Share

Setuju Menikah

Author: Stary Dream
last update Last Updated: 2025-11-20 21:24:53

"Kamar mama ada di lantai 4." Ucap Tiara setelah Andini baru pulang dari minimarket.

"Kapan pindahnya?"

"Sebentar lagi."

Oleh karena Lastri yang masih mengalami pusing, ia lalu dibawa pindah ke kamarnya menggunakan brankar. Sebuah kamar VIP di lantai 4. Lastri yang cerewet ingin istirahat dan tidak mau bergabung dengan pasien lain, sebagai anak, Andini dan adiknya memberikan yang terbaik saja.

Sesampainya di lantai 4, Andini terkejut karena bertemu dengan teman sekolahnya yang merupakan perawat di lantai ini.

"Ra.. kamu jaga mama sebentar. Mbak mau ke depan, rupanya ada temen mbak kerja disini."

Tiara mengangguk dan membiarkan Andini ke nurse station. Sementara Andini menemui Risa teman lamanya yang sedang mengerjakan laporan di nurse station.

"Ya Allah, Andini. Ini kamu?" Risa tersenyum dan memeluk Andini. "Apa kabar?"

"Baik sekali. Kamu apa kabar?"

"Baik juga! Udah lama kita nggak ketemu."

"Hmm.. terakhir reuni beberapa tahun yang lalu.

"Jadi gimana sekarang? Udah dapet pangerannya?" Tanya Risa mengedipkan matanya.

"Belum. Do'ain ya, mudah-mudahan di tepatkan sm Tuhan."

"Aamiinn.." baru saja do'a terucap, seorang pria keluar dari kamar dengan paniknya. Ia melaju ke nurse station hingga membuat ketiga perawat yang sedang bertugas termasuk Andini terkejut.

"Suster tolong! Ibu saya jatuh di kamar mandi!" Seru Andra terengah.

Melihat itu, kedua perawat langsung mengikuti Andra ke kamar rawat sementara Risa memilih mengobrol dengan Andini.

Risa berdecak. "Rempong banget sih keluarga artis satu itu!"

"Rempong gimana?" Tanya Andini. Dia jadi sedikit cemas karena Andra mengatakan ibunya jatuh di kamar mandi.

"Banyak banget keluhannya. Belum lagi permintaannya aneh-aneh. Si artis itu juga cerewet banget!" Gerutu Risa jengkel.

"Namanya juga pasien. Maklum aja.. memang dirawat di kamar berapa?"

"407."

Andini langsung menatap nomor-nomor yang tertera di dinding kamar. Tak lama, seorang perawat keluar dari kamar 407.

"Mbak Risa, tolong hubungi dokter jaga. Kepala pasien kebentur."

Nah, Risa langsung bergerak mengambil telpon dan menghubungi dokter jaga.

Andini yang khawatir jadi memberanikan diri untuk masuk ke kamar 407, dia pun melihat Maryam yang sudah terkulai lemah di atas kasur.

"Bagaimana keadaan bu Maryam?"

Andra menoleh saat terdengar suara itu.

"Ibu jatuh di kamar mandi. Padahal, aku cuma tinggal ke bawah sebentar tadi."

"Berapa tekanan darahnya, sus?" Tanya Andini pada perawat yang tengah memeriksa Maryam.

"Rendah. Sepertinya tadi ibu Maryam muntah di kamar mandi, lalu pingsan."

"Astaga.." Andra jadi merasa bersalah. Andai saja dia tidak marah-marah dan meninggalkan ibunya, semua ini pasti tak akan terjadi.

Tak lama, seorang pria yang merupakan dokter jaga datang dan memeriksa keadaan Maryam. Begitu juga kepala yang terbentur ikut dilihat. Untunglah tak terjadi sesuatu yang fatal.

Dokter pun memberi instruksi untuk memasang oksigen dan memberikan obat-obatan.

"An.." Maryam mulai tersadar ketika mendapatkan pasokan oksigen yang terpasang dihidungnya. Ia mengerjap beberapa kali untuk membuka matanya.

"Ibu.." Andra menghampiri Maryam dan memegang tangannya. "Apa yang terasa?"

"Pusing.." jawab Maryam lemah.

"Maaf tadi aku meninggalkan ibu." Ucap Andra menyesal.

"Bukan salahmu. Ibu cuma mau muntah tadi terus tiba-tiba pusing."

Andra mencium tangan ibunya dengan kasih sayang. Di dunia ini, Andra hanya memiliki ibunya. Ayahnya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. Sebab itulah, Andra sangat menjaga Maryam.

