Share

Bab 5 - Fakta Mengejutkan

“Yang Mulia harus segera kembali,” ucap Gita.

Aneska yang saat itu mengamati bunga bermekaran, langsung menoleh. Ia mendapati Gita bersimpuh di hadapannya. Seperti biasa, kepala wanita itu tertunduk dalam. Kemudian Aneska mengedarkan pandangan ke sekitar pondok. Pendar jingga keorenan masih terlihat, artinya belum terlalu malam untuk kembali ke Istana.

“Haruskah kita kembali sekarang?” tanya Aneska.

Gita mengangguk. “Masih ada cukup waktu bagi Yang Mulia membersihkan diri dan bersolek, sebelum bertemu Baginda Raja saat makan malam.”

“Aku? Bersolek? Untuk Galen?” Kemudian Aneska tertawa keras. Kedua bola matanya mengerling malas. Mungkin Nadlyne yang asli akan melakukannya, tetapi tidak untuk dirinya. Aneska tidak akan merepotkan diri untuk pria tidak tahu terima kasih seperti Galen.

“Yang Mulia—” Gita kembali dibuat kaget dengan perubahan sikap sang Ratu.

“Ah, maksudku, aku tidak perlu bersolek malam ini. Sampaikan saja kepada Baginda Raja kalau aku tidak bisa menemuinya nanti malam.” Aneska memotong setangkai mawar merah muda, lalu berjalan keluar dari pondok bunga. Sedang Gita segera beranjak dan mengikuti Aneska dari belakang.

Dalam diam, Gita terus memikirkan perubahan sikap Nadlyne. Pertanyaan “ada apa dengan sang Ratu?” terus berputar di kepalanya. Sebelumnya, Nadlyne rela membuang waktunya untuk bersolek demi terlihat cantik dan sempurna di mata Galen. Tetapi kini, sang Ratu malah bersikap berbeda. Jangankan bersolek, menemui Galen saja sepertinya enggan.

“Gita,” panggil Aneska.

“Ya, Yang Mulia.” Gita tersadar dari lamunan. Dia bahkan baru menyadari mereka sudah berada di depan kamar Nadlyne. 

“Tolong siapkan air hangat, satu butir telur, madu secukupnya, minyak zaitun dan kacang almond untukku. Aku ingin segera membersihkan riasan di wajahku dan menikmati waktu seorang diri,” pesan Aneska sebelum masuk ke kamar Nadlyne.

Di dalam kamar, Aneska langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Entah kenapa betis dan telapak kakinya terasa ngilu. Padahal tadi bukan pertama kali untuk Aneska berjalan kaki dengan jarak jauh. Sedetik kemudian Aneska teringat bahwa jiwanya berada di dalam tubuh Nadlyne.

“Emang beda, ya. Tubuh Ratu sama Sabeum taekwondo,” cibir Aneska pada tubuh Nadlyne.

Tidak berselang lama, beberapa dayang memasuki ruangan Aneska sembari membawa beberapa nampan. Aneska beranjak duduk, lantas memeriksa barang bawaan para dayang. Setelah dirasa sudah semua, Aneska meminta mereka keluar dari ruangan. Hanya Gita yang tersisa.

“Karena kamu dayang pribadiku, maka aku akan mengajarimu ilmu kecantikan. Semua barang ini akan aku racik menjadi masker wajah. Manfaatnya supaya kulit menjadi lebih kenyal, tidak keriput, dan cerah. Khusus madu, aku akan mengoleskannya pada bibir supaya jauh lebih lembab dan merah muda alami,” terang Aneska sembari meracik masker buatannya.

Gita yang pada dasarnya tidak tahu - menahu soal ilmu kecantikan hanya menganguk patuh. Dia terus memperhatikan gerakan tangan Aneska sembari mendengarkan dengan seksama. Aneska yang Gita lihat sebagai Nadlyne mulai mencampurkan satu persatu bahan ke dalam sebuah mangkok dan diaduk sampai tercampur rata.

“Tolong ambilkan kaca, Git,” pinta Aneska dan bergegas dilakukan oleh Gita. Wanita itu memberikan kaca bulat dengan ukiran kayu disekelilingnya.

Aneska membersihkan riasan di wajahnya menggunakan lap kecil yang sudah direndam air hangat. Beruntung riasan jaman dulu mudah sekali dibersihkan. Pada tahun 1899, sabun batang memang sudah ada. Tetapi tidak diperuntukkan untuk wajah. Kandungan dan bahan dasar yang dipakai dalam pembuatan sabun masih sangat beresiko untuk wajah. Satu – satunya cara merawat wajah adalah menggunakan bahan – bahan alami.

“Cara memakainya seperti ini, Git.” Aneska mulai meratakan masker buatannya di area wajah. “Harus merata, biar khasiatnya juga sama rata.”

Aneska menoleh, lalu tersenyum menatap Gita. “Oh, iya. Ini namanya masker wajah. Kamu harus cobain juga.”

Aneska menyodorkan mangkok berisi adonan masker pada Gita. Awalnya Gita ragu, tetapi Aneska terus memaksa. “Aku Nadlyne Aurora, lho. Ratumu. Berani kamu menolak permintaanku?” ancam Aneska.

Maka dengan ragu – ragu Gita menerima uluran mangkok dari Ratu Nadlyne. Kemudian Gita mulai mengaplikasikan adonan masker dengan perlahan di wajahnya. Sensasi hangat, harum adonan, dan basah langsung terasa di wajah Gita.

