Share

Bab 3 - Wajah yang Sama

You gotta be kidding me?!” Aneska menjambak rambutnya, “Sumpah lawak banget. Gak cukup masuk ke badan orang lain, ternyata muka kita juga sama persis? Wah, gila!”

Aneska tidak menyangka wajahnya sangat mirip dengan Ratu Nadlyne. Pasalnya di masa depan, memang tidak ada yang tahu bagaimana rupa asli Ratu Nadlyne. Lukisan yang beredar hanyalah tiruan, dibuat berdasarkan arahan salah seorang rakyat yang mengaku pernah melihat kecantikan sang Ratu. Dari masa ke masa, selalu ada pembaharuan lukisan yang dianggap sebagai Ratu Nadlyne. Sedang lukisan asli justru tidak pernah keluar dari Istana. Pihak Istana maupun pihak – pihak terkait juga tidak memberikan sanggahan tentang lukisan yang beredar. Hal itu membuat banyak orang mengira, bahwa gambaran Ratu Nadlyne kurang lebih sama seperti lukisan. Hanya saja tidak seratus persen mirip.

“Gue bisa beneran gila kalo lama – lama di ruangan ini.” Aneska memutuskan keluar ruangan. Akan lebih baik ia berjalan – jalan di sekitar Istana sembari mengorek informasi lebih banyak tentang peristiwa sebelum jiwa mereka tertukar.

Namun, baru satu langkah Aneska keluar ruangan. Gita sontak menghadang pintu sembari terus mengucapkan kata maaf. Gita juga menarik Aneska masuk lagi ke kamar. Ekspresinya panik, takut, dan frustrasi.

“Maafkan kelancangan saya, Yang Mulia. Saya tidak bermaksud kurang ajar. Hanya saja, tidak seharusnya Yang Mulia keluar ruangan memakai pakaian seperti itu. Kalau Baginda Raja sampai melihat atau mendengar kabar dari orang lain, Baginda Raja akan sangat marah.”

“Apa maksud kamu? Memangnya apa yang salah dari pakaianku?”

Aneska menunduk, mengamati pakaiannya. Kurang lebih modelnya mirip seperti daster. Terbuat dari bahan crepe warna putih, yang panjangnya mencapai lutut. Menurut Aneska tidak ada yang salah dari pakaiannya. Di masa depan, jenis kain crepe sudah sering dipakai untuk acara formal atau informal. Sedang Gita justru berpikir sebaliknya. Pakaian yang Aneska kenakan sangat tidak pantas untuk dipakai di luar ruangan. Terlebih untuk seorang Ratu kerajaan. Gita yakin Ratu Nadlyne masih ‘tidak baik – baik saja’ pasca aksi bunuh dirinya.

“Mohon ampun, Yang Mulia. Bukan maksud saya untuk menggurui. Akan tetapi, Yang Mulia tidak diperbolehkan keluar ruangan menggunakan pakaian seperti itu.” Gita menunduk takut. Tepatnya, takut sang Ratu salah paham maksud baiknya.

“Siapa yang melarang?” Aneska melipat tangan di depan dada.

“Sa – saya, Yang Mulia. Ta – tapi itu se – semua demi kebaikan Yang Mulia Ratu.” Gita menyahut, gugup.

Aneska menyadari sesuatu. Ia bukan lagi Aneska Prameswari, melainkan Nadlyne Aurora Eddlyn. Ratu Kerajaan Aldarian, sekaligus sosok paling dihormati di penjuru negeri. Semua tingkah lakunya akan menjadi sorotan publik.

“Ya sudah, aku harus memakai pakaian seperti apa?” Aneska bertanya malas. Suasana hatinya sudah tidak baik sejak pertama kali membuka mata.

“Akan saya panggilkan dayang kecantikan.” Gita pamit undur diri, keluar dari ruangan. Tidak lama setelahnya, Gita kembali lagi bersama beberapa dayang lain. Mereka juga membawa beberapa pakaian sebagai opsi sang Ratu.

“Terserah. Pilihkan saja untukku.” Aneska meminta Gita untuk memilihkan gaun. Sedang dirinya berjalan ke arah ranjang, lalu duduk di tepian. Belum genap dua jam Aneska hidup sebagai Nadlyne, semua tindakannya sudah dibatasi.

“Mari, Yang Mulia.” Gita menghampiri Aneska sembari mengulurkan tangan.

“Mau ngapain?” tanya Aneska, refleks.

“Membantu Yang Mulia memakai baju?” jawab Gita, ikut bingung. 

Aneska melotot. Bola matanya refleks menatap satu per satu manusia lain di dalam ruangan ini. Membayangkan orang asing menjamah tubuhnya membuat Aneska merinding. Tidak. Aneska tidak akan membiarkan hal itu terjadi.

“Mulai saat ini, kalian tidak perlu membantuku memakai pakaian. Kemarikan saja gaunnya.” Aneska mengulurkan tangannya.

“Tapi, Yang Mulia—”

“Tidak ada tapi – tapian. Ikuti saja perintahku. Aku janji tidak akan menghukum kalian.” Aneska bersikeras.

Mau, tidak mau, para dayang meletakkan pakaian pilihan Gita di atas kasur. Clares—kepala dayang kecantikan—mulai menjelaskan secara singkat urutan kain yang harus Aneska pakai. Pun bagaimana cara memakainya. Saking banyaknya, Aneska sampai dibuat melongo.