Tapi, malam ini Andra merasa gagal. Betapa tidak? Karena kemarahannya yang tak beralasan, Maryam sampai jatuh di kamar mandi dengan kepala membentur lantai. Untung saja tidak terjadi sesuatu yang fata, jika tidak Andra pasti akan menyalahkan dirinya seumur hidup.

"Ibu.." tegur Andini. Wanita bercadar ini juga ikut prihatin akan kondisi Maryam.

"Andini?" Nah, sekarang mata Maryam membulat sempurna. Kesadarannya kembali penuh ketika melihat calon menantu idamannya. "Kamu disini, nak?"

"Iya.. gimana keadaan ibu sekarang? Apa sudah merasa lebih baik?"

Maryam mengangguk lemah.

"Lebih enakan dari sebelumnya. Kamu sedang apa disini?" Ia lalu melirik Andra. "Apa Andra yang mengabarimu jika ibu sakit?" Kalau begitu, Maryam akan senang sekali.

"Mama dirawat, bu. Vertigonya kumat."

"Ya, ampun. Bu Lastri dirawat juga?"

Andini mengangguk. "Di kamar sebelah."

"Oh.. ibu ingin lihat!"

"Ibu!" Tegur Andra. "Ingat-ingat kondisi ibu yang belum sehat betul. Nanti aja ketemunya ketika sudah pulang." Lalu kalian berdua bisa bergosip dengan ria seperti waktu itu.

"Sampaikan salam ibu ke mamamu ya, nak." Ucap Maryam akhirnya.

"Nanti aku sampaikan.. ibu juga sehat-sehat, ya.. nanti besok aku kemari lagi."

Mengkerut dahi Andra mendengar nada suara Andini. Ternyata wanita ini bisa bernada lembut juga.

Setelah itu, Andini ke kamar rawat ibunya yang ada di 406 dan menyuruh Tiara pulang ke rumah karena malam ini ia akan berjaga.

"Andra.. nanti kamu belikan parsel buah, terus cake langganan ibu, ya.."

"Ibu mau makan itu?" Tanya Andra dengan mata yang memerah. Kantuk sudah datang menghampirinya.

"Bukan. Untuk bu Lastri. Nanti kamu besuk dia, ya. Seperti Andini tadi kesini."

Andra berdecak. "Pikirkan kesehatan mama dulu. Jangan orang lain."

"Iya.. tapi maksud ibu, kita harus memberikan perhatian juga pada bu Lastri, kan?" Maryam jadi tersenyum karena mengingat Andini yang mengkhawatirkannya tadi. "Coba kamu lihat Andini tadi. Ibu sampai terharu karena dia perhatian sekali sama ibu."

"Cuma kebetulan aja, bu. Tadi pas aku manggil suster, dia lagi ada di depan juga."

"Kenapa sakit sekali hati ibu mendengarnya?"

Andra yang tadi mulai merebahkan kepalanya di sofa jadi terkejut.

"Maksud ibu sakit hati kenapa nih?"

"Kamu seperti kehilangan semangatmu untuk berhubungan dengan perempuan." Jawab Maryam menatap nanar atap kamarnya. "Apa mungkin karena Rena?"

"Bukan, bu." Sanggah Andra.

"Jelas karena dia. Harusnya kamu sadar kalau sudah ditolak, nak. Tahu diri dan ingat bagaimana waktu itu papanya merendahkanmu."

Andra terdiam akan ucapan ibunya. Memang benar waktu itu papa Rena begitu menghinanya karena dianggap tidak selevel dengan mereka yang merupakan seorang konglomerat ternama.

"Jangan karena Rena kamu jadi tidak mau menikah. Masih ada perempuan baik diluar sana yang bisa kamu nikahi.." sambung Maryam.

"Perempuan baik banyak, bu. Tapi yang menerimaku? Menerima ibu? Semua wanita yang ku kenal hanya mencintai tampang dan popularitasku."

Bukan sekali dua kali, Andra didekati lawan mainnya sendiri. Tapi entah kenapa Andra merasa tak ada dorongan untuk menjalin hubungan dengan mereka. Hubungan Andra dengan para gadis-gadis itu hanya sebatas profesional.

Mungkin sebab itulah yang membuat Andra mendapat julukan pria kulkas 7 pintu. Karena sikapnya yang dingin pada wanita.

"Ibu sudah menyiapkan satu wanita untukmu. Wanita yang ibu rasa bisa menjadi pendamping terbaikmu. Kalaupun nanti ibu pergi dari dunia, ibu akan tenang karena kamu tidak sendirian."

