Share

Mendadak Menikah
Mendadak Menikah
Penulis: Krite

BAB 1

Penulis: Krite
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-05 00:36:05

Arghhh …

Aku dan Alea mendengar suara orang yang sedang merintih di balik rak makanan yang ada di supermarket ini. Alea memandang aku yang sama kebingungan mendengar suara rintihan itu. Terlihat raut wajah ketakutan Alea. Jelas saja Alea ketakutan, karena memang dasarnya Alea itu penakut.

“Teh, dengar itu ‘kan?”

Aku mengangguk, “Kita lihat ke sana.”

Alea menarik lengan kananku yang bersiap menuju ke balik rak, dia menggeleng kencang, “Jangan ke sana teh.”

“Suaranya seperti yang kesakitan. Kita harus tolong,” cicitku  menghempas pelan genggaman Alea pada lengan kananku.

Aku melangkah menuju balik rak. Sebenarnya rasa ragu terasa di hatiku. Bukan hanya Alea, tapi aku juga merasa takut. Bagaimana tidak, sudah jam 10 malam dan supermarket 24 jam ini sudah dapat dipastikan sepi pengunjung.

Alangkah kaget … Di sana … ada seorang kakek tua yang sedang kesakitan memegang dada sebelah kiri dengan posisi membungkuk berpegangan pada rak. Tanpa pikir panjang aku sedikit berlari menuju kakek tersebut.

“Alea! Cepat kemari!” teriakku pada Alea yang tak kunjung mengikuti aku. Aku yakin jika Alea  masih berdiam diri di balik rak tempat kami berdiri tadi.

Arghhh …

Rintihan itu keluar lagi dari mulut si kakek.

Aku mendekati si kakek dan membantu beliau berdiri.

“Astagfirulloh,” pekik Alea sambil menutup mulutnya dan bola matanya membesar karena kaget.

“Kakek! Kakek dengar suara saya?” tanyaku khawatir. Kakek tersebut mengangguk. Dia menoleh dan menatap wajah aku dengan pandangan sayu. Jelas terlihat wajah yang sedang menahan rasa sakit itu. Aku memegang dada si kakek. Terasa detak jantung yang kencang.

“Teh! Kita harus bawa dia ke rumah sakit,” ucap Alea panik.

“Pesan taxi online sekarang juga!” perintahku. Tanpa menunggu waktu lama, Alea mengeluarkan telepon genggam miliknya dan memesan taxi.

Alea pergi begitu saja dari hadapanku, “Ck! Malah pergi,” ucapku kesal.

Tidak lama, Alea datang dengan seorang laki-laki berseragam pramuniaga yang sedang  menjaga supermarket ini. Pria tersebut sama kaget seperti Alea tadi saat melihat kakek tua ini.

“Mas! Tolong!”

Pria itu membopong si kakek dan membawanya keluar supermarket. Dia mendudukkan kakek itu di kursi khusus pembeli. Aku memegang telapak tangan kakek itu. Tangannya cukup basah akan keringat.

“Dingin,” cicitku sambil menatap Alea dan pramuniaga itu

Pria itu mengambil sesuatu di dalam saku celananya. Dia mengeluarkan minyak kayu putih lalu menyerahkannya padaku, “Pakai ini saja, mbak.”

Aku mengusap telapak tanganku yang telah diberi minyak kayu putih ke telapak tangan si kakek. Aku duduk jongkok di hadapan si kakek dan tidak berhenti mengusap telapak tangan kakek itu.

Pria pramuniaga itu mengusap beberapa kali punggung si kakek.

“Kakek … Dadanya masih sakit?” tanyaku pelan.

Kakek itu mengangguk lagi.

Tin tin

Suara klakson mobil terdengar nyaring, “Taksinya datang, teh!” ucap Alea lega.

Sopir taksi itu keluar dari mobil dan membantu pria pramuniaga itu untuk memasukkan kakek itu ke dalam mobil.

Alea duduk di samping sopir dan aku duduk di kursi belakang di samping kakek.

Pria pramuniaga itu masih berdiri di dekat mobil. Aku membuka kaca mobil lalu berucap, ”Mas. Terima kasih ya.”

