camilan di sini? punya siapa? jangan-jangan punya anaknya. Bagaimana kalau anaknya mencari cemilan ini nantinya? "Tapi ini punya siapa Mas?" "Makan saja gak usah banyak tanya!!" "O-ohh iya,," Yaudahlah makan saja lagian semuanya cemilan kesukaannya. Ia pun membuka satu bungkus camilan yang sangat ia sukai,, berbentuk stik dengan rasa keju. "Ohh iya Mas tiba-tiba banget jemput ke rumah gak bilang-bilang lagi" Mas Deva menoleh sekilas lalu kembali fokus dengan jalanan di depannya. "Saya kan sudah mengirim pesan ke kamu" Sontak keningku mengerut. Mengirim pesan? kapan? "Kapan Mas Deva kirim pesan ke aku?" "Kamu sudah baca lohh Dena pesan dari saya" "Iyakah?" lantas ia mengutak-atik ponselnya membuka aplikasi untuk berkirim pesan. "Mana Mas gak ada?" "Ada" "Tunggu!! jangan bilang yang semalem,,?" "Iya itu saya" potong pria itu. "Aku kira itu orang iseng. Kenapa Mas gak nyantumin identitas sama sekali terus pesannya cuman berisi besok saya jemput?" Coba,, gak aneh kan kalau dirinya berpikir itu orang iseng kalau isi pesannya begitu?! to the point sih to the point tapi pria ini terlalu to the point. "Okay,, aku simpen nomernya Mas" lantas ia pun menyimpan nomer pria itu dengan nama Mas Deva dengan emoji kedinginan. "Terus sebenarnya kita mau ke mana dari tadi kok gak sampai-sampai?" "Kita bakal jemput Darren" "Darren?" "Anak saya" "Ohh,, jemput ke mana?" "Ke rumah neneknya" Neneknya berarti mantan mertua Mas Deva? Oh iya dirinya gak tau alasan perceraian pria itu dengan mantan istrinya,, yahh terlalu banyak hal yang ia tak tahu tentang pria itu. Ia tau pria itu bercerai saja dari Maminya, beliau yang bilang kepadanya kemarin saat pertemuan untuk membahas perjodohan mereka. "Ohh jadi Darren menginap di sana?" "Hmm,," Sisa perjalanan mereka dibarengi dengan keterdiaman masing-masing hanya terdengar suara yang ia hasilkan dari mengunyah camilan. ... Satu jam ia bertahan di situasi tak mengenakkan itu. Ia pantas sih mendapat penghargaan karena bisa bertahan selama itu di situasi yang kalian tau sendiri lah ya bagiamana. "Akkhh akhirnya sampai juga" turun dari mobil ia mulai merenggangkan punggungnya. Punggungnya terasa pegal karena duduk selama satu jam lamanya di dalam mobil. "Ayo!!" Mas Deva langsung saja berjalan menuju sebuah rumah mewah dengan gaya eropa klasik,, catnya dominan berwarna putih. "Assalamualaikum,," ucap pria itu. Dirinya sendiri senantiasa mengikuti bagai anak itik di belakang pria itu. "Nak Deva kamu sudah datang?" suara lembut seorang wanita terdengar dari dalam rumah. Mengintip sedikit dilihatnya seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik berjalan menuju pintu,, jalannya amat anggun sekali. Berbeda sekali dengan dirinya yang petantang-petenteng. Petantang-petenteng kalau ditantang kayak ayam sayur. Ihh apasih Dena kebanyakan scroll tok-tok nih. "Ma" pria itu pun menyalami tangan wanita paruh baya tersebut. "Iya,, gimana perjalanan amankan?" "Aman Ma" "Ehh ini siapa?" Ini perasaannya saja atau ekspresi ibu-ibu itu memang berubah saat melihatnya? "Ini Dena Ma calon istri Deva" "Halo Tante saya Dena" ku ulurkan tangan namun tak mendapat sambutan baik dari wanita paruh baya tersebut. "O-ohh calon istri. Yaudah ayo masuk Deva biar Mama panggilin Darren,, dia di atas lagi main sama tantenya!" beliau pun menggiring Mas Deva masuk. Yahh hanya Mas Deva sedangkan dia ditinggal begitu saja bahkan dengan tangan yang masih menggantung