"Hari sudah malam." Potong Andra cepat. "Lebih baik kita tidur."

Andra mengambil bantal dan menaruhnya di atas kepala. Dia tak mau lagi mendengar nyanyian kesedihan dari mulut ibunya.

Esok harinya, Andini kalang kabut mencari ibunya ketika sore itu berkunjung kerumah sakit.

Maklum, pagi ini Andini dan Tiara tidak bisa menjaga Lastri karena bekerja. Keduanya baru tiba sore ini di rumah sakit. Namun, baru sampai ke kamar, Lastri tidak ada.

"Masa sih nggak ada?" Risa juga heran. Padahal siang tadi, pasiennya masih ada di kamar dan makan siang.

Seluruh perawat mencari keberadaan Lastri yang menghilang tiba-tiba, namun rupanya sebuah suara menyentaknya.

"Mamamu ada di kamar ibuku." Ucap Andra kesal pada Andini yang berdiri di dekat nurse station. Ia lalu kembali lagi ke kamar rawat.

"Ya, Allah.." Andini lalu masuk ke kamar 407 dan menemukan ibunya yang tengah mengobrol dengan Maryam. "Mama!"

"Eh, udah pulang kamu?" Tanya Lastri santai. Heran! Katanya vertigo tapi kenapa bisa berjalan sampai kemari. Lalu tertawa bersama dengan Maryam.. Apa ini?

"Mama ngapain disini, ma? Nanti mama pusing lagi." Ucap Andini yang terlebih dahulu memberikan salam pada Maryam.

"Kamu kok nggak ngasih tahu mama kalo bu Maryam dirawat? Mama jadi cemas tahu nggak!" Lastri pun menjelaskan. "Tadi mama dapat kiriman parsel buah dan kue dari Andra. Itulah mama jadi tahu kalau bu Maryam dirawat."

"Ya Tuhan.." Andini menghela nafas panjang. "Sekarang kita kembali ke kamar, yuk. Mama dan bu Maryam harus istirahat."

"Betul. Dari tadi kerjaannya cuma bergosip." Seru Andra memandang dari jauh.

"Bukan bergosip.. cuma menukar pengalaman." Maryam meralat ucapan anaknya.

Akhirnya, Andra tenang karena Lastri berhasil disingkirkan. Tapi di kamar sebelah, Lastri terus mengomel.

"Udah, ma jangan marah-marah. Aku mau pulang, Tiara yang akan bertugas berjaga malam ini."

Daripada pusing, Andini melarikan diri dulu dari hiruk pikuk rumah sakit. Besok pagi dia akan kembali berjaga karena sudah mengajukan cuti.

Hari berganti, Andini kembali menjaga ibunya dan tepat pukul 10 pagi pintu kamarnya di ketuk. Ternyata ada yang datang ingin membesuk.

"Bu Maryam?" Andini menatap tak percaya. Sekarang giliran Maryam yang membesuk Lastri. Astaga! Andini sudah tak bisa berpikir.

"Selamat pagi, sayang.." Maryam tersenyum manis dan duduk di kursi rodanya. Sementara, yang mendorong di belakang menampilkan wajah masam.

Tak bisa ditolak, kedua ibu ini mengobrol lagi dengan intens seolah dunia ini hanya milik mereka berdua.

"Sama bu, aku juga sedih karena Andini."

Andini menoleh karena namanya disebut-sebut.

"Aku juga sama. Ternyata kekhawatiran orang tua itu semuanya sama saja." Sahut Maryam yang membuat Andra menajamkan pendengarannya.

"Aku ingin melihat Andini dan Tiara menikah, setidaknya sebelum kita pergi menghadap Sang Pencipta." Air mata jatuh ke pipi Lastri. Begitu juga Maryam yang tiba-tiba melirih.

"Sama saja, bu. Semenjak ayah Andra meninggal, satu-satunya sumber kebahagiaanku adalah Andra. Tapi, Andra.." Maryan menatap Andra yang merengut kepadanya. "Seperti tidak mau membahagiakan ibunya.."

Oh, Andra terperangah. Ingin sekali ia membantah semua ucapan ibunya.

"Andini juga.. dia anak pertamaku, kebanggaan papanya.. tapi dia selalu membantahku, tidak mau menuruti nasehatku.."

"Mama.." tegur Andini. Dia sampai beristighfar.

"Keinginan mama hanya satu, Dini. Kamu menikah."