“Sama-sama, mbak. Tidak masalah, lagi pula toko sedang sepi,” ucap pria itu sambil tersenyum ramah.

Aku mengangguk singkat pada pria itu dan dibalas dengan anggukan juga.

Mobil yang kami kendarai berjalan menjauhi supermarket dan beranjak pergi menuju rumah sakit.

“Teh? Bagaimana dengan belanjaan kita?” tanya Alea.

Aku menepuk keningku.

Sungguh, aku lupa.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mendadak Menikah   BAB 27

    “Fit! Fitri!” Kaget saat mendengar suara seorang pria yang teriak-teriak dari arah ruang tamu. Aku tetap saja memakan buah-buahan yang sudah aku kupas dan tidak menghiraukan suara pria yang teriak-teriak itu. Jujur saja itu sangat mengganggu, tapi biarkan saja. Tiba-tiba saja ada seorang pria tampan yang datang dengan terengah-engah muncul di dekat pintu dapur. “Heh! Fitri!” Bug … Dia menggebrak meja. Haris … Ya, pria yang teriak-teriak itu Haris. Aku tidak heran sama sekali kalau dia akan datang menemui ku. Dia pasti akan bertanya ini-itu tentang pernikahan kemarin. Haris duduk dengan terengah di kursi makan di hadapanku. “Ada apa?” ucap ku lalu memasukkan sepotong apel ke dalam mulutku. “Aku yang harusnya bertanya seperti itu. Ada apa? Bagaimana mungkin kamu menikah dengan kakakku?” tanya Haris to the point dengan raut muka keras. Aku bangkit dari duduk ku lalu mengambilkan segelas air putih untuk Haris. “Seperti yang kakek Amar katakan. Aku menolong kakek saat sakit jantun

  • Mendadak Menikah   BAB 26

    “Non mau tanya apa?”Aku menghela napas. Aku tahu aku salah dengan mencari tahu tentang mas Azmi pada mereka bertiga itu salah, tapi mereka lebih tahu dariku tentang mas Azmi. Aku yakin mereka pasti curiga dengan hubungan aku dengan mas Azmi dan mereka juga akan tahu jika hubunganku dengan mas Azmi tidak baik-baik saja.“Mas Azmi, mbok. Semuanya,” tegasku.“Maksudnya?” Mereka bertiga terlihat bingung.“Kalian sudah lama kerja dengan mas Azmi ‘kan?”“Kami sudah bekerja selama 2 tahun. Tepat saat rumah ini pertama kali ditempati sama den Azmi.”“Jadi rumah ini baru 2 tahun?”Mbok Tarsih, Risa dan Tari mengangguk.“Kalau mbok tahu makanan kesukaan mas Azmi?”“Begini deh, non. Saya bakal cerita tentang den Azmi. Jadi saat pertama kali kami kemari, kami hanya bekerja saat pagi hari untuk membereskan rumah dan memasak sarapan. Lalu kita akan kembali bekerja lagi saat sore hari untuk menyiapkan makan malam. Bahkan dari awal kami tidak diperbolehkan ke rumah utama jika ada den Azmi.”Fitri

  • Mendadak Menikah   BAB 25

    Di taman kecil ini aku hanya duduk di kursi besi yang tersedia di tengah taman.“Aku harus merencanakan cara menaklukan mas Azmi,”Tapi bagaimana caranya?Ah, aku tahu!Aku pergi menuju sebuah bangunan kecil yang ada di sebelah rumah utama.Yup, rumah khusus seluruh pembantu rumah tangga ini tinggal. Aku akan menemui mbok Tarsih. Aku akan mewawancarai mbok Tarsih.Di depan rumah itu terdapat dua orang wanita muda yang sedang mengobrol di teras, mereka mungkin beberapa tahun di atasku. Aku tidak begitu mengerti apa yang dikatakan mereka, karena mereka menggunakan bahasa yang sepertinya berasal dari Jawa Timur, terkesan keras.Kenapa aku tahu? Karena teman sekolahku ada yang berasal dari kota Solo dan bahasa yang dia gunakan saat berbincang bersama ibunya saat itu sangat pelan dan pembawaannya anggun.Maaf aku tidak bermaksud mendiskreditkan sesuatu, semua ini hanya berdasarkan penglihatanku saja.Salah seorang dari mereka menyadari kedatanganku lantas dia langsung berdiri dan sedikit m

