Malam ini mas Hendi tak lagi menyentuh lantai kamar ini. Entah masih dianggapnya aku ini istrinya atau tidak, aku tidak perduli. Aku juga sudah muak melihat dia bermesraan dengan laksmi. Aku tak sengaja keluar kamar dan bertemu mereka di ruang tengah lagi asyik bercumbu mesra. "Kalau tidak ditonton televisinya, dimatiin saja. Boros listrik". Ucapku kesal saat melihat mereka berdua. Aku pun dengan melenggang kangkung ke dapur untuk mengambil air minum. Airin suka haus di tengah malam saat tidurnya. Aku lupa menyiapkannya sebelum pergi tidur barusan. Dan kini aku harus mengambilnya sebelum tengah malam nanti Airin memintanya. Aku juga memang sengaja tidak keluar kamar setelah mandi dan memandikan Airin setelah pulang bekerja. Untung saja sebelum pulang, aku dan Airin makan diluar. Alasannya karena ingin membiarkan saja si Laksmi itu memasak untuk mertuanya tersayang, ibu dari mas Hendi suami yang telah ia rebut dariku. "Kalau mau bermesraan sana di kamar jangan disini". Aku menegu
"Apa yang terjadi? ". Aku membuka mataku dan melihat sekelilingku. "Aww... ". Teriakku refleks seraya memegang kepalaku yang tiba-tiba berdenyut, ada sedikit rasa sakit yang kurasakan saat ini. Setelah rasa sakit yang kurasa sedikit mereda, kualihkan pandanganku di ruangan ini. Kini aku berada di sebuah kamar mewah dan indah. Lalu, aku sadar sekarang aku sedang berada di sebuah ranjang berukuran king size yang empuk. Kilasan ingatan berputar di memoriku mengenai kejadian tadi malam. Aku mengingat bahwa ada tiga pemuda yang sedang menggodaku dan ingin berprilaku tidak baik padaku. "Kamu tidak akan bisa lari lagi dari kami, sayang"."Ayo, bawa wanita ini! " "Aku duluan, nanti kalian setelahku".Aku mendengar suara-suara nakal mereka saat ini. Aku tak mampu lagi membuka mataku karena jelas tubuhku tak kuat melawan obat tidur yang sudah aku telan tanpa sadar. Namun, sebelum kesadaranku benar-benar hilang, aku merasakan tubuhku ditarik paksa seseorang. Detik kemudian aku mendengarkan
"Apakah dia? Dan kini aku ada dirumahnya? ".Lantas aku pun dengan perlahan mengubah pandanganku dari wanita yang daritadi diam tak menjawab ke seseorang yang sudah memberitahuku. Dia bilang aku ada dirumahnya, tapi ini rumah siapa? batinku. "A-apa?". Aku melongo melihat seorang lelaki yang tak asing dan kini sudah berdiri tegap didepanku. Aku menelan salivaku dengan kasar, entah apa yang sedang aku alami sekarang ini. Kini bos baruku, pak Bayu, ada dihadapanku. "Aku ada dirumah pak Bayu? "."Iya, kamu ada dirumah saya".Kalimat berulang yang diucapkan pak Bayu menegaskan kepadaku bahwa benar kini aku sedang dirumahnya, tapi mengapa? Apa yang sebenarnya terjadi? Bukankah seingatku hanya ada tiga pemuda yang ingin menggodaku?. "Minumlah obatnya terlebih dahulu, kamu tidak perlu khawatir. Itu bukan racun". Tunjuk pak Bayu yang mengarah ada sebutir pil yang dipegang oleh wanita tadi. "Berikan kepadanya, bi Inem! ". Perintah pak Bayu kepada wanita yang kini baru kutahu namanya adalah
"Kamu tidak tahu, tetapi saya tahu semuanya"."Apalagi maksud pak Bayu, jangan bertele-tele! ". Ucapku dengan tegas. "Kamu adalah putri dari pak Handoko"."Siapa dia? ". "Kamu adalah putri tunggal, anak satu-satunya dari pak Handoko dan ibu Siska pendiri perusahaan mebel di kota Yogyakarta"."Cerita konyol apa yang sedang pak Bayu katakan kepada saya. Saya yatim piatu dan dibesarkan di sebuah panti asuhan. Pak Bayu jangan mengada-ngada"."Aku tidak bohong. Terserah kamu percaya atau tidak"."Saya tidak perduli saya anak pak Handoko atau ibu Siska yang sedang anda bicarakan. Tidak penting lagi untuk sekarang". Ucapku dengan tegas. "Penting jika kamu ingin balas dendam".Aku pasti sudah gila karena minum obat tidur yang tak sengaja masuk ke dalam tubuhku. Ditambah berita konyol dari pak. bayu barusan membuatku semakin menjadi gila jika terus berada disini. Aku harus pulang, begitulah pemikiranku yang tepat untuk kondisi saat ini. "Terima kasih atas informasinya pak Bayu, saya pamit