"Mama, tolonglah.." Andini jadi gerah kalau pernikahan selalu menjadi topik perdebatan mereka.

"Andra pun begitu. Dia tidak mau menikah dan terus-terusan menyakiti hati ibunya." Maryam menggeleng sedih. "Kalau begini, aku akan menerima takdirku. Jika aku mati dan Andra belum menikah, maka aku siap mempertanggung jawabkannya di depan Tuhan.."

"Aku juga, bu.. aku akan meminta maaf kepada papanya karena tidak mampu menemani Andini dan Tiara sampai menikah."

Kedua wanita itu lalu menangis tersedu-sedu hingga membuat Andini dan Andra jadi sakit kepala.

Andra sudah menegur, tapi Maryam semakin menangis. Begitu juga Andini yang malah mendapat kemarahan Lastri.

"Baiklah, cukup! Berhenti menangis!" Andra hampir hilang akal. "Aku akan mengabulkan keinginan kalian."

Kedua wanita itu lalu menatap Andra dengan kebingungan.

"Aku setuju menikahi Andini." Ucap Andra yang berhasil membuat Andini melotot kesal.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mendadak Jadi Istri Artis   Setuju Menikah

    "Kamar mama ada di lantai 4." Ucap Tiara setelah Andini baru pulang dari minimarket."Kapan pindahnya?""Sebentar lagi."Oleh karena Lastri yang masih mengalami pusing, ia lalu dibawa pindah ke kamarnya menggunakan brankar. Sebuah kamar VIP di lantai 4. Lastri yang cerewet ingin istirahat dan tidak mau bergabung dengan pasien lain, sebagai anak, Andini dan adiknya memberikan yang terbaik saja.Sesampainya di lantai 4, Andini terkejut karena bertemu dengan teman sekolahnya yang merupakan perawat di lantai ini."Ra.. kamu jaga mama sebentar. Mbak mau ke depan, rupanya ada temen mbak kerja disini."Tiara mengangguk dan membiarkan Andini ke nurse station. Sementara Andini menemui Risa teman lamanya yang sedang mengerjakan laporan di nurse station."Ya Allah, Andini. Ini kamu?" Risa tersenyum dan memeluk Andini. "Apa kabar?""Baik sekali. Kamu apa kabar?""Baik juga! Udah lama kita nggak ketemu.""Hmm.. terakhir reuni beberapa tahun yang lalu."Jadi gimana sekarang? Udah dapet pangerannya?

  • Mendadak Jadi Istri Artis   Permintaan Terakhir

    Maryam dibawa ke unit gawat darurat dan menerima tindakan dari tim medis. Oleh karena tak darurat, Maryam diizinkan untuk pulang ke rumah."Hanya sakit maag biasa. Pasien diperbolehkan pulang." Ucap dokter wanita yang berjaga malam itu."Tapi kenapa ibu saya masih terlihat lemas ya, dok?" Tanya Andra keheranan karena melihat Maryam memejamkan matanya dengan rapat."Mungkin karena muntahnya tadi. Tapi saya sudah memberikan obat suntikan untuk meredakan nyeri."Andra mendekati ibunya dan memanggil. Tapi Maryam hanya melenguh tanpa membuka matanya."Masih terasa sakit, bu?"Maryam mengangguk. Kini bulir air mata terlihat meleleh di matanya."Dok.. apa ibu saya perlu rawat inap?" Andra kembali memburu dokter yang berjaga di nurse station. Dia jadi tak tega dengan keadaan ibunya."Sebenarnya tidak perlu." Dokter wanita itu jadi menghela nafas panjang. Sebenarnya dari segala pemeriksaan, dokter ini tak menemukan hal yang parah pada Maryam. Ia malah menduga ibu paruh baya itu mengalami psiko

  • Mendadak Jadi Istri Artis   Putus Perjodohan

    "Kepalamu korslet?"Andra tersenyum pahit mendengar pertanyaan dari sebrang sana. Salahnya sendiri yang menelpon dan tiba-tiba mengajak menikah."Kamu dimana?" Tanya Andra akhirnya."Di rumah. Mau kemari? Aku tunggu kalau begitu."Andra mengiyakan. Sudah lama juga tidak bertemu, ada sedikit rasa rindu disana. Sekitar 30 menit dari rumah Andini, Andra tiba di sebuah rumah mewah di perumahan elit. Seorang wanita cantik rambut sebahu menyambutnya."Apa kabar, An?" Wanita ini memeluk Andra dengan erat."Baik. Kamu gimana?" Tanya Andra."Baik juga. Ayo, masuk!"Andra masuk ke rumah mewah ini dan duduk di ruang keluarga. Itu karena Andra sudah dikenal baik dengan keluarga ini. Ia sering bolak balik mengantar Rena, nama wanita ini ketika pulang dari bekerja."Kamu mau minum apa?" Tanya Rena."Minum kopi saja." Jawab Andra memandang lekat. Tak lama Rena kembali lagi dari dapur dan membawa secangkir kopi."Kamu dari mana tadi?""Dari rumah seseorang. Tumben kamu pulang cepat. Biasanya kamu lem