  • Mendadak Menikah   BAB 24

    “Aku siap!” ucapku lantang. Mas Azmi menaikkan alisnya meremehkan.Jujur saja aku malu saat mengatakannya. Tapi aku sudah memikirkan ini semua jauh-jauh hari. Selama masa ujian, saat siang hari aku belajar bersama Haris, Salman dan Caca, sedangkan saat malam hari aku berselancar di media sosial mencari tata cara menjadi istri yang baik, termasuk cara menyenangkan suami.Memang se-niat itu aku memikirkan pernikahan ini. Tapi baru juga kurang dari satu hari, yang kurasa justru jauh dari rumah tangga yang akan bahagia. Tidak sesuai dengan yang selama ini aku baca di media sosial.Aku memang tidak mau menikah di usia se-dini ini, tapi jika memang mas Azmi adalah jodohku yang sudah dipersiapkan oleh tuhan maka aku harus menerimanya. Untuk kedepannya mengenai rumah tangga ini kita tidak bisa memprediksi, tinggal jalani saja.“Baguslah kalau kamu siap. Jadi saya tidak perlu buang uang untuk sewa wanita malam. Sudah dapat yang gratis ini,” ucap mas Azmi enteng, seolah aku wanita yang tidak me

  • Mendadak Menikah   BAB 23

    Tubuhku cukup segar setelah mandi barusan.Hari ini hari sabtu dan kemarin aku baru saja selesai melaksanakan ujian, otomatis hari ini libur bagi seluruh pelajar sepertiku. Hah enaknya…Sudah jam 7 pagi, pasti mas Azmi sudah turun ke bawah untuk sarapan. Lebih baik aku bergegas ikut sarapan bersamanya.Benar saja tebakanku, mas Azmi sedang menyimpan tas kerjanya di kursi. Saat dia mengangkat mangkuk nasi goreng itu aku lantas berteriak, “Stop, mas!” Mas Azmi berjingkat kaget. Aku mempercepat langkahku menuju ke arahnya. “Biar aku yang hangatkan nasinya!”Aku mengambil mangkuk besar itu dari genggaman mas Azmi. Dia masih diam, mungkin masih shock akan teriakan yang berasal dariku tadi.Mata mas Azmi melotot tajam. Aku tidak menghiraukan pelototan mas Azmi dan berbalik menuju microwave yang ada di dapur.5 menit berlalu. Dengan meyibukkan diriku sendiri melakukan entah apa pun itu yang ada di dapur setidaknya dapat mengurangi ketegangan yang terjadi. Dari tadi mas Azmi melotot tajam da

  • Mendadak Menikah   BAB 22

    Biasanya selepas subuh aku membereskan kamar lalu membantu ibu dan anak-anak panti yang kebagian memasak di dapur. Tapi saat ini aku hanya duduk di ranjang dan tidak melakukan apa pun. Sangat aneh jika aku tidak melakukan apa pun.“Lebih baik aku ke dapur saja.”Aku beranjak menuju dapur. Berbeda dengan keadaan rumah semalam yang sepi, saat ini justru terbilang ramai. Ada beberapa orang pembantu rumah tangga yang sedang membereskan rumah. Saat aku melewati mereka, mereka tersenyum ke arahku dan aku membalas senyuman mereka.Tengkukku tiba-tiba gatal, aku merasa justru dan merasa tak pantas mendapat senyuman sopan dari orang-orang yang lebih tua dariku. Malu lebih tepatnya, semua itu karena mereka lebih tua dariku tapi mereka seolah segan padaku.Ada seorang ibu paruh baya yang sedang sibuk di counter dapur. Aku menghampirinya. “Saya bantu, bu,” kataku sambil senyum ke arah ibu tersebut. Ibu itu sangat kaget mendengar suaraku yang tiba-tiba.“Astagfirulloh! Ya ampun, non! Mbok kaget.”

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status