"Terus.. mas Hendi tadi ngapain didepan pintu kamar Lisna? "Deg. Aku seperti mati kutu, tertangkap basah oleh Laksmi. "Kata ibu, Lisna tidak pulang makanya mas mau cek benar atau tidak". Ucapku begitu saja. "Apaan sih mas kok kayak gitu, mas Hendi masih peduli ya sama istri jelek mas itu". Apalagi ini, kenapa pula aku harus tertangkap basah oleh Laksmi saat sedang berada di depan pintu kamarku dulu. Aku saja tak menyangka jika tadi aku bertingkah konyol, masih mengkhawatirkan Lisna. "Mas tidak perduli, cuma ibu tadi bilang gak ada yang masak jika tidak ada si Lisna". Ucapku berusaha menutupi kesalahanku. "Iya nih si Lisna, dia gak pulang terus gak mau masak, kan jadinya Laksmi makan masakan ibu". Ucap Laksmi tanpa bersalah. "Kamu dong yang masak, kok ibu sih". Jawabku mencoba mengalihkan topik pembicaraan. "Iih mas ini... Laksmi kan tidak bisa memasak, bagaimana mau masak nanti masakannya tidak enak. Mas Hendi pasti tidak mau mencicipinya". "Pasti bakalan mas cicipi kok, jadi
Aku menarik nafasku mencoba menguatkan hati dan batinku untuk menerima keadaan yang akan terjadi sebentar lagi. Aku juga harus menebalkan telingaku akan suara-suara sumbang yang sebentar lagi akan mengudara. "Oh, masih ingat pulang juga kamu, Lisna". Teriak mas Hendi disusul dengan seringai sinis Laksmi dan ibu mas Hendi. "Ayah". Airin bersuara memanggil ayahnya namun tangannya malah menarik-narik ujung bajuku. "Tidak apa-apa Airin, mari kita pulang". Ucapku berusaha menenangkan Airin. Aku juga merasa heran kenapa sikap Airin berubah seperti ini. Kenapa sekarang Airin sedikit takut bertemu dengan orang-orang yang berada dirumah mas Hendi. Apa yang sebenarnya hal yang tidak aku ketahui. "Darimana saja kamu Lisna, mau jadi apa kamu tidak pulang semalaman? ". Tanya mas Hendi lagi kepadaku. "Maaf mas, aku tadi malam... ". Ucapku saat sudah berada di teras rumah. Mereka kini ada di depan pintu seolah menghadangku untuk masuk. "Alah, tidak usah banyak alasan bilang saja kamu sedang s
"Kamu yakin tidak berbohong, Lisna? ". Mas Hendi kini malah ragu padaku karena ulah ibu mertuaku itu. "Percayalah padaku mas hendi". Ucapku memohon kepada suamiku."Buktikan! Coba kamu telpon Soraya sekarang! ". Pinta mas Hendi seketika membuat mataku melotot. Bagaimana ini, jika aku menelpon Soraya pasti kebohongan yang sudah aku buat akan terungkap. Aku belum menceritakan apapun kepasa Soraya tentang apa yang telah terjadi padaku tadi malam.Saat aku menjemput Airin, Soraya yang sibuk membuat aku tak bisa bercerita. Aku juga tak mau merepotkan Soraya setelah dia membantu menjaga Airin seharian. "Dia berbohong mas, buktinya dia diam dan tak berani menelpon temannya yang bernama Soraya". Laksmi pun mencoba memprovokasiku sekarang. "Kamu bisa diam gak, ini bukan urusanmu". Hardikku kepada Laksmi. "Bicara yang sopan kepadanya Laksmi! ". Tegur mas hendi kepadaku. "A-apa mas? Mas Hendi menyuruh aku untuk bersikap sopan dengan pelakor ini? ". Ucapku dengan menatap nanar mata Mas hend
"Kenapa ini semua terjadi kepadaku? ". Ucapku dengan putus asa. Aku berdiri di depan jendela kamarku, memandang jalan yang ada di luar rumah. Kamarku memang berada di bagian depan rumah ini. Jendela pun terletak di depan menghadap matahari terbit. Jalan hidupku sungguh berliku sekali, kebahagiaan yang pernah aku rasakan saat menikah dengan mas Hendi. Namun, kebahagiaan yang diberikan olehnya justru dicabut juga oleh mas Hendi. "Apa benar yang dikatakan oleh pak Bayu jika aku merupakan anak pak Handoko dan ibu Siska?". "Lalu untuk apa pak Bayu memberitahukan itu kepadaku?"."Terus jika aku anak mereka, apa ada yang berubah dalam hidupku?"."Kalau aku memang mempunyai orang tua, kenapa mereka membuangku dan menaruhku di sebuah panti asuhan?"."Apakah mereka tidak menginginkan aku? "."Jadi siapa aku sebenarnya? ".Bertubi-tubi pertanyaan aku layangkan untuk diriku sendiri. Entah tiba-tiba aku memikirkan apa yang dikatakan oleh pak Bayu sewaktu aku berada di rumahnya. Aku menjadi sa