di udara. Ia pun menurunkan kembali uluran tangannya dengan perasaan canggung. Ishh dasar nenek-nenek peot nyesel aku tadi bilang dia cantik. Tak lama Mas Deva balik lagi menarik tangannya, "Ayo masuk Dena ngapain bengong?" "Mas kayaknya mantan mertua kamu gak suka deh sama aku" "Husstt jangan bicara yang aneh-aneh!" "Ishh tapi bener Mas,," "Sudahlah!" "Ishh yaudah kalau gak percaya" ku sentak tangan Mas Deva sampai genggaman tangan kami terlepas lalu ia melengos begitu saja. Lalu mereka pun duduk di sofa menunggu Darren turun. "Mas Deva kamu datang?" "Hmm" Seorang perempuan cantik tengah menggendong bocah laki-laki menuruni tangga. Si kecil itu pasti Darren lalu perempuan itu siapa ya apa mantan istri Mas Deva? Ahh tapi bodo amatlah siapapun dia. Ia salfok dengan si kecil Darren,, imut sekali. Pipinya tembem terus matanya lebar dengan bulu mata lentik,, imut sekali jadi pengen gigit pipinya.Untuk kedua kalinya Elora datang ke rumah Deva dan Dena tanpa sepengetahuan pria itu tentunya."Lohh Elora kenapa ada di sini? mau ketemu suami saya tapi Mas Deva lagi gak ada, lagi ada di kantor" "Gak kok saya ke sini mau bertemu dengan kamu" "Bertemu saya? ada apa? mau ngomongin bisnis? hahaha, kan gak mungkin saya gak ngerti masalah begituan" "Boleh kita berbicara di dalam saja?" wajah Elora tetap serius tak terpengaruh oleh candaan Dena."Ohh boleh,, ayo silakan masuk" Dena pun akhirnya tak lagi bercanda melihat wajah serius Elora.Dena pun berjalan masuk diikuti Elora di belakangnya, "Silakan duduk dulu biar saya ambilkan minum" "Iya,," Tak berapa lama Dena kembali dengan teh di tangannya menaruhnya di atas meja, "Silakan diminum dulu tehnya" "Iya terima kasih,," Elora mengambil cangkir teh tersebut menyeruputnya sedikit.Lantas Dena duduk di sofa tepat di depan Elora, menunggu Elora selesai meminum teh buatannya.Melihat Elora kembali menaruh cangkir tehnya baru Dena mem
Mobil sedan hitam Deva berhenti di depan lobby perusahaan. Deva turun dari mobil setelah Yono sang asisten pribadi membukakan pintu mobil untuknya.Deva berjalan lebih dulu diikuti Yono di belakangnya, "Pak siang ini anda ada meeting dengan Bu Atika" beritahu Yono.Seketika Deva menghentikan langkahnya, "Atika?" gumamnya pelan, amat pelan sampai hanya dia sendiri yang bisa mendengarnya."Sekedar info saja siapa tau anda tidak mau bertemu dengan beliau"Hmm sungguh pengertian sekali ya Yono ini. Deva membalikkan badan sembari mengerutkan kening, "Kok Atika?" "Begini Pak,, Pak Riyan telfon saya beliau bilang gak bisa menghadiri meeting dengan Bapak karena sedang ada di luar kota karena tiba-tiba ada keperluan mendadak. Tapi, sebagai gantinya Bu Atikah lah yang akan menggantikan beliau" "Kenapa dia gak bilang sendiri kepada saya?" "Untuk masalah itu saya tidak tahu-menahu Pak" "Baiklah, tolong bilang sama Neny untuk menggantikan saya meeting dengan Atika" "Baik Pak" ucap Yono sem
Pagi hari."Sebenarnya kapan kamu bisa membuat Deva dan istrinya bercerai? Mama sudah gak sabar mau Deva menjadi menantu Mama lagi" tiba-tiba Mama Atika itu berucap saat Atika baru sampai di lantai bawah."Ma Tika mau ngomong sesuatu sama Mama,,""Kenapa? ahh sudahlah Mama gak mau dengar apapun pokoknya kamu harus bisa membuat dia bercerai dari istrinya itu dan menjadikan dia menantu Mama lagi. Mama hanya mau dia yang menjadi menantu Mama bukan orang lain apalagi mantan pacar kamu yang mokondo itu!" "Tapi Ma,," "Gak ada tapi-tapian. Mama harap kamu segera mewujudkan harapan Mama itu!" "Iya Ma," Atika lantas menoleh ke Sherly yang sedari tadi menatap dia tajam, menaikkan kedua bahunya.Sherly langsung melengos begitu saja membuat Atika menghela nafas kasar.Sialan kenapa gue jadi terjebak diantara posisi yang sulit begini sih,, umpatnya."Baiklah kalau begitu Mama mau siap-siap pergi arisan dulu kamu harus segera bergerak cepat!""Baik Ma,," Melihat keberadaan sang Mama yang tak la