  • Mendadak Jadi Istri Artis   Tawaran Menikah

    Pesta ulang tahun hampir berakhir, apalagi anak-anak Prilia bangun dari tidurnya dan berteriak ingin bergabung dengan acara. Wajar saja, pukul sudah menunjukkan jam 11 malam. Anak-anak yang tadi telah tertidur jadi terbangun karena suara bising orang dewasa."Aku harus pulang, anak-anakku juga pasti menunggu." Ucap Dian."Aku juga. Sebelum suamiku mengomel, aku harus segera pulang!" Sambung Asti. "Belum mau pulang, Bem?" Tanyanya pada Bembi.Bembi lalu melirik Andra. "Mau pulang nggak?""Kenapa nanya aku?" Tanya Andra balik."Apa ini? Kalian berdua pacaran?" Seru Dian hingga geleng-geleng kepala."Sudah pulanglah sana. Nanti ibu Maryam nelpon lagi!" Prilia jadi geli mengingat pesan yang ia terima tadi."Ah.." Dian langsung menatap ke arah pintu depan pada wanita yang baru saja masuk. "Kayaknya Andra nggak bisa pulang.""Kenapa?" Oh, Prilia dan yang lain ikut terkejut akan kedatangan seseorang. Begitu juga Andra yang langsung berdecak kesal."Malam semua.. aduh, maaf aku telat. Tadi ba

  • Mendadak Jadi Istri Artis   Wanita Sombong

    Andini berdiri menatap taman kecil yang ada di depan teras rumahnya. Taman yang dipenuhi dengan aglonema kesayangan ibunya. Andini sendiri mendedikasikan hidupnya untuk bekerja di rumah sakit hingga sedikit sekali dia ikut campur dalam penataan rumahnya.Andra yang baru menyusul melihat wanita bercadar ini sedang berdiri memandang lurus ke sebuah taman."Padahal ada kursi." Gerutunya pelan.Suasana menjadi canggung karena keduanya sama-sama tak mau membuka suara. Padahal dari dalam, suara dua ibu paruh baya itu sangat memekakkan telinga. Akhirnya, Maryam menemukan teman sepermainannya. Mereka tampak cocok bergosip bersama"Jadi kamu bekerja sebagai perawat?" Andra mencoba memecah keheningan.Andini menoleh sampai membuat Andra memalingkah wajah. Ada apa dengan mata itu? Andra jadi ingin mencongkelnya saking tajamnya."Seperti yang kamu dengar."Apakah ini di kutub utara? Lagi-lagi Andra menggerutu di dalam hatinya. Suara Andini boleh diadu dengan dinginnya es disana."Jadi kamu lulusa

  • Mendadak Jadi Istri Artis   Perjodohan

    "Apa? Nikah dengan gadis biasa?" Yang benar saja. Mata Andra sampai mau keluar menatap ibundanya.Sudah biasa jika Andra disinggung soal pernikahan. Maklum usianya sekarang sudah 35 tahun. Kalau tinggal di desa, Andra pasti sudah dipanggil bujang lapuk. Tapi, kan Andra ini pria metropolitan. Aktor besar yang sudah membintangi puluhan film ternama. Kalau dia menikah di puncak karirnya, itu sama saja mematikan karirnya."Terus kamu mau nikah dengan siapa? Laki-laki?" Mata Maryam juga mau keluar."Bukan begitu. Cuma aku belum mau nikah!""Kenapa sih? Nggak doyan cewek kamu?""Astaga!" Andra sampai mengelus dada. "Mama tahu sendiri jadwalku sampai dua tahun kedepan itu full. Ada dua film yang akan aku bintangi. Belum lagi modelling, dan membintangi variety show. Jadwalku full.""Lalu hubungan jadwalmu full dengan menikah apa, hah?""Sudah." Andra mengibaskan tangan. Percuma bicara dengan ibunya seperti berbicara pada tembok."Mau sampai kapan kamu nggak menikah, nak?" Maryam menatap putr

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status