“Terima kasih, Yang Mulia,” ucap Gita, tulus.

“Nah, sekarang tunggu dulu sampai kering. Biar meresap dulu ke kulit kita.” Aneska meletakkan mangkok masker di nakas, diikuti Gita juga menyingkirkan baskom dan mangkok lain berisi sisa bahan masker.

“Sebenarnya ada banyak hal yang ingin aku tanyakan padamu, Git. Mungkin dengan begitu ingatanku bisa cepat pulih,” celetuk Aneska. Ia menatap Gita yang setia duduk di lantai samping ranjang.

“Silahkan, Yang Mulia. Jika jawaban saya bisa membantu memulihkan ingatan Yang Mulia, akan saya lakukan.” Gita membalas sopan.

“Tapi sebelum itu, angkat kepalamu. Saat hanya kita berdua, kamu tidak perlu menundukkan kepala. Itu hanya akan menciptakan jarak diantara kita. Kita saudari, kan? Kamu sudah menjaga dan menemaniku sejak lama.” Aneska bergerak, pindah duduk di lantai seperti Gita.

“Yang Mulia, jangan—”

“Tidak apa – apa, Git. Kalau saudari, sudah seharusnya seperti ini kan?” Aneska tersenyum lalu mengusap bahu kanan Gita.

So, kita mulai dari—” Aneska tampak berpikir sejenak, “Ah, kita mulai dari kejadian hari itu.”

Saat itu juga Gita menelan saliva dengan susah payah.

“Jadi, apa penyebab aku tidak sadarkan diri, Git? Kamu pasti tahu, kan? Kamu, kan, dayang pribadiku.” Aneska menatap Gita penuh harap.

Tebakan Awal Aneska, kalau Aneska bisa masuk ke tubuh Nadlyne, berarti ada kemungkinan Nadlyne bisa masuk ke tubuh Aneska. Tugasnya saat ini adalah mencari cara untuk kembali ke tubuh masing – masing.

“Sebelumnya maafkan saya, Yang Mulia Ratu. Ampuni kesalahan saya yang telah lalai menjaga Yang Mulia malam itu. Sesungguhnya saya pantas dihukum mati karena melalaikan tugas dan tanggung jawab saya sebagai dayang pribadi.” Gita bersujud dan menciumi ujung kaki Aneska.

Aneska kembali dibuat panik. Menurutnya orang – orang jaman dulu terlalu berlebihan dalam bersikap.

“Hei! Kamu tidak perlu seperti ini, Git. Aku tidak marah terhadapmu. Kejadian yang sudah berlalu, biarlah berlalu. Mereka juga tidak menghukumu kan?” ucap Aneska berusaha tenang—meski di dalam kepalanya muncul banyak pertanyaan terkait ucapan Gita barusan.

“Sekarang ceritakan padaku, sebenarnya aku kenapa? Kenapa aku sampai tidak sadarkan diri?” tanya Aneska. 

“Beberapa orang di Istana meyakini Yang Mulia ratu sengaja menjatuhkan diri dari tebing pesisir pantai—”

“Hah?! aku bunuh diri? Kenapa, Git? Apa yang mendasari aku memilih mengakhiri hidupku sebagai Ratu?” sambar Aneska cepat.

Gita menggeleng lemah. “Sampai saat ini, saya juga tidak mengetahuinya, Yang Mulia.”

“Terus waktu itu kamu dimana? Kok kamu tidak mencegahku terjun dari tebing?” cerocos Aneska.

“Malam itu, saya sedang tidak bersama Yang Mulia. Saya menunggu Yang Mulia di depan pintu Pemerintahan, seperti biasa, tetapi Pangeran Arnold berkata Yang Mulia sudah pergi bersama Baginda Raja.”

Sepanjang bercerita, Aneska melihat gurat ketakutan di wajah Gita. Kedua telapak tangan wanita itu saling meremas. Bibirnya sesekali bergetar ragu, antara terus melanjutkan cerita atau berhenti sampai disana. Meski begitu, Aneska tetap setia menunggu Gita melanjutkan ceritanya.

“Anehnya, saya dan para pengawal tidak melihat Yang Mulia dan Baginda Raja melintas di hadapan kami. Tetapi saya cukup sadar diri untuk tidak berburuk sangka pada Baginda Raja, terlebih Baginda Raja adalah suami Yang Mulia Ratu. Lalu … lalu … malam harinya … saya—” Gita mulai terisak di akhir kalimatnya.

“Saya … mendengar kabar bahwa Yang Mulia menjatuhkan diri dari tebing pantai. Hiks … saya benar – benar mohon ampun, Yang Mulia. Ampuni kelalaian saya dalam menjaga, Yang Mulia malam itu.”

Aneska diam. Fakta tentang Nadlyne pernah berusaha mengakhiri hidupnya tidak pernah tertulis dalam buku sejarah Aldarian di masa depan. Alih – alih mendapat petunjuk, Aneska malah mendapat teka – teki baru. Sebenarnya kamu kenapa, Nad? Sebesar apa masalah yang sedang kamu pikul sampai memilih bunuh diri sebagai solusi? Benarkah karena sikap Galen? Atau justru Galen lah yang sengaja mendorongmu dari tebing pantai?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status