"Ma aku pulang!" seru seorang wanita sembari menggeret koper memasuki rumah. "Ngapain lo pulang merusak pemandangan aja" sahutan ketus seseorang dari ruang keluarga. "Lo gak suka lihat gue balik?" "Iyalah," "Kalau begitu buang saja mata lo biar gak bisa lihat gue" "Lo,," "Apa?" "Ada apa sih ini Atika, Sherly, kenapa ribut-ribut?" "Dia duluan Ma" yahh begitulah mereka selalu seperti tom and jerry kalau bertemu, selalu ribut. "Sudahlah kalian jangan ribut terus pusing Mama dengarnya! Atika kamu baru pulang nak, bagaimana lancar kerjaannya?" "La-lancar Ma,," ekspresi Atika terlihat aneh, seperti ketakutan dan dia bahkan tak berani menatap mata sang Mama. "Baiklah kamu istirahat sana gihh jangan lupa mandi!" "Ba-baik Ma,," gegas Atika menaiki tangga, menggeret koper bersamanya. Pintu kamar dia tutup sontak Atika menyandarkan punggungnya di pintu menghela nafas lega. Kalian percaya kalau dia keluar kota karena pekerjaan? tentu saja itu bohong. Dia keluar
Elora mengendarai mobilnya tak tentu arah, tak ada tujuan. Yang jelas dia tak ingin pulang ke rumah.Sampai akhirnya Elora melihat suatu taman. Banyak pohon tumbuh di sana membuat pemandangannya begitu asri, bunga warna-warni dan ada juga permainan bagi anak kecil.Lantas dia membelokkan setir memilih singgah di taman tersebut. Turun dari mobil Elora langsung berjalan mencari bagian sudut yang tak terjamah oleh orang. Duduk di sebuah bangku panjang, muat untuk sekitar 3 orang dewasa. Tamannya lumayan ramai, banyak keluarga kecil yang berkumpul dan bermain bersama di taman itu.Matanya berkaca-kaca melihat para orang tua dan anak-anak mereka tengah bermain, "Tanpa sadar aku baru saja hampir merusak keluarga kecil orang lain, aku baru saja hampir merusak kebahagian sebuah keluarga" "Aku wanita jahat" diapun menangis di bangku itu. Hatinya begitu merasa bersalah karena menyukai pria beristri. Pasti istrinya sakit hati kalau tau aku menyukai suaminya. Tanpa sadar aku menyakiti wanita l
Weekend."Ini Mas teh di minum dulu" ucap Dena sembari meletakkan secangkir teh di hadapan sang suami yang tengah fokus pada berkas-berkasnya."Terima kasih ya" pria itu mengambil teh yang dibawakan sang istri menyeruput sedikit lalu kembali meletakkan di atas meja."Kamu lagi banyak kerjaan ya Mas sampai weekend juga harus kerja, yahh walaupun kerjanya di rumah sih?" "Iya bentar lagi ada proyek baru jadi banyak banget kerjaan, maaf ya" Dena berjalan mendekati sofa di ruang kerja sang suami duduk di atasnya, "Ngapain juga minta maaf" gumamnya."Kalau kamu mau keluar bersama Darren gapapa, pakai kartu kredit aku, belanja apapun yang kamu dan Darren mau" "Gak mau ahh. Kamunya kerja capek-capek masa aku belanja terus" "Iya gak masalah orang aku kerja kan memang buat kalian berdua" "Gak mau ahh,," setelah itu Dena terdiam sejenak, lanjut berkata,, "Mas kalau capek istirahat dulu saja jangan dipaksakan nanti sakit" "Iya Mas ngerti" Lalu Dena berdiri, "Kalau begitu aku ke bawah dul