Share

Mendadak Menikah
Mendadak Menikah
Author: Krite

BAB 1

Arghhh …

Aku dan Alea mendengar suara orang yang sedang merintih di balik rak makanan yang ada di supermarket ini. Alea memandang aku yang sama kebingungan mendengar suara rintihan itu. Terlihat raut wajah ketakutan Alea. Jelas saja Alea ketakutan, karena memang dasarnya Alea itu penakut.

“Teh, dengar itu ‘kan?”

Aku mengangguk, “Kita lihat ke sana.”

Alea menarik lengan kananku yang bersiap menuju ke balik rak, dia menggeleng kencang, “Jangan ke sana teh.”

“Suaranya seperti yang kesakitan. Kita harus tolong,” cicitku  menghempas pelan genggaman Alea pada lengan kananku.

Aku melangkah menuju balik rak. Sebenarnya rasa ragu terasa di hatiku. Bukan hanya Alea, tapi aku juga merasa takut. Bagaimana tidak, sudah jam 10 malam dan supermarket 24 jam ini sudah dapat dipastikan sepi pengunjung.

Alangkah kaget … Di sana … ada seorang kakek tua yang sedang kesakitan memegang dada sebelah kiri dengan posisi membungkuk berpegangan pada rak. Tanpa pikir panjang aku sedikit berlari menuju kakek tersebut.

“Alea! Cepat kemari!” teriakku pada Alea yang tak kunjung mengikuti aku. Aku yakin jika Alea  masih berdiam diri di balik rak tempat kami berdiri tadi.

Arghhh …

Rintihan itu keluar lagi dari mulut si kakek.

Aku mendekati si kakek dan membantu beliau berdiri.

“Astagfirulloh,” pekik Alea sambil menutup mulutnya dan bola matanya membesar karena kaget.

“Kakek! Kakek dengar suara saya?” tanyaku khawatir. Kakek tersebut mengangguk. Dia menoleh dan menatap wajah aku dengan pandangan sayu. Jelas terlihat wajah yang sedang menahan rasa sakit itu. Aku memegang dada si kakek. Terasa detak jantung yang kencang.

“Teh! Kita harus bawa dia ke rumah sakit,” ucap Alea panik.

“Pesan taxi online sekarang juga!” perintahku. Tanpa menunggu waktu lama, Alea mengeluarkan telepon genggam miliknya dan memesan taxi.

Alea pergi begitu saja dari hadapanku, “Ck! Malah pergi,” ucapku kesal.

Tidak lama, Alea datang dengan seorang laki-laki berseragam pramuniaga yang sedang  menjaga supermarket ini. Pria tersebut sama kaget seperti Alea tadi saat melihat kakek tua ini.

“Mas! Tolong!”

Pria itu membopong si kakek dan membawanya keluar supermarket. Dia mendudukkan kakek itu di kursi khusus pembeli. Aku memegang telapak tangan kakek itu. Tangannya cukup basah akan keringat.

“Dingin,” cicitku sambil menatap Alea dan pramuniaga itu

Pria itu mengambil sesuatu di dalam saku celananya. Dia mengeluarkan minyak kayu putih lalu menyerahkannya padaku, “Pakai ini saja, mbak.”

Aku mengusap telapak tanganku yang telah diberi minyak kayu putih ke telapak tangan si kakek. Aku duduk jongkok di hadapan si kakek dan tidak berhenti mengusap telapak tangan kakek itu.

Pria pramuniaga itu mengusap beberapa kali punggung si kakek.

“Kakek … Dadanya masih sakit?” tanyaku pelan.

Kakek itu mengangguk lagi.

Tin tin

Suara klakson mobil terdengar nyaring, “Taksinya datang, teh!” ucap Alea lega.

Sopir taksi itu keluar dari mobil dan membantu pria pramuniaga itu untuk memasukkan kakek itu ke dalam mobil.

Alea duduk di samping sopir dan aku duduk di kursi belakang di samping kakek.

Pria pramuniaga itu masih berdiri di dekat mobil. Aku membuka kaca mobil lalu berucap, ”Mas. Terima kasih ya.”

“Sama-sama, mbak. Tidak masalah, lagi pula toko sedang sepi,” ucap pria itu sambil tersenyum ramah.

Aku mengangguk singkat pada pria itu dan dibalas dengan anggukan juga.

Mobil yang kami kendarai berjalan menjauhi supermarket dan beranjak pergi menuju rumah sakit.

“Teh? Bagaimana dengan belanjaan kita?” tanya Alea.

Aku menepuk keningku.

Sungguh, aku lupa.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status