“Apakah harus sebanyak ini?” tanya Aneska dan dibalas anggukan oleh Clares.

“Oke. Aku bisa sendiri. Kalian boleh keluar,” kata Aneska pada akhirnya. 

Dayang kecantikan langsung pamit undur diri. Sedang Gita tetap bertahan di dalam ruangan. Aneska juga tidak protes. Menurutnya, hanya Gita yang bisa membantu kalau – kalau Aneska mengalami kesusahan.

“Namamu siapa tadi? Maaf, aku lupa.” Aneska bertanya tanpa menoleh.

“Gita, Yang Mulia. Saya dayang pribadi Yang Mulia.” Gita mengangguk sopan.

“Oh iya?” Aneska menoleh cepat. Ia sedikit tertarik dengan jawaban Gita. Kalau Gita memang dayang pribadi Ratu Nadlyne, artinya Gita pasti tahu kejadian sebelum jiwa mereka tertukar. Baiklah, Aneska akan mengorek informasi dari wanita bernama Gita itu.

“Maaf aku terlalu banyak tanya. Beberapa ingatanku menghilang sejak peristiwa itu.” Aneska mulai berakting layaknya pemain drama. “Tapi, apakah benar kamu dayang pribadiku?”

“Balik badan dulu, Git. Aku mau lepas baju,” perintah Aneska sebelum Gita menjawab pertanyaan sang Ratu.

Gita menurut saja. Berselang satu detik setelahnya, Gita menjawab pertanyaan Aneska.

“Ya, Yang Mulia. Saya adalah dayang pribadi Yang Mulia sejak lama. Bahkan jauh sebelum Yang Mulia menikah dengan Baginda Raja.”

“Berarti kamu juga mengikuti kemanapun aku pergi?”

“Ya, Yang Mulia. Saya selalu mengikuti kemanapun Yang Mulia pergi, kecuali—” ucapan Gita terhenti. Dia berbalik badan ketika mendengar suara napas terengah dari arah belakang. Rupanya, Nadlyne kesulitan memakai korset seorang diri. Lantas Gita mendekat dan berdiri di belakang Nadlyne.

“Aduh! Git, jangan terlalu kencang. Aku gak bisa bernapas.”

Aneska terbatuk – batuk. Ia kesulitan bernapas akibat korset pemberian dayang tadi diikat terlalu erat oleh Gita. 

“Maafkan saya, Yang Mulia.” Gita cepat – cepat melonggarkan talian pada korset.

“Esok, saya akan meminta penjahit Istana untuk memperbesar ukuran korset. Sekali lagi, maafkan saya, Yang Mulia.” Gita menunduk takut sembari terus melonggarkan ikatan pada bagian belakang korset.

“Sudah yang ini lepas saja, Git. Kamu juga tidak perlu bilang ke penjahit Istana. Mulai hari ini, aku tidak akan memakai korset lagi,” ujar Aneska pada Gita. Kemudian disambung dengan dumelan pelan, “Huh! Bisa makin kempes punyaku kalau tertekan terus – menerus.”

“Sekali lagi, Maaf, Yang Mulia. Bukan maksud menggurui. Akan tetapi, saya sedikit tidak setuju dengan usul Yang Mulia barusan. Yang Mulia harus tetap menggunakannya ketika pergi ke Pemerintahan.”

“Kenapa dengan area Pemerintahan?” Aneska menoleh singkat. Kini, sesak di dadanya sudah sedikit membaik.

“Area Pemerintahan bukanlah lingkungan yang baik, Yang Mulia. Banyak orang saling menjatuhkan. Sekali saja mereka tahu kelemahan kita, mereka akan menggunakan itu sebagai ancaman,” jelas Gita.

“Kelemahan apa yang kamu maksud? Aku benar – benar tidak mengerti. Ini kita masih bahas masalah korset kan?”

Gita mengangguk.

“Ya elah. Itu cuma perkara korset, Git. Bukan masalah serius. Kenapa harus dibawa sampai ke kantor Pemerintahan? Aneh kamu itu.” Aneska melemparkan korset ke arah ranjang. Ia tidak membutuhkan kain menyebalkan itu. Kemudian memakai petticoat lapis pertama. Ya, siapa sangka pemakaian petticoat di masa lampau tidak cukup satu?

“Maaf, Yang Mulia. Saya mengaku salah. Namun, Yang Mulia sendirilah yang bercerita kepada saya. Bahkan Yang Mulia juga meminta kami mendandani Yang Mulia sesempurna mungkin sebelum pergi ke Pemerintahan. Yang Mulia berkata, supaya mereka tidak bisa melihat kekuranganku, Git. Mereka harus tau aku, Nadlyne Aurora, juga Ratu Aldarian tidak akan pernah bisa dijatuhkan.

“Aku? Bilang begitu?” tanya Aneska, kaget.

Gita mengangguk. “Yang Mulia juga selalu bilang, ada orang di pemerintahan yang berusaha menggulingkan Yang Mulia dari kursi pemerintahan.”

What?!” Aneska menoleh cepat, “siapa, Git?”

Gita menggeleng. “Saya tidak tahu, Yang Mulia. Yang Mulia tidak pernah menyebut namanya. Saya juga tidak berani bertanya. Tugas saya hanya mendengarkan.”

Sebenarnya apa yang kamu tutupi, Nad? Siapa orang yang berusaha menjatuhkanmu dari kursi pemerintahan? Dan apa yang kamu lakukan di malam jiwa kita tertukar?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status